page 2

6 0 0
                                    

Dalam video berdurasi lima menit itu (atau mungkin lebih, sebab bagian awalnya agak sedikit aneh), pada mulanya kamera menyorot barisan siswi baru yang sedang melakukan gerakan hormat

Pada bendera sang saka merah putih. Di menit ke dua, barulah salah satu siswi baru yang berambut Bob pendek itu mulai terlihat tidak baik-baik saja, dan dimenit yang sama namun di detik yang berbeda, siswi yang nama tagnya "Jesica" itu pada akhirnya tumbang.
Kalian ingat adegan film romantis dimana pemeran utama wanita jatuh disebelah pemeran utama pria, yang kemudian menghidupkan kemampuan sang pria untuk menangkap dengan cepat tubuh yang hendak ambruk ke tanah itu? Iya, adegan romantis yang kemudian diikuti oleh backsound manis. Adegan romantis yang sering terjadi di film-film percintaan.
Tubuh lemas Jesica terhuyung kedepan, kemudian kebelakang, dan akhirnya jatuh di lengan seorang siswa baru lainnya yang kebetulan berdiri di sebelahnya.
"Oh, hero." Geri bergumam.
"Keren kan?"
"Biasa saja."
"Eh, ayolah. Kau juga pasti berpikir menolong seperti ini adalah cara paling keren. Aku berani bertaruh bahwa mereka akan menjadi dekat setelah ini."
"Oh ya?"
"Iya."
"Kalaupun mereka dekat, pasti tidak bertahan lama."
"Sama seperti hubunganmu dengan Ardana. Apa-apaan pacaran hanya dua bulan? Itu pacaran atau masa aplikasi premium bajakan dari google?!"
"Masa aplikasi bajakan jauh lebih lama dari itu ngomong-omong."
Suara lain menyahut dari belakang tempat kami duduk. Ketika menoleh, kami menemukan Pradipta yang tengah tersenyum jenaka.
"Setidaknya Spotify bajakan premium ku life time, haha."
"Habis darimana?" Mengabaikan sindiran dari Geri dan Pradipta, aku lebih memilih untuk mengganti topik. Yang tentu saja menimbulkan decakan kesal dari Geri.
"Tadi giliranku berjaga di UKS." Balasnya masih dengan senyum jenakanya.
"Kalian melihat video apa?"
"Oh, video Hero."
"Hero?"
"Ituloh siswa baru yang menolong temannya." Balas Geri.
"Kau juga taukan?"
Pradipta mengangguk. "Aku sempat bertemu dengannya tadi sehabis dia menolong Jesica."
Sedikit tertarik dengan percakapan ini, aku membalikan tubuhku untuk menghadap Pradipta sepenuhnya. "Anaknya seperti apa?"
Mendengar pertanyaan ku, Geri berdecak malas, sedangkan Pradipta terkekeh geli.
"Kenapa? Tertarik."
"Aku hanya penasaran." Balasku melindungi diri.
"Aku tidak semudah itu tertarik pada orang."
"Ya ya ya, tidak tertarik pada orang ya." Geri mencemooh.
"Katakan itu pada seorang gadis yang jatuh cinta pada Ardana hanya karena pria itu tau jawaban kuis anehmu itu."
"Itu pertanyaan langka!"
"Baik, aku tidak peduli. Silahkan dilanjutkan tuan Pradipta, siapa tau tuan putri ini bisa menggandeng tangan si anak baru yang punya jiwa pahlawan itu."
"Kenapa kalian memanggilnya begitu sih?"
Daripada menjawab pertanyaan Geri, Pradipta justru tertawa geli dengan cara Geri memanggil si anak baru "pahlawan."
"Geri yang memanggilnya seperti itu, kalau aku sih enggak."
"Menurut ku dia keren kayak pahlawan, toh, kalau aku jadi dia mungkin kubiarkan murid perempuan itu untuk jatuh ke tanah."
"Itusih namanya jahat." Cibir ku malas.
"Kan ada PMR, itu tugas mereka bukan tugasku."
"Dasar tidak punya rasa simpati, simpanse saja lebih baik darimu."

Grow UpTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang