ATST #50

1.3K 234 33
                                    

Malam, Dears!

Bab ini adalah reward bagi kalian yang sudah memenuhi tantangan dari Hara. Meskipun butuh waktu lebih lama—enggak 6 jam seperti perkiraan Hara, tetapi kalian berhasil menuhin 150 votes dan 50 komentar. Bahkan lebih.

Terima kasih.

Lope sekebon deh buat kalian. ❤️

Nah, untuk bab selanjutnya masih sama syarat update-nya, ya?

Siap?

Here we go ...

Jangan lupa share juga cerita ini ke teman kalian.

Happy reading!

***

Aulia menekuk wajah. Kakinya bergerak-gerak menjejak lantai di bawah meja. Tangannya sibuk memilin lipatan piyama. Sekali dua kali dia akan merengek kepada Wina. Mamanya itu terus saja memelototi dan menyuruh Aulia diam.

Mereka berdua memang sudah berada di rumah Aulia. Awalnya Wina hendak mendudukkan, lalu menginterogasi Aulia dan Wira, tetapi Romi meminta Wina membawa Aulia pulang. Romi mengatakan ingin berbicara dengan Wira berdua saja sebagai sesama pria.

"Ma ...." Aulia kembali berusaha membujuk Wina.

"Ssst! Diam, Aul! Mama tuh pusing. Kayaknya migrain sama darah tinggi Mama kumat gara-gara kamu."

"Sejak kapan Mama punya darah tinggi coba," sahutnya. Kendati apa yang dia katakan adalah fakta, roman-romannya Wina tidak akan lelah berdrama. Aulia mendesah panjang. Dia menyandarkan kepala ke sofa. "Aku tuh enggak ngapa-ngapain sama Wira, Ma. Kenapa enggak ada yang percaya, sih. Lagian kenapa juga Mama sama Papa ke sini pagi-pagi?"

Wina mencubit lengan Aulia. Dia menulikan telinga dengan pekikan kesakitan putrinya. Kepanikan yang sempat menghampirinya perkara Aulia tak menunjukkan tanda-tanda berada di rumah, dalam sekejap berubah menjadi berang. Apalagi hari ini dia berkunjung tak sendirian, melainkan bersama suaminya.

"Oh, jadi kalau Mama sama Papa enggak ke sini, kamu sama Wira bisa bebas nginep-nginepan, gitu? Untung yang mergokin kalian tuh Mama sama Papa, ya. Coba kalau Pak RT atau tetangga. Kamu pikir apa yang bakal mereka gunjingkan soal kamu sama Wira?" omel Wina.

"Aku kan, sudah jelasin, Ma. Semua ini enggak sengaja. Semalam kita itu nonton film. Terus aku ketiduran. Sudah. Enggak ada apa-apa. Tadi Mama lihat sendiri kan, kalau Wira lagi nyiapin sarapan." Aulia menggosok-gosok lengannya yang tadi dicubit Wina.

"Ya tetap saja—"

"Ma ...." Aulia beringsut mendekat. Dia memegang tangan Wina dan menggoyang-goyangkannya.

"Apa sih, Aul? Jauhan, ah! Mama lagi mau marah nih sama kamu."

Aulia tak menggubris peringatan Wina. Dia bahkan semakin merapat. Tangannya memeluk Wina dari samping hingga mamanya itu tak bisa bergerak. Dengan wajah memelas, dia berujar, "Aulia minta maaf. Janji enggak bakal aku ulangi lagi. Tapi Mama minta Papa pulang sekarang, ya? Kasihan Wira."

Wina berusaha melepas belitan tangan Aulia di badannya. Beberapa kali mencoba, dia akhirnya menyerah. Aulia benar-benar memeluknya erat bak anak koala.

"Urusan Wira biar apa kata Papa kamu. Kalau yang kamu katakan benar, Wira juga pasti masih bernapas sampai sekarang. Sebentar lagi juga Papa kamu balik sendiri. Rumah kamu sama Wira ini cuma beberapa langkah saja lho, Aul. Kamu jangan banyak drama, deh."

AT THE SAME TIME [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang