Eps. 02 - Girl with The Dragon Eyes

307 56 9
                                    



Dinka menyeruput Coca Cola dingin di gelasnya dengan keras hingga menimbulkan suara berisik sedotan beradu dengan es batu. Beberapa siswa yang juga tengah makan siang di kantin saat itu serempak menoleh ke arahnya.

"Ups!" celetuk cewek itu.

Di hadapan Dinka, Ale tertawa kecil. Sahabat Dinka sejak SMP itu menggeser gelas Coca Cola miliknya ke arah cewek itu. "Nih, kalau masih kurang," tawarnya.

"Makasih, Arleo!" ucap Dinka menyebut nama Ale dengan mata berbinar. Cewek itu memindahkan sedotan dari gelasnya ke gelas Ale yang kini sudah jadi miliknya. Hanya dalam hitungan beberapa detik Dinka kembali menandaskan minumannya.

"Lo haus apa emosi, sih?" tanya Ale keheranan.

Dinka mengangkat bahunya sebagai jawaban. "Lo sih, nggak ikutan rapat tadi," lanjutnya sambil menghela napas panjang.

Arleo Hutama Prajogo juga termasuk salah satu anggota Klub Levinema. Tadi Ale absen rapat panitia karena dia harus pergi mengurus pemesanan dekorasi dan belanja beberapa keperluan panitia

"Kiev berulah lagi. Usulannya tuh selalu ngadi-ngadi dan ngerepotin tahu nggak sih, Le!" Dinka akhirnya mengungkapkan kekesalannya. Cewek tomboy itu sudah menceritakan semua kejadian di rapat tadi pada Ale, tetapi rasanya masih belum puas untuk tidak memaki Kiev.

"Layar tancap? Menurut gue oke kok itu. Klasik, antik, panitia bisa pakai kostum 80'an sekalian biar matching sama temanya."

Dinka melotot. "Kok lo jadi di pihak Kiev sekarang?"

Ale tertawa. "Nggak gitu, Din. Ya, gue harus obyektif dong meskipun gue temen lo. Kalau emang sarannya bagus, ya gue bilang bagus."

Wajah Dinka berubah masam. Sedetik kemudian dia mengembuskan napas panjang. "Asli gue nggak habis pikir sama jalan pikiran Kiev yang selalu aneh itu. Lo kenapa sih, Le, nggak mau dicalonin jadi Ketua Levinema kemarin. Kalau calonnya bertiga kan gue nggak harus ngadepin Kiev sendirian di pemilihan ini. Gara-gara lo nolak jadi Ketua Pelaksana Festival, jadinya dia juga kan yang ditunjuk sama Pak Jonathan."

"Gue juga sibuk di Paskib, Din. Kayak lo nggak tahu aja. Gue nggak mau keteteran dua duanya. Percaya sama gue, lo pasti kepilih. Tenang aja." Ale mengulurkan tangannya untuk menepuk lengan Dinka pelan.

Wajah Dinka melembut. Sifatnya yang selalu berapi-api itu selalu bisa ditenangkan oleh Ale. Semarah atau sepanik apa pun dirinya saat mengatasi masalah, Ale selalu ada di sampingnya dan membuatnya bisa berpikir dengan kepala dingin.

Dinka menyadari bahwa minat Ale sebenarnya bukan di Klub Film. Sahabatnya itu ikut bergabung dengan Levinema karena menemani dirinya. Karena itu Ale selalu menolak jika Pak Jonathan atau Kak Alika memberikan tugas besar padanya. Meski begitu, Ale selalu siap membantu dan mendukung apa pun yang menjadi program Klub Levinema.

Pikiran Dinka buyar saat Ale menyodorkan selembar tisu padanya. Cewek itu baru sadar kalau ada tetesan air yang tumpah mengenai seragamnya karena minum terlalu buru-buru.

"Kenapa sih, lo bisa sesebel itu sama Kiev? Gue udah temenan lama sama lo, tapi kayaknya gue nggak pernah tahu kenapa kalian berdua bisa kayak musuh bebuyutan gitu."

Dinka menatap Ale sesaat. Cewek itu hampir saja mengucapkan sesuatu, tetapi kemudian dia menggeleng pelan.

"Udahan yuk, Le. Udah mau sore. Cabut yuk!" ajak Dinka sembari bangkit dari bangkunya.

Ale mengernyit kebingungan. Pertanyaan itu sudah beberapa kali dilontarkannya pada Dinka, tetapi tidak pernah mendapatkan jawaban. Ale harus menelan kembali rasa penasarannya itu. Cowok itu pun bangkit dari bangkunya dan mengikuti Dinka yang sudah melesat lebih dulu ke kasir.

SPOILERWhere stories live. Discover now