"SADINE BUNTING?!"
Pekikan Yogas sukses membuat semua orang yang ada di kafetaria kantor kompak menoleh ke arahnya. Reksa melotot galak pada Yogas yang langsung mengkerut takut begitu dia sadar bahwa suaranya telah menarik perhatian beberapa pengunjung kafetaria.
"Hamil ya anjir! Hamil! Bukan bunting! Lo pikir bini gue kucing apa?!" desis Reksa galak membuat Yogas nyengir lebar dengan raut penuh rasa bersalah.
"Sorry-sorry, gue kaget banget soalnya buset!" Yogas tertawa terbahak-bahak selama beberapa detik sebelum akhirnya dia mengulas senyum penuh arti. Sorot matanya masih nampak tidak percaya namun kali ini bercampur dengan kehangatan dan kebahagiaan. "Sadine hamil... ya Allah... bocah yang dulu sering curhat-curhatan sama gue itu bakalan jadi ibu. Gue masih nggak nyangka."
Reksa yang melihat pancaran tidak percaya yang bercampur dengan kehangatan dari kedua mata Yogas pun akhirnya ikut tersenyum penuh arti. Awalnya dia memang sempat merasa curiga dan sedikit cemburu pada sepupunya itu setiap kali sedang membicarakan Sadine dan bersikap seolah-olah dia lebih mengetahui segala hal tentang perempuan itu daripada dirinya yang tinggal satu rumah dengannya sejak kecil. Tapi akhirnya Reksa menyadari bahwa selama dia menjauhi Sadine begitu mereka duduk di bangku SMP dulu, Yogas lah yang selalu ada di wanita itu. Jadi tak ada alasan bagi Reksa untuk cemburu pada sepupunya itu.
"Dulu sebelum gue berangkat ke Denmark, Sadine sempet ngomong kayak gini ke gue," Yogas kembali memusatkan perhatiannya pada Reksa. "'kenapa semua yang deket sama gue selalu pergi ya, Gas? Mama, papa, sama opa udah pergi ke tempat yang lebih baik. Terus sekarang lo mau pergi ninggalin gue juga? Nanti gue ngobrol sama siapa kalau lo jauh dari gue kayak gini?'"
Reksa terdiam. Dulu dia juga pernah mendapatkan pertanyaan yang sama dari Sadine dan jawaban yang ia berikan sangat berbanding terbalik dengan sikap yang ia tunjukkan begitu mendengar kabar soal perjodohan itu. Sekali lagi Reksa bisa merasakan hatinya ditikam rasa bersalah serta penyesalan yang sepertinya masih menolak untuk pergi itu.
"Waktu itu gue nggak tau kalau hubungan lo sama Sadine udah nggak baik-baik aja jadi gue pede banget bilang ke dia kalau gue belum balik dari Denmark, kan ada lo yang bisa nemenin dia ngobrol. Kalau inget-inget itu, gue berasa goblok banget asli deh! Bisa-bisanya gue nggak sadar kalau lo sama Sadine udah jarang interaksi lagi kayak waktu kita masih SD dulu!" Yogas terkekeh pedih. "But I'm glad everything is okay now. Gue lega karena baik lo maupun gue nggak ada satupun yang menjadi bukti dari kata-kata Sadine itu. We didn't leave her. Never."
"But I did."
Senyum Yogas sedikit memudar seiring dengan iris matanya yang menatap lurus pada wajah sendu Reksa. Tentu saja dia masih ingat bagaimana Reksa mengakui apa yang telah ia lakukan pada Sadine di masa remaja mereka dulu. Sikapnya memang sangat keterlaluan dulu dan seandainya saja Yogas mengetahuinya lebih awal, dia mungkin akan langsung melayangkan tinjunya yang paling menyakitkan ke wajah Reksa. Tapi sekarang keadaannya sudah berbeda. Reksa dan Sadine sudah saling mencintai dan menerima pengalaman buruk di masa remaja mereka dengan baik jadi Yogas tidak perlu menghakimi dan mengungkit-ngungkit kesalahan Reksa lagi.
"You did." Yogas menganggukkan kepalanya setuju. "But you came back."
"Tapi gue nggak tau apa itu udah cukup buat Sadine."
"Cukup."
"How can you be so sure?"
Yogas mengedikkan kedua bahunya santai. "Because... she's Sadine? Kalau lo mengenal dia sama baiknya kayak gue, lo pasti bakalan tau karakter dia tuh kayak gimana sebenernya. Dia itu bukan tipe cewek yang kalau udah di kasih hati malah minta jantung."
KAMU SEDANG MEMBACA
PRETENSE (✔)
RomanceTerkadang apa yang terlihat bagus didepan sering kali berbeda dengan apa yang terjadi di belakang. Sama hal nya dengan kehidupan pernikahan antara Areksa Rafisqy dengan istrinya Sadine Jenar Isvarani. Pernikahan mereka terlampau tenang dan aman bahk...