Eps. 15 - Rivaltionship

127 37 18
                                    


Waktu sudah menunjukkan hampir pukul delapan malam ketika Kiev dan Dinka baru keluar dari Ruang BK setelah proses interogasi selesai dan teman-teman mereka yang lain telah dijemput orangtua masing-masing. Baskoro yang terlebih dahulu mengunci pintu ruangan setelah kedua remaja itu keluar, akhirnya menyusul mereka yang berjalan perlahan menyusuri koridor.

"Langsung pulang kalian berdua, sudah malam jangan ke mana-mana," pesan pria itu ketika melewati dua siswanya itu.

"Baik, Pak," jawab Kiev dan Dinka hampir bersamaan.

Pria pendek gempal itu kemudian berjalan cepat sambil berbicara dengan seseorang di ponselnya hingga menghilang di ujung koridor.

SMA Lentera Victoria yang temaram menyisakan Kiev dan Dinka yang kini sedang berjalan menuju gerbang sekolah. Kiev mengembuskan napas panjang. Hari yang panjang dan penuh kejutan akan segera berakhir begitu dirinya sampai di rumah nanti. Meski begitu, besok dia masih harus menghadapi kembali interogasi dari sekolah, dan entah apa yang akan terjadi pada nasibnya jika Baron tahu bahwa dirinyalah yang melapor ke sekolah.

Angin dingin yang berembus membuat Kiev bergidik. Dia baru sadar bahwa dirinya tidak membawa jaket ataupun sweter. Di depan Kiev, Dinka berjalan sembari mendekap kedua tangannya ke tubunya. Kiev membatin, jika saja dia membawa jaket atau sweter, dia bisa memberikannya pada Dinka agar cewek itu tidak kedinginan.

Kiev terus memperhatikan Dinka dari belakang sambil menghela napas panjang. Sedari tadi belum ada percakapan di antara mereka. Sebentar lagi mereka akan sampai di gerbang, dan Dinka pasti akan langsung pulang dengan memesan ojek daring. Sedangkan Kiev masih sangat ingin tahu apa yang kini cewek itu pikirkan tentangnya. Dari sikap Dinka sejak pertama kali menemukan dirinya bersama Jonathan di rooftop, cewek itu terlihat tidak mempercayainya.

Namun, Kiev tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Dia berharap pihak sekolah bisa menemukan bukti seperti CCTV atau apa pun yang memperlihatkan Baron dan gengnya juga berada di gedung itu sebelum Kiev ke sana sehingga ucapan Kiev terbukti dan teman-temannya bisa mempercayainya.

Gerbang sekolah tinggal beberapa langkah lagi. Kiev akhirnya memberanikan diri untuk memulai percakapan dengan cewek yang selama ini menjadi rival abadinya itu.

"Kenapa lo nggak dijemput, Din?" tanya Kiev canggung.

Tanpa menoleh ke belakang, Dinka menjawab dengan singkat dan ketus, "Bukan urusan lo."

Kiev mendesah panjang. Jawaban Dinka tidak membuatnya terkejut. Sebaik atau seramah apa pun Kiev berusaha mengajak Dinka bicara, cewek itu selalu menghindar atau bersikap dingin dan galak seperti itu. Kiev mencoba memahami. Dia tahu bahwa Dinka belum memaafkannya atas apa yang pernah terjadi di antara mereka dulu. Kiev selalu ingin membicarakan hal itu dengan Dinka, tetapi belum pernah ada kesempatan yang tepat.

Atau jangan-jangan sekarang adalah waktu yang tepat?

Kiev pun mempercepat langkahnya agar bisa berjalan tepat di sebelah Dinka. "Din... Lo percaya kan Din sama gue?" tanyanya langsung.

Suara Kiev yang penuh kecemasan membuat Dinka mengerjap. Namun cewek itu tetap diam.

"Gue tahu gue emang nyebelin, tapi gue nggak mungkin melakukan hal semacam ini sama Pak Jonathan," lanjut Kiev lagi.

Dinka tetap bergeming hingga kini mereka berdua telah sampai di gerbang sekolah. Dinka membuka tas selempangnya untuk mengambil ponsel dan memesan ojek daring.

Kiev mengembuskan napasnya kasar karena Dinka terus mengacuhkannya. "Kenapa sih Din, lo segitunya nggak suka sama gue? At least lo percaya sama gue tentang masalah ini!" seru Kiev.

SPOILERWhere stories live. Discover now