Epilog

144 15 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Vintage menjadi tema. Di halaman villa yang luas, resepsi pernikahan digelar. Mempelai wanita tampak cantik nan elegan terbalut long sleeve vintage wedding dress warna kennedy blue, sedangkan pria di sampingnya terlihat gagah dengan warna cobalt blue dalam three-piece suit.

Pukul tiga sore, acara sesuai dengan rencana; lancar. Banyak tamu hilir mudik menyapa para kerabat, ada yang sibuk menikmati makanan atau beberapa jenis desert si meja prasmanan. Edward antusias kala didatangi pria berkemeja, tangannya dijabat seraya bahu dicekal pria yang tak lain adalah Seto.

"Lucky banget kamu, Ward," ucap Seto.

Edward manggut-manggut. "Nenek moyang saya pasti orang baik, makanya saya bisa dapatin Moza yang super baik," sahutnya sambil melirik sang istri.

Moza tersipu mendengarnya.

"Hahahaha, bisa aja kamu." Seto menepuk bahu Edward. "Semoga jadi keluarga cemara dan diberi buah hati yang nggak kalah baik."

"Aamiin," ucap kedua mempelai kompak.

Usai bercengkrama singkat karena banyak tamu yang menunggu giliran memberi selamat, satu pertanyaan disuarakan Edward, "Ari ke mana, Pak? Datang, kan, dia?"

"Lho, kamu belum dengar, ya, kalau Ari mengundurkan diri?"

Edward melotot terkejut. "Sejak kapan?"

"Tepatnya setelah kematian Mona, dan sejak saat itu, saya kehilangan komunikasi."

Pengacara itu melirik Moza yang tengah berpose saat temannya memotret. "Yang lain gimana?"

Seto menggeleng. "Sama. Ari seperti ditelan bumi, dia juga pindah rumah tanpa ada yang tahu. Pagi-pagi surat pengunduran diri sudah ada di atas meja pimpinan."

Edward menghela napas cukup panjang. "Semoga Ari nggak menyusul mereka."

"Saya sangat berharap begitu."






"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


A/N:

AAAAAAAAAAA akhirnya tamat juga. Cerita yang nggak aku banget, karena bikin otak berasa lagi diperes. Riset, riset dan riset yang akhirnya pusing sendiri.

Nggak satu-dua kali pikiran mau nyerah seliweran di kepala aku, tapi kalau nyerah, idenya jadi sayang. Udah bikin pusing, malah gagal. Kan, nggak banget.

Pokoknya terima kasih untuk waktu yang kalian luangkan untuk baca cerita aku.

See you, yall.

In The RefrigeratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang