Keping 19 - Layak

88 12 5
                                    

Ardana menaruh stik PS nya yyang langsung disambar oleh Qistiya. Pemuda tampan itu memilih bangkit dan duduk di salah satu sofa yang tersedia. Lalu melirik alroji hitam yang melingkar dilengan kirinya. Sudah pukul setengah sepuluh malam, dan Zuney belum juga kembali dari lantai atas.

            “Kak, aku boleh duduk di sini?” Tanya Vansa ragu-ragu. Gadis yang tengah memegang cangkir berisi teh hangat itu ingin duduk di samping Ardana, cowok impiannya, yang sayangnya tidak tergapai.

            Ardana mengangguk, bergeser sedikit, mempersilakan Vansa untuk duduk di sampingnya. Memilih untuk focus pada ponselnya, untuk menelepon Zuney yang masih bersama Jendra di lantai atas.

            “Kak?”

            Ardana menoleh. “Apa, Dek?”

            “Aku udah ngantuk, mau pulang, tapi Aa kayaknya masih seru main PS. Kakak Ardana pulang sendiri gak?”

            Ardana menggigit bibir atasnya. “Kakak pulang sama Kak Zuney, Dek. Maaf, ya?”

            “Yah…” Vansa menunduk, melihat ke arah cangkir.

            Ardana tahu, Vansa mungkin terluka karena penolakannya. “Mm… Tadi liat apa aja di zoo?”

            Vansa menoleh cepat dan satu senyum manis terbit di wajahnya. “Banyak, ada burung unta, harimau, kelinci, alpaca, singa, burung, pokoknya banyak!”

            “Ohya? Seneng, dong?”

            Vansa mengangguk cepat. “Banget! Oh ya, tadi aku juga masuk ke istana reptil. Ketemu buaya! Abis itu—”

            Cerita Vansa terputus karena tiba-tiba saja Ardana bangkit ketika melihat Zuney dan Jendra menuruni anak tangga.

            Ardana benar-benar meninggalkan Vansa yang kini merasa sangat kecewa, cowok itu segera mendekat pada Zuney dan Jendra yang telah siap dengan jaketnya. “Lo pulang bareng gue.”

            Zuney dan Jendra menghentikkan langkah, saling pandang. Masalahnya, Jendra sudah sangat siap, dan tangannya juga sudah memutar-mutar kunci motor.

            Ardana menarik pelan tangan Zuney, sampai Zuney berada di sampingnya. Lalu Ardana melihat lurus ke arah mata Zuney yang menuntut penjelasan. “Lo-pulang-bareng-gue, Ney,” ulangnya.

            “Ya gak bisa, dong, Na. Zuney pulang bareng gue,” sergah Jendra tidak terima.

            Keributan itu berhasil merebut fokus teman-teman yang lain. Hakim, Mahen, Qistiya yang semula sedang bertarung PS pun kini menoleh.

            “Lo nganterin Zuney pake apa? Motor? Gak liat Zuney lagi flu berat gini?”

            Jendra mengepalkan tangan. Benar, memang Jendra belum punya mobil pribadi, Jendra kalah telak!

            “Lo gak bis—”

            “Sssttt, Jen, udah, ya? Udah, gue pulang sama Nana aja,” putus Zuney seraya menepuk lengan Jendra dua kali. Zuney hanya tidak ingin memperpanjang masalah.

            Jendra menghembuskan nafas kesal. Kemudian mengangguk.

            Zuney segera menarik tangan Ardana agar menjauh. “Ayok, kita pulang sekarang. Mana jaket, lo?” Zuney kelimpungan mencari jaket Ardana.

            “Ini, Kak Zuney.” Vansa memberikan jaket Ardana yang semula sudah ia lipat dengan sangat hati-hati.

            “Oke, makasih, Dek.” Zuney membentangkan jaket itu, dan benar-benar memakaikannya pada Ardana.

(MELINGKAR) VOL. 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang