Keping 18 - kayak Papa

95 12 8
                                    

Mereka pulang dari Lembang Park Zoo sore hari. Sempat mampir di Geger Kalong, Ledeng, hanya untuk mengisi perut. Dan, lokasi ini punya sejuta kenangan untuk Hakim bersama sang mantan kekasih.

           Selepas shalat maghrib, mereka melanjutkan perjalanan, namun Jendra mengeluh pusing, jadi yang mengemudi adalah Zuney, karena Hakim belum memiliki SIM A.

           “Lo abis makan apa tadi?” Zuney sedikit menoleh pada Jendra yang sudah memejamkan mata.

           “Es durian. Sedikit, sih.”

           Zuney terkekeh. “Makhluk Tuhan paling rugi, sih, kalau gak suka durian.”

           “Satuju!” sahut Hakim dari belakang.

           “Vansa aman, Kim?” tanya Zuney yang melihat Hakim dari kaca yang menggantung di atas dashboard.

           “Teler.”

           “Gue tidur bentar ya, Ney? Gak apa-apa, kan?” Jendra mengerutkan kening, menahan pening di kepalanya.

           “Iya, lo tidur aja. Percaya sama gue.”

           “Sok, Jen, sare, weh. Si Zuney nanti urang yang ajak ngobrol,” timpal Hakim.

           Jendra dan Vansa akhirnya tertidur, menyisakan Zuney dan Hakim yang masih asyik mengobrol. Dua manusia itu memang tidak pernah kehabisan bahan obrolan. Sampai akhirnya….

           ‘Hatcim’

           Zuney bersin. Dan kakinya otomatis menginjak rem. Kemudian menepikan mobil ke pinggir jalan. “Aduh, gue paling gak bisa kena udara lembang, deh, Kim.”

           “Maneh kedinginan, Ney, AC nya matiin aja atuh.”

           “Ney…” Jendra terbangun. “Lo kenapa?”

           “Gue gak bisa nafas, Jen. Idung gue dua-duanya mampet.”

           “Sini, gue aja yang nyetir, gue udah gak pusing.” Jendra lalu membuka seat belt. “Lo pindah aja ke belakang, tidur sama Vansa.”

           “Terus urang pindah ke depan, ya?” Hakim menunjuk diri sendiri.

           “Iya, Kim, ganti posisi.” Jendra sudah membuka pintu mobil.

           “Posisinya mau di atas apa di bawah?” Hakim benar-benar minta dihajar Jendra sepertinya. “Hehehe, ampun, bosque.”

           Jendra hanya geleng-geleng kepala, lalu pemuda itu turun dan mengitari mobil, sampai akhirnya membukakan pintu kemudi. “Ney, ayo, keluar. Biar gue yang nyetir,” ujar Jendra seraya memegang pintu mobil, dan tangan satunya lagi memegang atas mobil.

           Zuney masih melihat Jendra yang kini mencondongkan tubuh, wajah baru bangun tidurnya dapat Zuney lihat dengan jelas. “Ya lo nya awas dulu, dong, Jendra.”

           “Oiya.” Jendra menegakkan kembali tulang punggungnya. Lalu membuka jaket yang sedari tadi dikenakannya. “Pakai jaket gue dulu, ya? Lo gak kuat dingin, kan?”

           Zuney menerima jaket itu dengan ragu. “Lo jadi kedinginan, dong?”

           “Gak apa-apa. Lo lebih parah kayaknya. Suara lo udah beda, Ney, bentar lagi flu.”

           Zuney mengangguk-angguk, dan benar-benar memakai jaket Jendra, meski badannya seperti ditelan, karena ukuran jaket Jendra yang terlalu besar di tubuh Zuney. “Anget, hehehe.”

(MELINGKAR) VOL. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang