Jendra mengetuk kamarnya sendiri, karena pemuda tampan itu tahu bahwa Ummi dan Zuney sedang berada di dalam. “Ummi, udah belum sidaknya?”
Zuney dan Ummi menahan tawa.
“Kok Jendra bisa tau, sih, Mi?” tanya Zuney penasaran.
Ummi mengangkat bahu sambil terus menahan tawa. “Mungkin karena ada Teh Zuney.”
Jendra kembali mengetuk. “Aku masuk, boleh?”
Ummi segera beranjak, membuka pintu. “Kenapa? Udah kangen sama Zuney, ya?”
Jendra tak bisa menyembunyikan senyumnya, lalu pemuda itu mengusap wajahnya sendiri. “Enggak, Mi. Itu, kata Abi, makan siang bareng. Udah siap semua.”
“Ah, masa?” Ummi menggoda Jendra sambil melipat tangan di dada. Lalu Ummi mengajak Zuney untuk keluar.
Hingga akhirnya mereka sudah sampai di taman belakang. Ada sekitar sepuluh kursi yang mengitari satu meja panjang.
Jendra sibuk menaruh puluhan tusuk sate di satu piring besar yang berada di tengah meja. Lalu ada Hafidz, suami Kak Fisya yang juga ikut membantu Abi mematikan areng. Ada Abi yang kini juga ikut mengobrol bersama Ummi dan Zuney.
Jendra yang sedari tadi sibuk mondar-mandir menyiapkan semuanya pun, sesekali melirik ke arah Zuney, lalu tersenyum hangat ketika mengetahui Zuney bisa diterima dengan baik di keluarganya. Dalam hatinya, Jendra tak henti-henti untuk mengucapkan syukur pada sang Pencipta karena telah menyiapkan scenario kehidupan untuknya dengan begitu indah.
Jendra juga bisa melihat Abi, Ummi dan Zuney yang sesekali tertawa. Entah membicarakan apa, Sesekali juga Jiddah ikut mengobrol. Jendra rasa tidak perlu khawatir, karena yang menjadi bagian paling penting adalah Zuney bisa merasa bahagia berada di sini.
Kegiatan makan siang kali ini rasanya begitu ceria dan membahagiakan. Ummi dan Abi tak lupa untuk menceritakan semua kelakuan Jendra semasa kecil. Yang berhasil membuat semua tertawa.
“Teh Zuney pasti gak akan percaya, Jendra itu waktu kelas satu masih iqra satu. Aduh, Ummi sampai pusing ngajarinnya. Tiap mau ngaji, pasti mintanya main bola dulu, abis main bola, capek dia, lanjut tidur. Gitu aja terus setiap hari.” Ummi bercerita dengan semangat.
“Ummi, tolong jangan dilanjut, ya,” mohon Jendra dengan wajah melas. Lalu Jendra meminta pertolongan pada neneknya. “Jiddah… Tolongin…”
Jiddah tertawa sambil mengusap puncak kepala Jendra.
“Temen-temennya udah di al-quran semua, Ummi sama Abi sampai mikir, apa Jendra ada kekurangan?”
Zuney benar-benar tertawa sekarang. “Yaampun, masa, sih, Mi?”
“Ummi, enggak, ya. Aku bahkan bisa sampai di Al-Quran pas kelas tiga.” Jendra membela dirinya sendiri.
“Iya, iya, Abi percaya Jendra mah pinter.” Abi bahkan sampai menepuk-nepuk pundak Jendra, memvalidasi bahwa anaknya itu pintar.
Tak lama, mereka mendengar deru mobil yang berhenti di depan rumah. Abi dan Ummi bahkan saling pandang. Adakah yang akan bertamu?
“Biar Fisya aja yang bukain pintu,” ujar Kak Fisya seraya beranjak berdiri.
“Ummi ngundang siapa lagi memangnya?” tanya Abi.
KAMU SEDANG MEMBACA
(MELINGKAR) VOL. 2
Fiksi PenggemarSEQUEL DARI CERITA SEBELUMNYA, YAITU MEL(INGKAR) Jadi, kalian baca dulu Mel(ingkar) ya ❤ Sulit dimengerti, ketika seseorang yang nyatanya telah pergi, namun kehadirannya masih sungguh terasa. Bagaimana caranya berbicara saja masih teringat jelas...