Jumat, 2 Agustus 2019
Kiev mengetuk-ngetuk permukaan meja rapat di basecamp Levinema dengan pensil di tangannya. Di depannya laptop menyala, draft skenario sebuah film pendek yang baru setengah jadi sedang menunggu untuk dikerjakan. Namun, pikiran cowok itu tidak bisa fokus ke sana. Di kepalanya, Kiev sedang mencoba mengurai keterkaitan hal-hal yang terjadi belakangan ini di kehidupannya. Mulai dari spoiler kejadian di masa depan yang hanya bisa dilihat oleh dirinya sendiri, hingga spoiler-spoiler itu benar-benar terjadi di depan matanya. Cowok itu mulai mempercayai alasan mengapa Kakek Ginanjar melarangnya meminjam proyektor antik itu.
Dengan cepat Kiev merogoh saku untuk mengeluarkan ponsel. Cowok itu menghela napas panjang terlebih dahulu sebelum akhirnya keberaniannya terkumpul untuk menekan tombol panggilan pada nomor kakeknya.
"Kek," panggil Kiev setelah di seberang sana Kakek Ginanjar menjawab panggilannya. "Kakek lagi ngapain nih sekarang?" tanyanya diakhiri dengan tawa garing dan cengiran lebar. Dia merasa canggung karena belum pernah sebasa-basi ini pada kakeknya. Pasti Kakek Gin di sana langsung heran mendengarnya bertanya seperti itu.
"Tumben kamu nelpon kakek nanya-nanya Kakek lagi apa?" Kakek Gin bertanya balik.
Tuh kan bener!
"Nggak kenapa-kenapa, Kek. Kepo aja. Tante Gina gimana, Kek? Udah ada tanda-tanda kapan mau lahirannya?" Kiev mengutuk dirinya sendiri karena pertanyaannya terdengar semakin aneh, sejak kapan dia menjadi seperhatian itu pada tantenya.
Sementara itu di seberang sana, Kakek Gin tertawa perlahan, seolah mengetahui bahwa cucunya menelepon tidak hanya sekadar bertanya tentang kabar.
"Kenapa? Uang saku kamu abis?" tanya Kakek Gin langsung.
Kiev menepuk jidatnya. "Eng, enggak. Masih ada kok, Kek!" jawab Kiev lagi-lagi diakhirinya dengan tawa garing.
"Kiev mau nanya sama Kakek. Soal proyektor." Akhirnya cowok itu memberanikan diri langsung bertanya pada topik utama.
"Kiev pengin tahu alasan Kakek. Kenapa Kiev nggak boleh minjem proyektor yang di kamar Kakek?" tanya Kiev akhirnya. Cowok itu mengembuskan napas lega ketika akhirnya berhasil mengeluarkan pertanyaan itu.
Dari ponselnya Kiev bisa mendengarkan embusan napas berat dari kakeknya. Beberapa detik berlalu, dan Kakek Gin belum juga memberi jawaban.
"Kek?" panggil Kiev sekali lagi.
"Jangan ya, Nak. Jangan," jawab Kakek Ginanjar akhirnya. Jawaban yang sama seperti ketika pertama kali Kiev meminta izin.
"Tapi, Kek! Aku cuma pengin tahu alasannya aja," sergah cowok itu.
"Bahaya," tegas Kakek Gin.
"Bahayanya kayak gimana, Kek?" desak Kiev belum menyerah.
"Kakek nggak bisa menjelaskan. Pokoknya Kakek sudah bilang jangan, ya jangan! Kali ini kamu mesti nurut sama Kakek!" Kakek Ginanjar menyentak.
Kiev tidak berani menjawab lagi hingga sambungan telepon itu diputus oleh Kakek Gin. Cowok itu menyandarkan punggungnya ke kursi. Kakeknya benar, proyektor itu memang berbahaya. Dia sudah membuktikannya sendiri. Hanya saja, dia memerlukan jawaban kenapa proyektor itu bisa memunculkan tayangan-tayangan seperti itu. Kiev sangat yakin kakeknya tahu soal hal itu.
Namun, untuk menceritakan bahwa dirinya juga melihat video aneh itu, artinya dia juga harus mengakui bahwa dia sudah mengambil proyektor kakeknya diam-diam. Itu artinya dia harus siap dimarahi kakeknya habis-habisan. Ini semua kesalahannya. Seharusnya sejak awal dia menuruti apa yang dikatakan kakeknya.
YOU ARE READING
SPOILER
Mystery / ThrillerKIEV tiba-tiba bisa melihat spoiler kejadian yang akan datang lewat proyektor tua milik kakeknya yang dia bawa ke pameran Klub Film sekolah. Awalnya menyenangkan, sampai akhirnya Kiev melihat spoiler kematian Jonathan, guru pembina Klub Film Levinem...