Jendra masih mengemudi dengan senyum yang belum luntur dari wajahnya. Sesekali Jendra melirik pada Zuney yang tertidur akibat kelelahan mengemudi seorang diri dari Bandung. Jalanan yang macet pun tidak menjadi masalah, karena dengan begitu, Zuney bisa tertidur lebih lama. Ditambah dengan hujan yang masih mengguyur kota ini.
Selang satu jam kemudian, akhirnya keduanya tiba di rumah Jendra. Dengan begitu, perlahan Zuney membuka matanya. Lalu menggeliat, dan tanpa sengaja lengannya mengenai kepala Jendra. “Eung, sori, sori.”
“Ney, lo mau siap-siap, dulu? Semacam touch up? Soalnya Kakak gue kalau abis berkendara suka touch up sebelum keluar mobil.”
Zuney terkekeh pelan, lalu mengangguk. “Lo tau banget seluk beluk cewek, ya, Jen.”
Jendra ikut tertawa. “Yaudah, gue tunggu di luar, ya, takut lo mau benerin kerudung.”
Zuney mengacungkan ibu jarinya seraya mengucapkan terima kasih.
Setelah Zuney siap, akhirnya Zuney keluar dari mobil dan matanya bisa menangkap betapa asri rumah Jendra. Sekitar delapan tanaman gantung menambah keasrian rumah ini. Banyak juga tanaman-tanaman palem yang tersebar di berbagai sudut.
“Yuk, masuk,” ajak Jendra pada Zuney.
Ketika mereka mengucap salam, dan lagi-lagi yang keluar adalah Kak Fisya.
“Wah, Umiiii~ Anaknya udah bisa bawa cewek cantik, nih!” seru Kak Fisya antusias.
Zuney tersenyum senang mendapat sambutan hangat, karena kekhawatirannya mengecewakan keluarga Jendra karena tidak jadi datang pun sirna.
“MasyaAllah, Teh Zuney, akhirnya datang juga.” Ummi segera memeluk Zuney dengan hangat.
“Maaf, Zuney datangnya telat.” Zuney cemberut penuh permintaan maaf.
“Gak apa-apa. Hayu atuh masuk,” ajak Ummi membawa Zuney ke ruang tamu. “Mah, ini ada Zuney.” Ummi memperkenalkan Zuney ke Jiddah.
Jiddah yang sedang duduk dengan tasbih besar di tangannya pun segera mendongak. “Oh, ieu kabogoh Jendra, teh? Atuh meuni geulis pisan.”
Jendra yang baru ikut masuk pun tersenyum.
Zuney mencium punggung tangan Jiddah. “Maaf, ya, Jiddah, Zuney baru datang.”
“Gak apa-apa, sini duduk deket Jiddah.” Jiddah menepuk-nepuk sofa kosong yang berada di sampingnya.
Zuney sempat melihat ke arah Ummi dan Jendra, dan keduanya tersenyum seraya mengangguk.
Setelah merasa aman bahwa Zuney diterima dengan hangat oleh keluarganya, Jendra permisi ke kamarnya untuk berganti baju, juga membantu Abi yang sedang menyiapkan sesuatu di taman belakang.
“Ini arengnya, Bi?” tanya Jendra menunjuk pada satu karung yang berada di sudut taman.
Abi yang sedang menyiapkan panggangan pun mengangguk. “Bawa sini, Jen.”
Jendra mengangkat karung berisi areng itu ke dekat Abi. “Bi, Zuney udah datang,” bisik Jendra pada Abi.
Abi tersenyum seraya menepuk-nepuk pundak anaknya. “Yaudah, temenin Zuneynya, pasti canggung kalau gak ditemenin.”
KAMU SEDANG MEMBACA
(MELINGKAR) VOL. 2
FanfictionSEQUEL DARI CERITA SEBELUMNYA, YAITU MEL(INGKAR) Jadi, kalian baca dulu Mel(ingkar) ya ❤ Sulit dimengerti, ketika seseorang yang nyatanya telah pergi, namun kehadirannya masih sungguh terasa. Bagaimana caranya berbicara saja masih teringat jelas...