Mona tidak mengerti dengan dirinya, mendapatkan kabar jika Seno sudah mengakui perbuatan keji terhadap sang sahabat, seharusnya ia senang. Namun, entah karena apa, Mona tidak merasakan hal serupa, seperti ada yang mengganjal di hatinya.
Pagi pukul sembilan, Mona duduk merenung di depan jendela kamar yang terbuka lebar. Tidak ada hari tanpa mendengar suara anak-anak yang saling bersahut-sahutan. Tangis-tawa, terkadang teriakan atau bahkan meraung, telinga Mona sudah terbiasa dengan hal itu. Justru jika tempat penuh cinta dan kasih sayang ini sepi, akan menjadi hal aneh.
Tok. Tok. Tok.
Atensi Mona teralihkan, buah bibirnya mengulas senyum kepada Soraya yang datang dengan segelas penuh air putih.
"Obatnya udah ketemu," ucap Soraya riang sembari mengangkat tinggi-tinggi kantung plastik obat berwarna putih.
Seharusnya pil-pil itu dikonsumsi pagi-pagi usai sarapan, tapi betapa cerobohnya Soraya yang melupakan kali terakhir meletakkannya di mana.
Mona terkikik geli, geleng-geleng kepala heran dengan tingkah Ibunya itu. "Taruh mana?"
"Di lemari baju anak-anak," jawabnya sambil menyengir kuda.
Gadis itu semakin dibuat tak habis pikir. "Lho ... kenapa bisa ada di sana?"
"Ternyata kebawa waktu Ibu gantiin baju anak-anak yang ngompol. Duh ... makin tua makin pikun," keluh Soraya sambil menepuk keningnya.
"Manusiawi, kok, Bu. Aku aja yang masih muda udah pikun sampai bikin orang-orang kesusahan." Kalimat disuarakan dengan wajah ceria, Mona memang hanya sekadar mengeluarkan kata-kata saja tanpa bermaksud meratapi nasibnya. Namun, Soraya menangkap itu sebagai ungkapan kesedihan.
"Yang sabar. Ibu yakin, ingatan kamu akan pulih secepatnya." Soraya mencoba menenangkan, tangannya naik-turun mengelus surai hitam remaja di kursi roda itu.
Mona mendongak, menatap Soraya kesal dengan bibirnya yang berdecak sebal. "Kok, jadi melow, sih, Bu? Nggak asik, ah."
Soraya tertawa kecil. "Kamu yang mancing, Ibu cuma kebawa suasana aja." Ibu membela diri.
Tawa itu menular pada Mona, si gadis yang masih saja gelisah dengan apa yang terjadi saat ini.
🔪🔪🔪Dibantu Soraya, Mona sudah siap dengan pakaiannya yang rapi. Sesuai jadwal yang sudah ditentukan, siang ini Mona akan melakukan kemoterapi di rumah sakit.
Soraya bilang dirinya tidak bisa menemani. Mona tentu tahu alasannya, yang tidak lain karena panti akan kedatangan pendonasi dari satu perusahaan yang sejak pertama kali tempat ini berdiri, sudah melakukan kegiatan terpuji itu.
"Sebenernya aku nggak apa-apa, lho, Bu, ke rumah sakit sendirian. Lagian tangan aku juga udah kuat buat derek rodanya, dan kalaupun kesulitan bakal ada perawat yang bantu," ujar Mona.
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Refrigerator
Mystery / ThrillerMona terbangun dari koma dalam kondisi tangan diborgol tanpa tahu apa yang telah dirinya perbuat. Dituduh menjadi pembunuh teman akrabnya, Mona tidak bisa berkutik saat bukti-bukti kuat menjurus kepadanya. Lantas, bagaimana nasib Mona setelah itu? H...