12. Alibi Emil

89 13 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Setelah mendapat informasi di mana letak ruang laboratorium dari gadis tadi, tanpa ragu sepasang kaki Emil melangkah lebar-lebar.

Jantungnya berdegup kencang. Meski tidak tahu siapa Pak Seno atau apa tujuan kedatangan guru itu malam-malam begini datang ke sekolah, yang pasti perasaannya menjadi tak karuan.

Kepala Emil terus mendongak serta penglihatan yang harus tetap tajam. Di waktu paling baik untuk mengistirahatkan tubuh, tentu koridor lantai satu tampak remang-remang, meski bukan hanya satu-dua lampu yang terpasang.

Pintu dengan label ruang laboratorium akhirnya Emil temukan, tanpa banyak berpikir, pemuda itu menerobos masuk.

Kesan pertama yang matanya tangkap adalah gelap, membuat Emil gerak cepat merogoh saku jaket denim untuk mengeluarkan gawai.

Sorot senter dari ponsel menjadi penerang. Emil kini sungguh tidak mengenal kata takut, si empu bahkan masuk lebih dalam ke ruang lab dengan langkah hati-hati.

"Kai!" panggilnya menggema di setiap penjuru ruangan.

"Kai, kamu ada di sini, ya?" Bertanya pada angin, Emil masih teguh untuk menelusuri tempat itu.

"Kaiii! Ini aku, Emil."

"Ka--"

Hingga, saat di mana cahaya flash mengarah ke lantai dekat dengan meja di sudut ruangan, mata Emil dibuat membelalak lebar sampai ucapannya terjeda.

"Akh! Darah!" pekiknya keras.

Tubuh Emil sontak terjerembab ke lantai, sampai membuat ponsel terlempar jauh dari jangkauan.

Posisi tersebut tak bertahan lama, sebab Emil cepat sadar untuk bangun dan meraih benda elektronik berbentuk persegi panjang pipih dalam genggaman.

Tidak kapok, Emil kembali mengarahkan flash ke bercak darah yang tampak masih segar.

"Kai ...," gumamnya.

Kepala Emil semakin tidak bisa diajak berpikir jernih. Tak lama, samar-samar indera pendengarannya menangkap suara. Dengan cepat, langkah lebar dilakukan pemuda itu keluar ruangan.

Koridor sepi dilewati, hanya mengandalkan suara samar, Emil memutuskan masuk ke ruangan yang paling gelap dari ruangan lainnya.

"Nggak tahu diri. Lepasin tangan lo dari rambut gue!"

"Tapi kamu yang jambak aku!"

"Karena lo perlu dijambak, berengsek! Lepas, nggak?!"

"Nggak! Kamu yang harus lepasin duluan!"

Emil tak melihat dengan jelas wajah wanita yang saling menjambak rambut satu sama lain dengan radius kurang lebih empat meter di depannya. Namun, ia yakini jika salah satu di antara mereka adalah Kai.

In The RefrigeratorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang