page 16

1 0 0
                                    

"kamu beruntung" ucap Geri dengan sebutir jeruk ditangannya, menyuapi pradipta yang tidak dapat mengenakan tangannya dengan baik pasca kecelakaan yang ia terima.
Supir truk yang mengemudi malam itu ternyata mengendarai dalam keadaan mengantuk, untung saja sang supir sempat membanting stir mobilnya. Jadi luka yang pradipta alami tidak terlalu parah.
"ingat masih punya hutang dua puluh ribu denganku."
Yang tengah terluka mendengus kesal, namun tetap membuka mulutnya untuk menerima suapan jeruk dari Geri.
"Tapi aku lebih terkejut karena kalian membawa Arian kemari."
Yang dipanggil namanya berjengit terkejut, ia berdiri kaku disamping Aria yang sibuk mengupas jeruk untuk diberikan kepada Pradipta.
"Ditawari apa hingga mau diseret kemari?"
"Sembarangan, dia tulus tau untuk menengokmu. Hargai waktunya yang telah terbuang."
"waaw" decakan kagum Geri diikuti dengan suara tepuk tangan seolah Aria baru saja mengatakan suatu kata berharga.
"Ini pertama kalinya aku melihat sisi bijaksana dari Ria."
"Diam kau." Balas Aria sambil menuding Geri. "Kau saja menangis saat mendengar Pradipta masuk rumah sakit dan menyalahkan diri sendiri."
"Sebagai teman yang baik tentu saja aku menangis mengengarnya, takut jika putra semata wayangku kenapa-kenapa."
Yang duduk diatas ranjang merenggut kesal. "Siapa yang kau panggil putra, hah? Aku lebih tua darimu."
"hanya beberapa bulan lebih tua" itu Aria yang membalas, membuat pradipta mendengus kesal pada teman wanitanya itu.
Masih berdiri kaku disebelah Aria, Arian hanya bisa tertawa canggung ketika Pradipta melayangkan tatapan maut untuk perempuan disebelahnya. Sebenarnya kedatangan Rian kesini adalah suatu kedatangan yang tidak direncanakan. Mulanya ia hanya sekedar berjalan-jalan dan tidak sengaja bertemu dengan Aria dan Geri yang terlihat panik dengan sepeda kayuh mereka masing-masing. Baru setelahnya, tanpa menjawab pertanyaan yang diajukan Rian, dua teman baik itu menariknya begitu saja.

"Rian kalau mau ketawa, ketawa aja yang loss...jangan ketawa anggun kayak gitu, mirip setan."
"Heh! Itu namanya jaga image dan sopan santun. Ini rumah sakit, bukan taman binatang." Balas Aria.
Lagi-lagi mendengar kata-kata Ria yang bijaksana dan tidak seperti biasanya itu membuat Geri bertepuk tangan, merasa kagum dengan temannya. Sedangkan Rian, yang menjadi subyek pembelaan Ria hanya bisa tersenyum penuh makna. Tanpa mengetahui arti pandangan Pradipta yang penuh selidik itu.

"Maaf ya." Aria adalah orang pertama yang membuka pembicaraan mereka. Berjalan beriringan dengan sepeda Aria yang dituntun oleh yang lebih muda.
"harusnya aku cek dulu tadi kondisi sepedanya."
"Nggak papa, kak."
"Tapi serius kamu bisa pulang lebih dulu kalau kamu mau, angkutan jam segini masih lewat kok."
"Terus kak Aria?"
"Aku bisa pulang sendiri." Balas yang lebih tua dengan senyum penuh keraguan.
"Aku anter aja nggak papa, bakal lebih aman kalau berdua, daripada satu orang aja, kan?"

Grow UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang