"Pak Edward nggak mau pulang?" tanya Mona saat mulutnya penuh dengan nasi.
Edward yang sedari tadi telaten menyuapi gadis itu tak mengalihkan pandangannya dari piring di atas pangkuan. "Emangnya kamu mau saya tinggal sendirian?" Ia justru balik bertanya.
"Pak Edward suruh Ibu kirim satu anak buat tungguin aku aja," sahutnya kala menerima suapan yang entah sudah ke berapa kalinya.
"Nggak bisa."
Tanggapan Edward sukses menghentikan gerakan mengunyah Mona. "Kenapa nggak bisa, Pak? Pak Edward nggak mau telfon Ibu buat aku? Aku, kan, klien Pak Edward yang harus Pak Edward layani."
Kepala Edward sontak mendongak. "Saya ini pengacara, bukan pelayan kamu. Kata melayani yang kamu pakai tadi nggak pantas diberikan kepada saya, Mona."
Nyali Mona langsung menciut kala mendapatkan teguran serupa, alhasil yang bisa ia lakukan hanya menunduk dalam, merutuki kalimat yang keluar tanpa beban dari mulutnya.
Terdengar helaan napas panjang dari Edward. "Maaf sudah bikin kamu merasa kurang nyaman, tapi untuk mengabulkan permintaan kamu itu di luar kendali saya."
Perlahan kepala Mona terangkat, fokusnya kembali diambil sang pengacara.
"Kamu ini bukan pasien biasa, nggak bisa sembarangan orang leluasa keluar-masuk. Bahkan, di depan pintu sana ada dua polisi yang terus berjaga," jelasnya.
Tidak ada alasan bagi Mona untuk melahap dengan nikmat santapan sore berupa nasi dan beberapa potongan berbentuk dadu daging sapi, terlebih saat fakta lagi-lagi menamparnya telak, seolah tidak memberi waktu barang sebentar saja untuk dirinya melupakan sejenak apa yang telah terjadi.
"Mona," panggil Edward.
Si empu pemilik nama mengangkat wajahnya.
"Saya tahu kamu sedih dengan keadaan saat ini, tapi menurut saya, lebih baik kamu fokus mengingat kejadian malam itu saja," lanjutnya memberi titah.
"Tapi, Pak, kenapa waktu pertama kali kita ketemu Pak Edward malah kasih saran ke aku untuk jangan pernah ingat kejadian itu?" Sampai detik ini, Mona sungguh penasaran mengapa Edward mengatakan hal tersebut.
Edward mengulas senyum, lantas sendok berisi nasi lengkap dengan irisan daging ia ulurkan ke mulut Mona. "Kira-kira kenapa saya memberi saran seperti itu?" Pengacara itu justru balik melempar tanya.
Mona tak langsung menjawab. Bola matanya mengarah ke atas, mencoba menemukan jawaban.
"Santai saja, Mona. Pertanyaan tadi bukan kuis yang wajib kamu ketahui jawabannya," ujar pengacara itu kala gadis di depannya menunjukkan raut kebingungan. "Mending makan lagi, yuk. Nih, aaa ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
In The Refrigerator
Misterio / SuspensoMona terbangun dari koma dalam kondisi tangan diborgol tanpa tahu apa yang telah dirinya perbuat. Dituduh menjadi pembunuh teman akrabnya, Mona tidak bisa berkutik saat bukti-bukti kuat menjurus kepadanya. Lantas, bagaimana nasib Mona setelah itu? H...