ATST #30

1.1K 201 41
                                    

Malam, Dears!

Semoga ada yang belum tidur. Yang keburu tidur, bacanya bisa nanti pas sahur.

Ramein, ya!

Karena cuma dengan begitu Hara balik semangat update. Akhir-akhir ini cerita ini sepi banget dah. Baru kalau ditinggal agak lamaan enggak update, baru pelan-pelan naik.

Apakah harus begitu rumusnya?

Perlu hiatus dulu biar rame.
Wkwkwkk

Vote, comment, and share cerita ini ke teman kalian.

Happy reading!








***






"Sil, lo pulang awal, kan, hari ini?"

Aulia sengaja menyambangi ruangan Sisil selepas pukul dua siang. Dia yang baru selesai meeting di luar sembari makan siang, enggan kembali ke ruangan.

Sisil mengangguk. Kendati begitu, dia tak lepas fokus dari lembaran script yang tengah diperiksanya ulang. Dia ingin acara besok pagi berjalan lancar. Jadi, sebelum melakukan briefing terakhir hari ini, dia harus memastikan semua telah berjalan sesuai rencana awal.

"Sushi Tei, yuk! Gue pengin banget makan sushi. Lagi pula, kalau dipikir-pikir sudah lama juga kita enggak hangout. Ada kali empat atau lima bulanan. Terakhir ke mana, ya, kita waktu itu?"

"Zenbu di Sency, Mbak." Sisil akhirnya memberi Aulia mata. Dari pancaran sorot matanya, ada keraguan untuk menolak atau menerima ajakan Aulia. "Gue, sih, sebenarnya ayo saja. Tapi hari ini gue sudah ada janji sama orang, Mbak."

Sedetik kemudian, dia menawarkan usulan dengan harapan tak menyinggung Aulia. "Kalau besok saja, gimana? Atau lo mau ikut gue saja sekalian? Rame-rame kayaknya lebih seru dibanding cuma berdua."

"Berdua?" Aulia malah fokus pada kata terakhir yang Sisil ucapkan. Lipatan-lipatan halus muncul bertumpuk pada glabelanya yang mulus. Matanya menyipit seakan-akan sedang mencoba menerka. "Lo ... ada janji sama Wira?"

Sisil menyengir lebar seraya mengangguk-angguk. Tangannya refkeks menyingkap rambut panjangnya ke belakang telinga. Kedua pipinya bersemu malu-malu.

"Iya. Kita rencana mau nonton dulu, sih, sebelum cari makan." Kemudian Sisil termenung sejenak. "Eh, tapi gue beneran enggak apa-apa, lho, kalau lo mau ikut, Mbak."

Menipiskan bibir, Aulia mengibas-ngibaskan tangan kanannya di udara. "Lo enggak apa-apa, tapi guenya yang kenapa-napa."

"Kok gitu?" Sisil menyipitkan mata memasang curiga. "Lo enggak lagi mendeklarasikan bahwa lo cemburu—"

"Ish!" Aulia menghentikan ocehan Sisil dengan mencapit bibir temannya itu. "Makin ngaco omongannya." Dia baru melepaskan capitan tangannya setelah Sisil gigih menggeleng-gelengkan kepala, berusaha melepaskan diri.

"Mbak Aulia rese, deh! Untung lipstik gue mate. Enggak jadi belepotan." Sisil mengusap-usap bibirnya sembari merengut.

Aulia tertawa puas bercampur geli. "Takut banget lipstiknya hilang. Sebelum pergi, touch up lagi, dong, nanti." Dia berdiri, bersiap beranjak. "Sudah, ah. Gue balik ke ruangan dulu. Have fun kencannya, ya!"

"Lho, Mbak, lo beneran enggak mau ikut? Gue serius ngajakin, lho." Sisil memutar punggung. Dia mengejar bayangan Aulia yang nyaris mendekati pintu.

Tanpa bersusah payah berbalik, Aulia melambaikan tangan seraya berkata, "Siapin saja pajak jadian kalian berdua. Gue pastiin pilih tempat makan paling mahal nanti."

AT THE SAME TIME [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang