4. Ibu

112 23 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



Langkahnya terkesan terburu-buru. Sepasang kaki berbalut celana bahan warna abu-abu itu lantas berhenti tepat di hadapan satpam yang berjaga di pintu utama.

"Permisi, Mas. Kalau kamar rawat inap itu di sebelah mana, ya?" tanyanya.

"Lewat tangga sebelah sana atau biar lebih cepat pakai lift aja, Bu," jawab satpam tersebut.

Wanita yang surainya tertutup kerudung segi empat itu mengangguk sopan seraya mengucap banyak kata terima kasih.

Sesuai instruksi, wanita itu memacu lari kala pintu lift yang di dalamnya sudah terisi beberapa orang hendak tertutup.

"Lantai berapa, Bu?" tanya salah satu penghuni lift, kebetulan seorang perawat laki-laki.

"Lantai berapa, ya, itu .... Saya lupa, Dek," jawabnya tampak kebingungan.

Si perawat tersenyum memaklumi, lantas jarinya memencet tombol dengan angka tiga.

"Lantai tiga, Dek." Wanita yang hampir menginjak kepala enam itu berseru tiba-tiba.

"Iya, Bu."

"Saya juga di lantai tiga." Di belakang tubuh keduanya, seseorang menyambar.

Tak butuh waktu lama, wanita berjilbab itu keluar dari 'kotak ajaib'. Langkahnya kembali digerakkan lebar-lebar di koridor bangsal.

Ia berhenti lagi tepat di meja yang terdapat banyak perawat. "Permisi, Dek. Kalau kamarnya Mona Agnesta di mana, ya?"

"Mona yang itu tuh, ya?" Perawat tersebut justru bertanya pada temannya.

"Iya, itu. Yang namanya Mona cuma dia doang," sahut perawat satunya.

"Mona di kamar tiga belas, Bu. Tapi sepertinya Ibu bakal susah masuk." Perawat itu mengatakan kemungkinan terburuk, karena sejak Mona dirawat, kamar itu dijaga ketat oleh dua polisi yang berjaga.

"Kalau Ibu-nya yang masuk, nggak boleh juga?"

Si perawat menggeleng-gelengkan kepalanya. "Saya kurang tahu, Bu."

Wanita berjilbab itu mengembuskan napas panjang. "Padahal Ibu kangen berat sama Mona," cicitnya sendu.

Bertepatan dengan itu, Ari yang baru kembali dari luar tertarik untuk menghentikan langkah. Matanya berbinar kala sadar siapa wanita berjilbab itu.

"Ibu Soraya, 'kan?" tebak Ari.

Wanita itu berbalik badan. "Iya, benar." Ia menjawab dengan ragu sebab bingung mengapa Ari yang tampak asing bisa mengetahui namanya.

Tanpa aba-aba, Ari meraih tangan Soraya. "Saya Ari, detektif yang menangani kasus Mona," katanya memperkenalkan. "Ibu ingat, dua hari lalu saya berkunjung ke panti asuhan?"

Sepasang alis Soraya hampir bertaut, mencoba mengingat-ingat wajah Ari, dan tak lama kemudian air mukanya terlihat begitu antusias. "Iya, saya ingat. Jadi gimana perkembangannya? Yang saya bilang benar, 'kan, kalau Mona tidak bersalah?"

In The RefrigeratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang