ATST #38

1.3K 227 67
                                    

Sore, Dears!

Karena Hara nanti malam ada kerjaan, jadi updatenya sore saja. Sekalian buat nemenin malam minggu kalian nanti.

Ramein, ya!

Bagi yang sudah baca ADD PART 2 | ATST tolong diem-diem bae. Biar yang belum baca penasaran. Wkwk

Oke, yuk, langsung!

Vote, comment, and share cerita ini ke teman kalian.

Happy reading!








***








Aulia berguling-guling di atas ranjang. Sudah tak terhitung berapa kali dia mengecek ponsel. Sepanjang hari ini dia was-was, takut Wina tiba-tiba menghubunginya. Dia beberapa kali mengubah jawaban yang sengaja dia siapkan. Dia juga belajar menata ekspresi agar terlihat memelas. Alasannya, Wina biasanya mudah luluh jika dia sudah bersikap demikian.

Dia berdecak kesal seraya merebahkan kepala ke atas bantal. Dalam posisi telungkup, dia membungkam erangan. Kejadian di dalam mobil kembali berputar. Bak gerakan lambat, semua ketidaksengajaan itu kian nyata dan jelas.

Bertumpu dagu, Aulia menyembul dengan wajah memerah. Segera dia mengubah posisi menjadi terlentang. Menatap langit-langit kamar, dia mengarahkan tangan ke dada. Detakan jantungnya sangat cepat hingga dia takut organ terpentingnya itu berakhir meledak biar terus-terusan dibiarkan.

"Aish! Kenapa enggak mau hilang, sih, dari otak gue?"

Aulia buru-buru bangun sembari mengacak rambut asal-asalan. Dia melipat bibir ke dalam. Selang beberapa detik, jari telunjuknya telah hinggap di bibir bawah. Dirabanya pelan bibirnya yang lembap. Memejamkan mata, dia seolah-olah bisa merasakan sentuhan bibir Wira yang sanggup membuatnya hilang akal meskipun sesaat.

Aulia tak mengelak bahwa Wira sangat andal dalam melakukannya. Entah Wira yang cepat belajar atau mungkin memang sudah berpengalaman. Dia tak tahu mana dari dua kemungkinan itu yang benar.

Aulia hanya tahu bahwa Wira sangat hati-hati dan lembut saat mencumbui bibirnya. Pria itu seolah-olah tahu bagaimana memberikan ciuman pertama yang menakjubkan bagi dirinya yang awam.

Rasa panas perlahan menjalar, lantas merebak di kedua pipi Aulia. Dia memberikan tepukan-tepukan ringan sambil menggeleng-geleng kecil guna meraih kesadaran. Apalagi ketika dia ingat seberapa kacau dirinya sampai membuat Wira sibuk menenangkan.

Aulia mendesah. Dia membanting punggung ke ranjang. Kelopak matanya mengerjap-ngerjap. Dia pikir, dengan tak sengaja melakukannya dengan Wira, saran Helen berjalan baik pada dirinya.

Namun, pada akhirnya dia bertekuk lutut pada penyakitnya. Semua kenangan buruk nan menjijikkan itu terus menghantui Aulia tanpa ampun. Tubuhnya bahkan langsung merespon cepat seolah-olah mengingat dan hafal bagaimana rasa sakitnya.

"Helen, gue gagal. Gue rasa, gue memang enggak mungkin menikah," gumam Aulia. Pandangannya kosong, tetapi lelehan hangat air mata meluncur turun membasahi pelipis.

Dia belum mengabari Helen apa pun. Psikiaternya itu pasti akan sangat terkejut mendengar progressnya yang cepat. Bagaimana tidak, terakhir Helen mengusulkan, Aulia begitu pesimis bisa melakukan saran darinya. Baginya, saran Helen terlalu mengada-ada dan tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat. Kenyataannya, dia malah mendapatkan kesempatan itu secara tidak sengaja.

AT THE SAME TIME [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang