Malam ini, semua berkumpul di rumah Charlo. Rumah dua tingkat yang berhasil Charlo dapatkan dari hasil kerja kerasnya sendiri. Jika biasanya mereka berkumpul sepuluh orang, namun semenjak kepergian Arjuna, mereka harus terbiasa dengan jumlah ganjil, sembilan orang.
“Eits, kayaknya personil genk kita nambah dua orang.” Qistiya melirik Panji dan isterinya yang baru datang.
Semua menoleh pada Panji yang menggandeng wanita pilihannya itu. Lalu menyambut hangat isteri Panji.
Lalu datang Mahen dengan Kak Prima yang sedang hamil muda. Kak Prima juga membawa banyak makanan dan minuman.
“Wah! Teteh geulis, hatur nuhun pisan!” Hakim menyambut itu dengan wajah ceria dan mengambil alih tas makanan dari tangan Kak Prima.
“Kim, katanya kemarin patah hati?” tanya Kak Prima.
“Ah, si teteh, mah!” Hakim tertawa. “Udah diobatin, Teh.”
Mahen yang mengangkut banyak minuman soda dari mobil pun ikut mengobrol. “Diobatin siapa, deh?”
“Zuney.” Hakim terlihat bangga. “NAPA? HAH?!” tanya Hakim dengan nada nyolot.
Mahen tertawa. “Santai, sih?” lalu Mahen melihat-lihat rumah Charlo. “Gila, ya, sukses nih si Lolo.”
Jendra mengangguk. “Rumah impian gue banget, sih, nyaman banget gue tinggal di sini.”
“Lah? Maneh tinggal di sini, Jen?” tanya Hakim.
“Iya, sementara. Niatnya cuma semalem, tapi kata Lolo selagi belum kawin sama si Qisti gue di sini aja dulu.”
“Iya, lah, santai. Lagian gue juga tinggal sendiri, Jen,” sahut Charlo yang ikut duduk melingkar.
“Kita ngumpul mau ngapain, sih?” tanya Vannesa seraya membuka satu kaleng minuman bersoda. “Ada yang mau dirapatin?”
“Bahasa lo, Ca, rapat ceunah.” Ardana tertawa. “Kaya lagi KKN aja.”
“Gak akan ada kata rapat lagi diantara kita, gais.” Mahen memegang remot AC dan merendahkan suhu.
“Iya, gak ada yang mimpin rapat lagi soalnya,” sahut Panji pelan.
Semua termenung. Saat berkumpul seperti ini adalah waktu yang bisa dibilang krusial, mungkin, bagi mereka. Kehilangan sang ketua kelompok, dan tidak berniat untuk mencari pengganti yang akan menempati posisi Arjuna di dalam kelompok mereka.
Kak Prima menggenggam tangan Zuney, bermaksud memberi kekuatan. “Ney, kamu apa kabar? Makin cantik aja.”
Zuney tersenyum. “Baik, Kak. Selalu baik.” Lalu Zuney mengusap perut Kak Prima. “Udah berapa bulan, Kak?”
“Masuk empat. Doain, ya, aunty cantik.” Kak Prima tersenyum memandang Zuney sambil mengusap perutnya sendiri.
Vannesa yang ada di samping kanan Zuney segera menaruh dagunya di pundak Zuney, dan memeluk Zuney dari samping. “Sayangnya Eca.”
“Eh, Na, cewek lo gak dibawa?” tanya Jendra yang menyadari Ardana datang seorang diri.
“Sibuk, Jen. Udah gue ajak,” jawab Ardana sembari memakan cemilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
(MELINGKAR) VOL. 2
Fiksi PenggemarSEQUEL DARI CERITA SEBELUMNYA, YAITU MEL(INGKAR) Jadi, kalian baca dulu Mel(ingkar) ya ❤ Sulit dimengerti, ketika seseorang yang nyatanya telah pergi, namun kehadirannya masih sungguh terasa. Bagaimana caranya berbicara saja masih teringat jelas...