ATST #14

1.4K 256 48
                                    

Malam, Dears!

Selamat hari Jum'at.

Karena kemarin banyak yang tanya kenapa Hara tumben update siang, maka hari ini Hara balik lagi update malam. Wkwk

Tapi enggak sampai jam Cinderella, kan?

Komentar yang belum Hara balas, sabar, ya. Hara bakal balas satu-satu segera.

Vote, comment, and share cerita ini ke teman kalian.

Happy reading!





***



"Jadi, kamu beli rumah di mana, Nak?" Ranti tak menyia-nyiakan waktu untuk memberondongi Wira dengan pertanyaan sembari menunggu pesanan mereka datang.

"Di daerah Senopati, Ma," jawab Wira takzim.

"Betah?"

Wira mengayunkan kepalanya turun. "Sejauh ini belum ada yang bikin aku pengin pindah." Melipat tangan di atas meja, Wira melanjutkan, "Nanti aku kasih alamatnya. Kalau Mama lagi senggang, mampir sekali dua kali."

Tidak mengiyakan, Ranti hanya mengulas senyum lembut. Dia menambatkan matanya pada setiap jengkal badan putranya. Sekarang Wira lebih berisi dan kekar. Sangat berbeda dengan Wira yang terakhir kali meninggalkan rumah.

"Kamu tinggal sendiri?"

Tawa Wira lepas. Pertanyaan Ranti sungguh menggelitik perut. "Masih sendiri. Mama pikir aku bakal tinggal sama siapa? Istri juga belum punya."

"Siapa tahu kamu sudah menikah diam-diam. Pria enggak butuh orang tua buat jadi wali nikah, kan?" cicit Ranti.

Tersenyum pahit, Wira berujar, "Ya. Mama benar." Wira menghirup udara rakus, mengisi paru-parunya penuh. "Tapi kecil kemungkinan, kan, Ma, ada wanita yang mau aku nikahi setelah tahu track record aku? Experience is the teacher all of things, right?"

"Not all." Ranti menggeleng tidak setuju. Ranti mengulurkan tangan, menangkup punggung tangan Wira. "Sometimes experience is just the name we give to our mistakes."

Wira tak sanggup menjawab. Terlebih tatapan penuh pengertian Ranti sukses menjatuhkannya ke lembah penyesalan yang tak berdasar.

Obrolan mereka terjeda beberapa saat. Pelayan menata makanan dan minuman yang Wira sengaja pesan khusus untuk Mama. Momen seperti sekarang sangatlah langka. Ranti yang duduk bersantap siang dengannya akan dia rekam baik-baik dalam benak.

"Kamu pesanin Mama Hummus juga? Mama belum tentu sanggup, lho, habisin semua ini, Wira."

Wira tak menerima protes. Dia menggeser Hummus mendekati jangkauan Ranti. Sementara dirinya mulai mengincar Nasi Biryani.

"Mana mungkin aku biarin Mama melewatkan makanan kesukaan Mama yang satu ini. Kalau Mama enggak mau pesan, biar aku yang pesankan. Khusus buat Mama yang paling cantik."

Tergelak, Ranti tak sampai hati menolak. Dia menyobek roti, lalu mencocolnya ke dalam mangkuk Hummus. Dia pun menyusul Wira yang fokus makan dengan lahap.

Tidak berselang lama, keduanya menikmati menu penutup masing-masing. Mereka saling bungkam. Ranti menjatuhksn fokus pada Sahlab, sementara Wira sibuk meneguk passion fruit juice.

AT THE SAME TIME [REPUBLISH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang