"Oh enggak." Aria membalas dengan senyum lebarnya.
"Ini ada yang lucu di handphone Adek."
"Oh ya? Apa? Ayah boleh tau?"
Ada jeda sebentar sebelum Aria menunjukkan history chatnya dengan Arian semalam.
"Ini, adek bacain chat sama teman kemarin malam."
"Arian?"
"Iya! Namanya mirip dengan Adek kan!" Ucapnya senang.
"Dia anak kelas satu."
"Kok adek bisa kenal?"
"Eh? Nggak sengaja kenal sih." Balasnya.Ayah tersenyum kecil, membenarkan letak kacamatanya yang sedikit melorot. Koran harian yang tadi beliau baca ia tutup, kemudian mata sipitnya itu menatap lurus pada putrinya.
"Adek suka ya?"
Pertanyaan itu dibalas gelengan oleh Aria. "Adek nggak suka."
"Kalau begitu adek tertarik ya?"
"Sebagai teman...iya."
"Kalau lebih?" Ayah masih bertanya dengan nada tenang.
"Jujur saja adek."
"Adek..nggak tau."
"Adek," kini nadanya sedikit berubah menjadi nada yang biasa Aria dengar ketika pendapat Ayah tidak ingin dibantah.
"Ayah tidak akan melarang jika Adek ingin menyukai lawan jenis, itu hal yang bagus. Tapi Adek, ayah ingin Adek untuk fokus sekolah dulu, apa bisa? Lagipula Adek juga masih SMP kan?"
"A-adek nggak sejauh itu kok dengan Arian, Adek hanya ingin berteman saja."
"Ayah juga pernah menjadi anak SMP seperti Adek ini, jadi ayah tahu bahwa kata-kata Adek itu nantinya akan menjadi omong kosong." Balasnya.
"Ayah hanya tidak ingin Adek terlalu mementingkan cinta-cintaan hingga mengesampingkan sekolah atau masa muda Adek."
"Aria janji akan tetap fokus sekolah."
Pria tua itu mengulas senyum kecil.
"Ah, itu artinya Adek memang berniat untuk memiliki hubungan lebih dengan Arian ya? Anak ayah rupanya sudah besar."
Aria kira, merah pada pipi atau rasa panas di wajah ketika merasa malu itu hanya terjadi di komik shoujo yang ia baca.
Nyatanya, saat ini bocah SMP itu merasakan panas di wajahnya. Memilih untuk diam dan tidak menanggapi perkataan sang Ayah, Aria menyandarkan tubuhnya ke sofa. Matanya sesekali melirik kearah Ayah yang sudah kembali fokus membaca koran, lalu melirik handphonenya yang tidak ada tanda-tanda pesan dari Arian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up
Teen Fiction"mereka tumbuh dari cinta anak-anak yang terdengar konyol, menjejajaki tangga kedewasaan, hingga akhirnya kembali bergandengan tangan"