Oke, sebelum membaca, aku mau kasih info dulu, ya..
Ekstra chapter ini bukan sequel, melainkan potongan-potongan momen keluarga Zuney Jendra aja. Jadi alurnya pun maju mundur, gimana sekepikirannya ide aja hehe
Jadi bisa jadi tiba-tiba Qia udah remaja, terus next chapter bisa jadi Qia masih kecil. Pokoknya gitu deh hehehe
Karena sebenernya aku sendiri masih suka kangen sama mereka huhu jadi dibuatlah ekstra chapter ini.
Okaaaiiiii selamat membaca ^_^.
.
.
Liburan akhir tahun ajaran baru saja dimulai, Zuney dan Jendra pun sudah menerima rapot hasil belajar Qia selama di kelas empat SD. Anak itu memang tidak terlalu excellent dalam akademik, hal tersebut berhasil membuat Zuney mengoceh dari pagi sampai siang.
“Tapi, kan, Aku berhasil dapet bendali emas di lomba renang kemarin, Ibun…” rajuk Qia yang sebetulnya ingin mendapat apresiasi.
“Bukan masalah itu, kamu tuh kebanyakan main HP, Qia. Ibun sampai pusing deh kalau mau minta tolong sama kamu, jawabannya entar-entar mulu.”
“Yaudah, gini-gini.” Jendra yang sedari tadi memberi ruang pada Zuney untuk menasehati Qia pun mendekat dan duduk di sofa tepat di sebelah gadis kecilnya itu. “Main HP boleh, tapi waktunya Handa persingkat. Satu hari setengah jam aja. Setuju, Qia?”
Qia mendengus. “Setengah jam main apa, atuh, Handa?”
Jendra menaikkan kedua bahunya. “Oke, dua puluh menit.”
“Handa…?” Qia semakin cemberut saja.
“Sepuluh menit?” Jendra terus memangkas durasi yang membuat Qia berdecak lidah sebal.
“Oke, oke, setengah jam.” Akhirnya Qia mau tidak mau harus setuju atas saran Handanya.
Zuney mendengus. “Sekarang kamu beresin kamar,” titahnya, “Kamar anak gadis berantakan banget, heran.”
Qia meringsut ke pundak Jendra. “Ya Allah… Ini baru libur sehari tapi udah stress banget.”
Jendra tertawa pelan. “Ayo, Qia, jangan dinanti-nanti, jangan buat Ibun marah.”
“Kenapa harus diberesin, sih, Handa? Kan nanti juga ditidurin lagi, berantakan lagi.”
Zuney mendengar itu, tentu saja. “Oh yaudah, hari ini kamu gak usah makan, ya! Kan besok makan lagi.”
“Handa… tolongin…”
Jendra merogoh saku celana karena ponselnya bergetar singkat. “Bun, Ummi jadi ke sini, sekarang udah sampai stasiun. Aku jemput dulu, ya?”
Qia seketika beranjak duduk. “Ih, kok gak ada yang bilang Eyang mau ke Bandung?”
“Biarin, Ibun bilangin semuanya ke Eyang kalau cucunya susah banget dimintain tolong!”
Jendra sudah menggeleng-gelengkan kepala seraya menarik jaket kulitnya yang tergantung di dekat jemuran. Pria itu sekilas melihat ke arah Qia yang sudah terburu-buru merapikan kamarnya, dan hal itu berhasil membuat Jendra mengurut kening.
Zuney mendekat pada Jendra untuk memberikan kunci motor. “Anak siapa, sih, itu?”
Jendra tersenyum. “Iya, anak aku, anak aku.” Lalu Jendra mengusap pipi Zuney. “Aku berangkat sekarang, ya?”
Zuney mengangguk, sedikit terheran kenapa Jendra masih tetap sabar menghadapi Qia. “Iya, hati-hati. Bawa Ummi jangan ngebut-ngebut.” Selanjutnya Zuney mencium punggung tangan Jendra.
***
Suasana rumah Zuney kini nampak ramai, padahal yang datang hanya ibu mertuanya saja. Namun semua isi kulkas menjadi penuh karena Ummi seolah memindahkan seluruh isi kota Bogor ke dalam kulkas.
Ummi masih berbincang-bincang dengan Zuney, juga Qia yang ikut serta ikut dalam obrolan tersebut. Sampai akhirnya, Zuney memberi ruangan untuk Ummi untuk beristirahat.
“Qia geulis...Eyang mau istirahat di kamar Qia aja. Boleh, bageur?” Ummi membelai rambut panjang Qia.
Zuney menahan tawa ketika melihat wajah Qia yang mendadak tegang. “Boleh, dong, Eyang… Boleh bangeeeeettttt. Iya, kan, Qia?” tanya Zuney dengan senyum penuh kemenangan.
Qia meringis lalu mengangguk pelan sambil berusaha menampilkan senyum terbaik di wajah cantiknya itu. “Boleh, Eyang. Qia anterin, ya.”
Zuney masih mengekor ketika Qia dan Ibu mertuanya memasuki kamar Qia. Ruangan yang cukup luas itu terlihat cukup rapi di area kasur, membuat Zuney mengangguk-anggukkan kepala sambil kedua tangannya terlipat di depan dada.
Namun, mata Eyang yang sangat jeli itu menangkap meja belajar Qia yang masih sangat berantakan. “Ini kamar Qia? Ya Allah, Qi…”
Qia segera memungut baju kotor yang menyangsang di dekat rak buku dan cepat-cepat memasukkannya ke dalam keranjang cucian yang terdapat di sudut kamar.
“Eyang tuh dulu gak pernah kaya gini, Handa mu juga lho selalu rapi,” komentar Eyang dengan nada khas nenek-nenek.
“Tau, tuh, tiap disuruh rapihin selalu entar-entar terus, Eyang!” Zuney menambah suasana panas di ruangan ini, karena hanya saat ada Eyangnya lah Qia tidak berani menjawab.
Jendra menarik pelan tangan Zuney agar wanita itu bisa membiarkan Qia untuk dinasehati oleh Umminya.
“Apa, sih? Aku tuh pengen tetep di sana, supaya Qia berubah, Jen…” protes Zuney.
Jendra mengangsurkan segelas air putih dan menyuruh Zuney untuk duduk di kursi meja makan. “Iya, iya, Aku ngerti.”
Zuney menegak air putih hingga tandas, lalu meletakkan gelas di atas meja sambil sesekali melirik ke arah kamar Qia. “Biarin aja, sidak dadakan dari Ummi semoga bikin Qia berubah. Aku tuh beneran udah pusing ngadepin Qia, tau.”
“Iya, iya, udah malem, Ney, sekarang waktunya kamu istirahat. Biarin Ummi tidur sama Qia.”
Setelah merapikan seluruh isi rumah secara bersama, Jendra dan Zuney memasuki kamar mereka yang berada di lantai dasar. Ketika Jendra menaiki kasur, pria itu terheran. “Sayang, ini selimut Qia kenapa ada di sini?”
Zuney ikut menaiki kasur. “Kelakuan anak kamu, tuh, dia pasti langsung lempar selimutnya ke kamar kita. Mana sempet dia lipet selimut? Orang kita bener-bener gak kasih tau Qia bakal disidak, ya, kan?”
Jendra menarik selimut berwarna kuning itu dan mengembalikannya ke kamar Qia. Ketika kakinya membuka kamar puterinya yang sudah gelap, hanya lampu belajar yang masih menyala, terlihat sang Ummi yang sudah terlelap di atas kasur, dan Qia juga terlelap namun di meja belajar.
Jendra menghampiri Qia yang ketiduran, bahkan tangan gadis itu masih menggenggam pensil. Nampak buku paket matematika yang terbuka. Perlahan Jendra meletakkan pensil yang semula digenggam Qia, lalu menutup buku-buku yang masih terbuka, dan menumpuknya dengan rapi. Dan dalam satu kali hentakkan, Jendra mengangkat tubuh Qia dengan hati-hati untuk memindahkannya ke atas kasur.
Kemudian Jendra membetulkan posisi tidur Qia agar menjadi nyaman, tak lupa Jendra menyelimuti tubuh Qia sampai batas dada. Terakhir Jendra mengelus kepala Qia dan mengecup pelan kening puteri tercintanya. “Selamat tidur, Anak kesayangan Handa.”
Jendra kembali ke kamarnya, di dapati Zuney yang kini tengah bermain ponsel. “Ney, ayo tidur.”
“Sebentar, ini grup lagi rame. Kamu makannya cek hape, dong.”
Jendra mendekat pada Zuney, toh dirinya juga ada di dalam grup yang sama. “Ada apa, sih? Anak-anak bahas apa sampai malem gini?”
Zuney memperlihatkan layar ponselnya pada Jendra. “Ini Kak Prima ngundang ke acara ulang tahun Gian, yang ke-dua belas.”
Jendra ikut membaca room-chatt pada ponsel Zuney. Lalu pria itu bertanya, “kita mau siapin kado apa? Qia pasti seneng banget ketemu Kakak Gian kesayangannya itu.” Jendra terlihat sedikit menyinyir ketika menyebutkan nama anak Mahen dan Kak Prima.
Zuney tertawa. “Qia bucin banget, ya, sama Gian?”
Jendra memilih untuk membetulkan posisi bantal sebelum meletakkan kepalanya. “Iya, kaya Ibunnya.”
“Dih, kok Aku?”
“Iya, kan? Kamu juga dulu bucin banget sama Mahen.”
Zuney tertawa lagi melihat wajah Jendra yang kini meledeknya. “Cemburu, ya?”
“Enggak. Yang penting pas aku nidurin kamu, nama yang kamu sebut-sebut nama aku. Bukan Mahen.”
Zuney menimpuk Jendra dengan bantal. “Ya iya, lah, kan suami aku itu kamu!”
Jendra kini tersenyum penuh kemenangan. “Jadi mau siapin kado apa buat anaknya Mahen?”
Zuney nampak bergumam. “Aku bikin… Jus semangka aja apa, ya? Atau puding semangka? Atau…. Smoothies semang--”
“Ney, yang ulang tahun Gian, bukan Mahen. Kenapa jadi semuanya serba semangka, gitu, sih?”
“Ups.” Zuney menutup mulutnya.
Jendra berdecak lidah. “Tuh, kan, di kepala kamu tuh isinya mau ngasih Mahen, bukan Gian.” Dan kini Jendra tidur dengan membelakangi Zuney seraya menutup tubuhnya dengan selinut sampai atas kepala.
Zuney terkekeh gemas, lalu ikut masuk ke dalam selimut yang Jendra pakai, dan memeluk pinggang Jendra dari belakang. “Utututu, jangan marah… Aku tadi bercanda doang, Sayang…”
Jendra masih belum berkutik.
“Sayangku… Cintaku… Semestaku… Jendraku….”
Dan itu berhasil membuat Jendra berbalik dan menghadap Zuney serta mengurung perempuan yang dicintainya itu dalam dekapannya. “Udah, ah, tidur, jangan goda-goda aku. Nanti agendanya bukan tidur.”
Zuney terkekeh dan mulai memejamkan matanya.
.
.
.Qia main hp terus. Bikin Ibun naik darah😆
.
.
.Ibun yang selalu cantik🤍
.
.
.Hana terbaik seduniaaaa🫶
.
.
.Mahen bilang, "Apa, sih, gue diem doang masih aja kena bahasan."
.
.
.Kondisi pembaca setelah baca part ini hehehe
.
.
.
.
Haloooo
Selamat menjalankan ibadah puasa hehehehe
Semoga cerita ini bisa bikin kamu senyum ya hehehe
Sampai ketemu di chapter-chapter berikutnya ya
Bahagia dan sehat selaluuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
(MELINGKAR) VOL. 2
FanfictionSEQUEL DARI CERITA SEBELUMNYA, YAITU MEL(INGKAR) Jadi, kalian baca dulu Mel(ingkar) ya ❤ Sulit dimengerti, ketika seseorang yang nyatanya telah pergi, namun kehadirannya masih sungguh terasa. Bagaimana caranya berbicara saja masih teringat jelas...