“Ney, sebelum gabung sama anak-anak, Eca boleh nyimpang dulu deket indomart gak? Soalnya sambil nganter rincian ke pembeli,” ucap Vannesa sembari menutup pintu mobil.
Yap betul, kali ini Zuney sudah menjemput Vannesa, mereka akan berkumpul kembali sambil melewati malam minggu bersama Ardana dan Hakim yang sudah menunggu mereka di salah satu tempat makan di daerah Dago atas.
“Lo mau minta anter kemanapun juga gue anterin, Ca.” Zuney terkekeh.
Vannesa tertawa. “Baik banget, sih! Eh, tapi, ini mobil lo kok kaya bau parfum cowok, Ney?”
“Iya, tadi Jendra ikut mobil gue, ketemu Umminya.”
“Wah, serius? Jendra mau satu mobil sama perempuan? Biasanya boncengan motor aja gak mau, kan?” protes Vannesa.
“Jangan salah, Jendra yang sekarang udah beda. Dia pernah lho ngajak gue lari pagi.”
“Ah, ini mah suka sama lo, Ney.” Vannesa menarik kesimpulan.
“Emang iya, Ca. Tapi...” Zuney menghela nafas. “Ya lo tau sendiri. Gue tuh kepala batu kali ya?”
“Wah? Serius?” Vannesa nampak terkejut. “Tapi ini Jendra, Ney. Seorang Jendra Dhiaulhaq, lo bener-bener gak ada rasa sama sekali? Kalau Eca, bakal cepet move on kalau yang suka modelan Jendra mah.”
“Ya buat lo aja deh, Ca.” Zuney cemberut.
“Yah... Tapi Jendranya gak suka sama Eca, Ney. Dia sukanya sama Zuney.” Lalu Vannesa melanjutkan ucapannya, “Durasi empat tahun udah lebih dari cukup untuk membuktikan ke Juna kalau lo itu setia menjaga hati, Ney.”
“Iya, sih, Ca. Jendra padahal kurang apa, ya?”
“Ney...” Vannesa memegang pundak Zuney. “Eca boleh kasih saran?”
Zuney menoleh, lalu mengangguk.
“Eca paham kalau Zuney belum bisa buka hati, tapi seenggaknya, Zuney bisa buka mata, untuk bisa lihat siapa yang sayang sama Zuney.” Vannesa berkata dengan nada yang sangat tenang. “Karena menurut Eca pribadi, selama ini fokus Zuney emang selalu Juna.”
“Gue mau nunggu Juna aja, Ca.” Zuney terlihat kembali merenung. “Jarak dan waktu bukan masalah buat gue.” Lalu Zuney melihat ke arah Vannesa. “Lo pasti capek banget ya punya temen kaya gue? Jendra juga, pasti dia lama-lama capek ngadepin gue.”
Vannesa menggeleng. “Enggak, Ney. Orang yang tepat gak akan capek sama lo.”
Zuney menginjak rem ketika lampu lalulintas menampilkan warna merah. “Paling cuma beberapa bulan aja, Ca. Gue gak yakin Jendra bisa nunggu gue yang gak selesai-selesai sama Juna.”
“Ney, percaya sama Eca. Di hati orang yang tepat, lo akan mendapatkan tempat seperti apapun diri lo. Lo akan berharga sepanjang waktu, gak cuma sementara, tapi selamanya.” Vannesa tersenyum, lalu detik berikutnya cemberut. “Jangan nangis....”
Zuney terkekeh seraya menepis air matanya. “Enggak, siapa yang nangis? Ini mah sisa air mata tadi, pas ketemu Umminya Jendra.”
“Tuh, udah ketemu, Umminya Jendra bilang apa sama Zuney?”
“Katanya gue cantik.”
KAMU SEDANG MEMBACA
(MELINGKAR) VOL. 2
FanficSEQUEL DARI CERITA SEBELUMNYA, YAITU MEL(INGKAR) Jadi, kalian baca dulu Mel(ingkar) ya ❤ Sulit dimengerti, ketika seseorang yang nyatanya telah pergi, namun kehadirannya masih sungguh terasa. Bagaimana caranya berbicara saja masih teringat jelas...