23. Manusia Pada Umumnya

88 14 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Tahap demi tahapan dilalui tanpa hambatan. Beberapa orang bersedia menjadi saksi di persidangan akhir Seno satu bulan lalu, termasuk Mona, Emil dan siswi yang melihat kehadiran guru sains saat malam kejadian.

Menurut pasal 338 KUHP, Seno dijatuhi hukuman kurungan penjara lima belas tahun lamanya.

Sebuah putusan yang sedikit meredakan rasa kehilangan kedua orangtua angkat Kai.

Perlahan hidup Mona kembali normal seperti remaja seusianya. Karena rajin melakukan kemoterapi, gadis itu hanya memerlukan satu tongkat kruk saja untuk membantunya beraktivitas.

Kabar baik, Mona juga sudah mulai bersekolah, meski harus diantar jemput ojek online.

Pernah sekali di hari pertama Mona kembali menginjak lantai gedung penimba ilmu, Soraya tanpa bosannya menunggu di pos satpam. Untung saja, wali kelas mengerti, mengizinkan Mona untuk pulang lebih awal.

Namun, memori yang hilang, belum juga kembali.

Mona sungguh tak mengerti mengapa sangat sulit mengingat kejadian malam itu. Cedera di kepala tidak terlalu parah sampai ingatannya begitu betah terhapus dari memori. Bahkan, saat reka adegan dan duduk di kursi saksi, Mona dikendalikan oleh Seno.

Entah hukuman yang tengah Seno jalani memang putusan tepat atau bahkan keliru, Mona berdoa semoga tidak ada kata sesal pada akhirnya.

Suara peluit memenuhi luasnya lapangan multifungsi. Karena merasa sudah banyak mengisi absensi mata pelajaran penjaskes dengan ketidak hadiran, memutuskannya Mona untuk menampakkan diri kali ini.

Kini, di kursi tribun, pergelangan kaki kiri menjadi fokusnya. Seragam biru langit yang panjang celananya terlihat tidak rata karena sebelah kiri digulung sampai bawah lutut.

Mona membuang napasnya cukup panjang, lantas wajah ia dongakkan. Aktivitas dari teman-temannya di tengah lapangan sana yang sedang melakukan pemanasan dipimpin oleh seksi olahraga.

"Tu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan."

Dengan kompak hitungan disuarakan. Kepala ditengokkan ke kanan kemudian ke kiri. Kaki di lipat ke depan dengan kedua tangan yang memeluknya, posisi paling membuat para siswi heboh karena tak mampu menyeimbangkan diri.

Memperhatikan itu, tidak dipungkiri Mona merasa sedih. Biasanya, Mona dipaksa berdiri paling depan karena tubuhnya yang terbilang pendek, atau sesekali ikut menjadi instruktur pemanasan karena di kelas tidak memiliki peran apa-apa.

Setelah itu, akan ada Kai dengan perhatian memberinya sebotol minuman isotonik dingin saat istirahat tiba.

"Mona!"

Saat namanya disebut, lamunan Mona sontak membuyar.

"Iya?!" Mona sedikit meninggikan oktaf suaranya, sebab yang memanggil berasal dari seorang siswi di tengah-tengah lapangan.

In The RefrigeratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang