Reksa berpisah dengan Noura tepat di depan gedung kantornya. Perempuan itu melambaikan tangannya dengan raut sendu. Sepasang matanya masih merah akibat menangis di restoran tadi dan kepalanya terus tertunduk bahkan saat dia sudah berada di dalam mobilnya. Reksa memandangi wanita yang dulu pernah mengisi hatinya selama 3 tahun itu dengan sorot pedih. Dia paham sekali apa yang sedang dirasakan oleh Noura, tapi ini adalah cara yang paling baik untuk membuat perempuan itu mengerti. Reksa berharap dengan semua penjelasannya yang sangat menyakitkan itu, Noura bisa menemukan kebahagiaannya sendiri.
Setelah mobil civic putih itu berjalan keluar dari parkiran gedung kantornya, Reksa menghela nafas panjang sebelum akhirnya melangkah masuk ke dalam gedung. Namun langkahnya langsung terhenti begitu Yogas memanggilnya.
"Areksa!"
Reksa menolehkan kepalanya dan mendapati sang sepupu yang sedang berjalan ke arahnya dengan raut dingin.
"Gas? Lo darima—"
"What did you to Sadine?!" tanya Yogas tajam membuat Reksa langsung tersentak kaget.
"Maksud lo apa, Gas? Gue nggak ngerti?"
"Cewek tadi itu mantan lo kan? Si Noura?" Mata Yogas memicing sinis pada pintu keluar yang tadi sempat dilalui oleh mobil Noura. "Gue denger semua obrolan lo sama dia tadi! Sekarang gue tanya, apa yang udah lo lakuin ke Sadine dulu? Apa yang udah lo perbuat selama gue nggak ada di deket dia?!"
Reksa terhenyak. Ternyata Yogas diam-diam mengikutinya ke restoran tadi dan bodohnya dia terlalu fokus untuk menyelesaikan masalahnya dengan Noura tanpa memerhatikan keadaan di sekitarnya. Namun kali ini Reksa tidak bisa mengelak. Semua ini adalah murni kesalahannya jadi dia tidak punya hak untuk menyangkalnya sama sekali. Jika setelah ini Yogas akan berbalik membencinya, maka dia akan menerimanya dengan lapang dada.
"Mau ngobrol di kafe kantor?" tawar Reksa dengan nada letih. Obrolannya bersama Noura sudah lumayan menguras energinya dan dia sedikit berharap Yogas tidak akan bereaksi berlebihan setelah mendengar semua penjelasannya.
Dan tentu saja Yogas langsung menurutinya tanpa banyak bicara lagi. Dia butuh banyak penjelasan soal apa yang telah terjadi pada Sadine dan juga Reksa di masa remaja mereka dulu. Sebab setiap kali Yogas menelepon mereka berdua secara bergantian atau datang berkunjung ke rumah mereka setiap libur musim panas, dia tak pernah menemukan adanya keganjilan pada hubungan keduanya. Reksa dan Sadine bersikap seolah-olah tidak terjadi apa-apa di antara mereka berdua. Betapa pandainya mereka menyembunyikan segalanya hingga serapi itu.
"I was wrong," ujar Reksa lirih sambil menundukkan kepalanya dalam-dalam. "I was being so stupid and impulsive back then. You can punch me if you want, bro."
"Jadi itu bener?" Yogas menatap Reksa lurus-lurus. "Lo bener-bener minta Sadine untuk pura-pura nggak kenal sama lo selama di sekolah? Lo minta dia untuk nggak ngasih tau siapa pun soal perjodohan kalian? Dan lo bahkan ngelarang dia buat ngasih tau temen-temennya kalau lo berdua tinggal di rumah yang sama?"
Reksa menganggukkan kepalanya dengan berat hati. Dia bahkan sudah siap jika Yogas akan melayangkan tinju ke arah wajahnya sekarang. Dia pantas mendapatkannya tentu saja. Yogas tertawa miris sembari mengacak-acak rambutnya. Bisa-bisanya dia tidak mengetahui atau setidaknya berusaha untuk menyelidiki apakah kehidupan Sadine baik-baik saja selama dirinya berada di luar negeri. Dan kenapa juga Sadine tidak berusaha untuk menceritakannya? Bukankah mereka sudah saling mempercayai satu sama lain? Ancaman seperti apa yang Reksa berikan padanya sehingga perempuan itu tidak berani memberitahunya.
"Lo ngancem dia?" tanya Yogas penuh selidik.
"Nggak. Gue cuma bilang kalau gue benci sama dia dan minta dia untuk nggak berinteraksi sama gue di sekolah, terutama di depan temen-temen gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENSE (✔)
RomanceTerkadang apa yang terlihat bagus didepan sering kali berbeda dengan apa yang terjadi di belakang. Sama hal nya dengan kehidupan pernikahan antara Areksa Rafisqy dengan istrinya Sadine Jenar Isvarani. Pernikahan mereka terlampau tenang dan aman bahk...