17. Iza

78 11 0
                                    


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Kurang lebih lima belas menit lalu, usai bercengkrama dengan Edward yang terhitung sudah enam tahun lamanya tidak terjadi, Ari izin undur diri untuk memenuhi janji temu dengan seseorang yang sudah sejak lama ingin ia jumpai.

Saat baru menginjak lantai coffee shop yang sebelumnya disinggahi, perhatian Ari diambil penuh oleh seorang gadis yang terus menengok kanan-kiri di sebuah kursi dengan meja persegi dekat dengan dinding. Kakinya lantas bergerak maju, menghampiri gadis itu.

"Iza, ya?" tanya Ari memastikan.

Gadis itu sontak mendongak, lalu mengangguk-anggukkan kepalanya.

Buah bibir mengulas senyuman, Ari mengulurkan jabatan tangan masih dalam posisi berdiri. "Saya Ari, detektif Ari, orang yang menghubungi kamu," ucapnya memperkenalkan diri.

Menit pertama uluran tangan detektif itu hanya dipandang saja, namun setelahnya Iza terkesiap untuk menjabatnya. "Iza," sahut Iza bersama senyum tipis.

"Saya duduk, ya?" ucap Ari sebagai formalitas semata. Meskipun seandainya tidak mendapatkan izin, ia akan tetap duduk.

"Duduk aja." Iza mempersilakan.

Ari mendudukkan diri setelah menarik kursi seberang meja. Tepat di hadapan gadis itu terdapat gelas yang hampir tandas isinya, alhasil si detektif menyuarakan sebuah tawaran, "Mau saya pesankan minum lagi?"

Kedua alis Iza terangkat bingung.

"Biar sekalian sama saya," lanjutnya.

"Nggak perlu, makasih," tolak Iza. Dari gerak-geriknya sungguh terlihat jika remaja ini merasa tidak nyaman.

Ari angkat kaki menuju meja barista, memesan dua minuman tanpa peduli akan diterima atau tidak oleh gadis remaja ini.

Meja persegi itu kembali ditempati. Secangkir kopi dengan asap tak kasat mengepul ke udara diserahkan ke Iza yang memandangnya heran.

"Nggak apa-apa. Kurang enak kalau cuma saya yang minum," jelas Ari sebelum kalimat protes keluar dari mulut Iza.

Iza tersenyum tipis, lebih seperti senyum terpaksa. "Makasih,”"ucapnya teramat pelan.

"Mmm ... Iza, sebelumnya saya mau berterima kasih karena kamu mau meluangkan waktu untuk bertemu sa—"

"Pak." Suara Iza sukses memotong kalimat Ari. "Kalau saran dari saya, mending langsung ke topik aja."

In The RefrigeratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang