Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
WAKTU untuk memulai kehidupan baru telah tiba. Aku, Naomi, Mum, dan Dad sudah berkemas-kemas. Bersiap berangkat ke Charlottetown.
Bawaanku dan Naomi cukup banyak. Ya, bagaimana. Kami sudah tinggal selama satu dekade di sini. Bayangkan sebanyak apa barang-barang kami. Ya, tapi tak semuanya kami bawa ke Charlottetown. Kami kan nanti akan berkunjung ke sini lagi.
"Biar ku bantu, Jean," Aiden mengambil satu koperku dan membawanya sekuat tenaga.
"Terima kasih, Den," ucapku. Aku dan Aiden pun mengangkat kedua koperku ke dalam kereta kuda. Sedangkan Naomi sedang berpamitan dengan kudanya, Rosie.
"Ahh, Jeannee!" Harris tiba-tiba merangkulku.
"Apa?" Aku mendelik, berusaha untuk menghindari rangkulan Harris, tapi gagal.
"Kapan-kapan kita memancing lagi yuk," kata Harris. "Kalau kau pindah ke Charlottetown, tidak ada lagi teman kami memancing," lanjutnya.
"Lah, kan banyak. Kau kan bisa mancing sama Gilbert, Moody, atau teman-temanmu," kataku. "Bukan hanya aku."
"Tak ada yang lebih seru dari kau, Jeanne. Kau kan sepupuku. Menurutku, bermain bersama sepupu lebih menyenangkan daripada bersama teman," kata Harris, tersenyum.
Aku tertawa kecil.
"Jadi, bagaimana hubunganmu dengan Gilbert?" tanya Harris, menyeringai usil.
"Hah? Hubungan apanya?" tanyaku.
"Bukannya kalian saling menyukai?" kata Harris. Aku melotot.
"Bagaimana kau tahu?" tanyaku heran.
"Aku hanya menduga. Itu semua terlihat dari gelagat kalian, Jean." Harris menyengir. "Sayang sekali, kalian baru dekat saat kau akan pindah."
Aku bergeming. Harris memang benar. Tapi, ya bagaimana lagi? Semuanya sudah takdir.
━━━━━━━━━━━━━━━
Kami tiba di stasiun kereta api. Aunt Beth, Harris, dan Aiden ikut mengantar kami berempat. Kami akan berangkat sekitar setengah jam lagi. Sebelum berangkat, kami semua saling berpelukan. Aku berpelukan dengan Harris dan Aiden dengan erat. Mulai hari ini, aku akan jarang menjahili Aiden lagi, bercanda tawa dengannya, melihat dia merengut, atau apapun itu. Yang biasanya setiap hari aku selalu dengannya, selalu bermain bersamanya di ladang, sekarang tidak lagi.
"Sampai jumpa lagi, Jean. Kalau kau kesini, ayo kita bermain lagi seperti biasanya," ujar Aiden. Aku tersenyum sembari mengangguk.
"Tentu," ucapku.
Tak lama kemudian, kereta mulai membunyikan belnya. Tanda bahwa para penumpang harus segera naik ke kereta. Kami pun segera berjalan ke salah satu gerbong kereta. Tepat sedetik sebelum aku naik ke dalam gerbong..
"JEANNE!"
Aku menoleh ke sumber suara yang memanggil namaku itu. Seketika pupil mataku membesar saat aku memandang sosok orang tersebut.
Gilbert. Napasnya tersengal-sengal. Dia tampak baru saja berlari, sampai dia membungkuk kelelahan seperti itu.
"Gilbert!" Aku berlari, menghampiri tempat ia berdiri, dan kemudian langsung memeluknya dengan erat. Serasa tak ingin melepaskannya. Tubuh Gilbert terasa hangat, walaupun sebenarnya cuaca masih terasa sedikit dingin.
Setelah itu, kami melepas pelukan erat tersebut.
"Maaf, aku terlambat," ucap Gilbert. "Kau sudah mau berangkat."
"Aku tahu," aku mengangguk.
"Sampai jumpa, Jean. Hati-hati di jalan," ujar Gilbert, tersenyum. Gilbert kemudian merogoh sakunya. Lalu ia mengeluarkan sesuatu. "Ini untukmu."
Gilbert menyodorkan sebuah gelang perak yang masih baru dengan sebuah inisial J di tengah-tengahnya. Aku terkejut memandang hadiah darinya tersebut. Aku menerima gelang itu dan langsung memakainya.
"Cantik."
"Terima kasih, Gilbert," ucapku, tersenyum lebar. Aku mengangkat telapak tanganku.
"Tos?"
Gilbert menepuk telapak tanganku dan tertawa kecil. "Goodbye, Jeanne."
"Goodbye," balasku, lalu kembali naik ke gerbong kereta karena Naomi sudah memanggilku.
Kereta pun mulai berangkat, meninggalkan Avonlea. Aku melambaikan tanganku kepada Gilbert, Aiden, Harris, dan Aunt Beth.
"Sampai jumpa!"
Kereta terus melaju. Pintu gerbong pun ditutup. Aku berjalan ke tempat dudukku, di sebelah Naomi. Kutatap pemandangan lewat jendela. Air mataku menetes.