Keping 44

81 9 9
                                    

“Ney, gimana? Si Jendra bisa datang, gak?” Charlo yang baru saja mengontrol semua persiapan pernikahannya pun menghampiri Zuney yang sedang memijit kening Qistiya yang sedang tidak enak badan.

Hari ini, adalah tiga hari menjelang pernikahan Charlo dan Qistiya. Semua temannya berkumpul, sebab Charlo meminta secara khusus agar Qistiya tidak merasa sendirian, katanya. Semua kini berkumpul di salah satu kamar hotel yang sudah Charlo pesan. Kamar itu luas, memang sengaja diperuntukkan untuk menyimpan segala barang agar tidak bolak-balik, karena acara pernikahannya akan dilaksanaka di ball room hotel ini.

Zuney mengangguk. “Insya Allah, bisa. Lo tenang aja.”

“Ney... gue pusing banget, masuk angin kali, ya?” Qistiya meracau sambil memejamkan mata.

Zuney meringis. “Lolo, ini Qisti apa gak dibawa ke dokter aja?”

Qistiya menggeleng. “Bukan lagi, Ney. Si Lolo udah datangin dokter pribadi keluarganya.”

Vannesa mengangsurkan teh manis hangat untuk Qistiya. “Duh, ini calon manten belum apa-apa udah sakit.”

Charlo duduk di samping Qistiya. “Ayank, aku harus apa supaya kamu cepet sembuh?”

Mahen menyahut, “Dulu juga isteri gue gitu, Lo. Kecapean, itu. Kuncinya ada di lo, sih. Lo harus support terus sampai acara selesai, pastiin Qisti makan, dan malamnya langsung istirahat. Jangan macem-macem.”

Charlo cemberut. “Emang gitu? Mana bisa gue?”

Hakim tertawa. “Si anjir, jangan dulu digas atuh. Harus ngerti situasi dan kondisi.”

“Atau Kak Lolo bisa main lembut.” Panji yang sedari tadi menjadi pendengar pun ikut menyahut.

Semua mata seketika memandang Panji dengan tatapan ‘Boombastic side eye’

“...Apa?” tatap Panji dengan wajah cengo.

Zuney menutup telinga Qisti dengan kedua tangannya. “Udah, lo tidur aja, gak usah dengerin anak-anak.”

Qistiya terkekeh meski matanya tetap terpejam. “Obrolan kita udah jauh banget, ya? Bahkan anggota termuda aja udah pernah main lembut, ceunah. Gue jadi gak sabar pengen nyobain.”

“HEH!” pekik Zuney dan Vannesa seketika.

Charlo tertawa sambil mengacak rambutnya. “Sama, Ayank, aku juga udah gak sabar. Janji, nanti aku bakal main lembut juga.”

“Wah...” Hakim kini meneguk air putih banyak-banyak. “Aing juga pengen, tapi sama siapa, anjir?”

Zuney sudah jengah, lalu gadis cantik itu memilih untuk keluar ruangan karena Jendra meneleponnya.

“Halo, Ney, Aku mau kabarin, aku udah sampai Jakarta, aku boleh minta tolong pesenin travel gak buat malam?”

“Eh, udah sampai? Kok gak bilang?”

“Iya, rencananya mau besok, tapi sekalian ada yang harus dikerjain di Jakarta, insya Allah aku sampai Bandung malam atau subuh.”

“Oke, oke, aku pesenin yang jam berapa maunya?”

“Jam sembilanan aja, ada gak, ya?”

“Ada, aku usahain. Nanti aku jemput di Baltos, ya?”

“Gak usah, Ney, udah malam banget. Bahaya.”

Zuney cemberut. “Yah, padahal aku pengen ketemu.”

Terdengar suara Jendra terkekeh. “Iya, nanti kita ketemu, sambil urus surat nikah ke KUA yuk, Ney? Biar cepet kelar.”

(MELINGKAR) VOL. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang