Aria sebetulnya ingin sekali membantah, tapi tatapan penuh keseriusan dari Rian membuatnya bungkam dan lebih memilih untuk mengikuti langkah pemuda yang lebih tua. Langkah keduanya terlalu pelan, seolah enggan untuk terlalu cepat sampai tujuan. Lagipula menikmati suasana di petang hari yang banyak mitosnya seperti ini terasa lebih menyenangkan, apabila dilalui berdua tentunya.
Jarak rumah sakit ke rumah Aria sebetulnya cukup jauh jika ditempuh dengan berjalan kaki. Tapi peduli apa mereka berdua jika dengan berjalan kaki bisa membuat keduanya makin dekat, iyakan? Jadi Rian putuskan untuk menjadi orang yang membuka pembicaraan terlebih dahulu."Kak."
Yang dipanggil bergumam.
"Kak Ria sama kak Pradipta sama kak Geri udah temenan dari lama?" Aria mengangguk. "Aku sama Geri satu SD, Pradipta pindahan. Jadi Dekat waktu kelas lima."
"Enaknya." Balas Rian.
"Waktu SD aku sempet pindah-pindah, jadi teman-teman ku juga orangnya ga pasti."
"Oh, jadi kamu bukan asal sini?"
"Ayahku yang asli (maaf banget ini kakaknya orang mana ya), dipindahkan kerja ke Jawa timur lalu kembali ke sini waktu aku masih kelas 6."
"Agak sedikit mepet ya waktunya."
"Hahaha iya, tapi serius aku dulu suka sebel kalau ayah dipindahkan kerja. Aku harus adaptasi lagi, cari temen lagi, untungnya sekarang ayah udah nggak dipindahkan lagi."
"Hmm bagus deh."
"Jadi aku bisa disini terus, semoga sih, biar bisa deket juga sama yang lain. Sama kak Geri, kak Pradipta, Alfi, atau sama kak Aria."
Sejujurnya bocah SMP seperti Aria yang jalan cintanya masih cinta monyet tau apa dengan perasaan aneh di dadanya dan ribuan kupu-kupu yang seolah ingin menguar keluar dari perutnya. Jadi dia abaikan kalimat terakhir Rian, dan menggaruk pipinya yang memerah.
"K-kamu kenapa masuk SMP sini?" Dia mengganti topiknya, menghindari tatapan penuh arti dari Rian padanya.
"Selain dekat dari rumah, aku nggak perlu keluar banyak uang buat naik angkut. Jalan kaki juga sampai."
"Oh begitu." Bisiknya.
"Tapi kamu keren ya waktu itu nolongin orang yang nggak kamu kenal, hahaha, kalau Geri pasti bakal dibiarin aja."
"Aku cuma ngelakuin kewajiban sesama manusia kak, saling membantu."
Ada sedikit pikiran negatif yang masuk ke pikiran Aria ketika mendengar jawaban Rian, saling membantu sesama manusia artinya keberadaan Rian disini yang ikut menuntun sepeda kayuhnya, bukan sebagai bentuk ingin pendekatan? Tapi karena rasa kemanusiaannya saja?
Bibir bawahnya ia gigit, menahan perasaan kesal yang tiba-tiba timbul atas pikiran negatifnya. Tangannya yang memegang stang sepedanya mengerat kuat, hingga menimbulkan bunyi gesekan antara besi dan karet yang menyita perhatian Arian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up
Teen Fiction"mereka tumbuh dari cinta anak-anak yang terdengar konyol, menjejajaki tangga kedewasaan, hingga akhirnya kembali bergandengan tangan"