Mama sebetulnya ingin sekali membuka pintu kamar Arian, ingin bertanya mengapa di hari Minggu seperti saat ini kamar putra bungsunya itu masih gelap. Padahal Arian sendiri terbiasa bangun pagi saat libur sekalipun, berbeda dengan Yara kakak perempuannya yang hobi tidur hingga siang.
Memutuskan untuk mencari tahu, Mama berjalan mendekati kamar putra bungsunya. Ditempelkan-nya telinganya ke pintu Arian, mencoba menerka-nerka suara apa yang ia dengar dari dalam sana. Namun keheningan menyapa pendengaran Mama, membuat wanita 40 tahun itu mengernyitkan dahinya bingung.
Wanita cantik itu mencoba menggali ingatannya ke kejadian tempo hari saat Arian pulang sekolah. Wajah putra bungsunya itu memang sedikit merah, namun ia mengelak ketika ditanya apakah ia demam atau tidak. Jadi karena takut terjadi sesuatu dengan putra bungsunya, Mama membuka pintu kamar Arian dengan tergesa-gesa. Hanya untuk mendapati Arian masih tertidur lelap dengan handphone di dadanya."Tumben." Ia berbisik, tidak ingin mengganggu acara tidur anaknya. Pikirnya karena Arian sudah mulai kegiatan sekolah pada umumnya, ia kelelahan. Tanpa Mama ketahui bahwa bukan itu yang sebenarnya terjadi. Malam tadi Arian sibuk chatting dengan Aria hingga subuh, hingga yang lebih muda selesai sholat subuh sekalipun percakapan itu masih dilanjutkan.
Jadi, bocah SMP kelas 1 itu baru saja terlelap di jam 6 pagi.
Dengan langkah pelan, Mama berjalan mendekat. Mengambil handphone Arian dan berusaha memindahkannya ke meja belajar Rian, tapi satu notifikasi yang masuk ke dalam handphone putranya menarik perhatian Mama. Handphone itu pada akhirnya tidak berada di atas meja, justru berada di tangan Mama yang terlihat bingung dengan notifikasi yang masuk.
Sebuah notifikasi chat dari WhatsApp atas nama Aria yang mengucapkan selamat pagi.
"Siapa...Aria?"
***
Berbeda dengan Arian yang masih tidur, sejak selesai sholat subuh dan sarapan Aria justru masih terbangun. Wanita kelas dua SMP yang saat ini tengah bersantai di sofa ruang tamu itu nampak tengah menantikan balasan dari Arian. Tanpa tahu bahwa teman chatting-nya itu masih terlelap dalam dunia mimpi, dan tanpa tahu bahwa keberadaan handphone Arian kini berada di tangan Mama. Senyum besar Aria sedari tadi mengembang, hingga membuat Ayah yang duduk di depannya memandang putri bungsunya itu bingung.
"Adek kenapa sih? Kok ketawa-ketawa terus?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up
Teen Fiction"mereka tumbuh dari cinta anak-anak yang terdengar konyol, menjejajaki tangga kedewasaan, hingga akhirnya kembali bergandengan tangan"