Tidak ada gerak tambahan dari tubuh Seno saat kalimat Ari terseloroh, membuat si detektif memicingkan mata penuh curiga.
Ari memutuskan menghampiri. Saat tubuhnya sudah tepat di belakang Seno, guru itu lantas berbalik.
Tatapan menyelidik masih setia Ari beri, lain halnya dengan Seno yang justru terkikik seorang diri, padahal tidak ada yang sedang melempar lelucon.
"Pak Seno, pertanyaan saya tadi bukan bahan candaan," tegur Ari tak suka.
Seno sontak menghentikan tawa renyahnya, berlanjut dengan berdeham beberapa kali.
Air muka yang semula santai, kini berganti menjadi raut serius. "Kai murid sekaligus anggota klub sains yang saya bina, Pak. Terlalu kelewatan jika saya tidak mengenal bagaimana kehidupan Kai. Lagipula, Kai termasuk anak yang banyak bicara, tidak jarang dia cerita tentang kesehariannya, termasuk juga bagaimana perasaan Kai saat berteman dengan Mona."
Meski garis wajah Pak Seno tampak meyakinkan kala bertutur kata, Ari tetap tidak percaya sepenuhnya. Cerita Seno terdengar begitu berlebihan. Pikirnya, mana mungkin seorang murid bisa seterbuka itu sampai menceritakan kegiatannya kepada seorang guru, terkecuali jika ada hubungan lebih dari sekadar pemberi ilmu dan pencari ilmu.
Sadar dengan diamnya Ari, Seno hanya mampu mengulas senyum. "Berlebihan, ya?"
Ari terkesiap, garis wajah dengan cepat pria itu ubah menjadi lebih santai dari sebelumnya.
"Bapak nggak curiga ke saya, 'kan?" Gaya bicara Seno kini tak lagi formal.
Anggukan dilakukan Ari tanpa ragu. "Sedikit," jawabnya.
Seno kembali dengan tawa renyahnya. "Gimana kalau kita lanjut jalan aja, Pak?"
Menyetujui tanpa banyak bicara, ayunan langkah mereka terhenti tepat di depan pintu dengan label XI IPA 5.
"Ini kelasnya, Pak," ucap Seno.
Lewat jendela, Ari leluasa melihat aktivitas para remaja dengan banyak kegiatan di dalam sana. Tampak tak kondusif dan tentu saja berisik.
"Mohon dimaklumi. Anak-anak susah diatur kalau jam kosong," tuturnya merasa tidak enak.
"Woi! Woi! Woi! Ada Pak Seno, ada Pak Seno!" seru salah satu siswa sambil menunjuk lurus guru tersebut.
Serempak atensi beralih ke ambang pintu yang baru Seno buka. Kelas yang riuh menjadi senyap tanpa diintruksikan terlebih dahulu, juga dengan berbagai cara menatap mereka yang tidak mampu Ari artikan.
"Bapak kenapa ke sini?" tanya seorang siswi yang tengah memegang penghapus papan tulis.
"Emang ada, ya, mapel sains hari ini?" lanjut siswi yang bertanya pada sang teman.
"Adanya lusa," jawabnya.
Seno berdecih samar. Meski tidak disambut hangat, guru tersebut tetap masuk tanpa ragu. "Saya ke sini cuma mau panggil ketua kelas. Dinda, kamu ke sini sebentar," titahnya bersama telapak tangan digerakkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Refrigerator
Mystery / ThrillerMona terbangun dari koma dalam kondisi tangan diborgol tanpa tahu apa yang telah dirinya perbuat. Dituduh menjadi pembunuh teman akrabnya, Mona tidak bisa berkutik saat bukti-bukti kuat menjurus kepadanya. Lantas, bagaimana nasib Mona setelah itu? H...