PRETENSE - 20

2.5K 247 20
                                    



Sejujurnya Reksa tak pernah benar-benar membenci Sadine.

Dulu saat dia pertama kali diperkenalkan dengan Sadine oleh mami dan papi, Reksa menyambutnya dengan sukacita. Dia bahkan tak pernah melewatkan kesempatan untuk membuat Sadine merasa nyaman dengan sikapnya yang hangat dan baik hati itu. Dan Reksa juga tahu bagaimana sulitnya ia untuk melakukan itu karena Sadine yang kala itu sedang diliputi trauma setelah kematian kakek dan orang tuanya terus menutup diri. Sebagai seorang anak kecil berusia 8 tahun yang masih belum mampu menahan emosinya, Reksa pun tak kuasa untuk menyuarakan protesnya ketika Sadine menolak untuk bermain sepeda bersamanya dan lebih memilih untuk mengurung diri di kamar.



"Kamu kenapa sih susah banget diajak mainnya?!" tanya Reksa kesal dari ambang pintu kamar Sadine.

Sadine yang sedang duduk di tempat tidur sambil memegang boneka beruangnya langsung membuang muka. Tak ayal tingkahnya yang terkesan arogan itu semakin membuat darah Reksa kecil mendidih.

"Emang kamu nggak bosen apa diem di kamar terus?! Aku aja bosen!"

Masih belum ada jawaban. Sadine membalikkan tubuhnya untuk memunggungi Reksa yang langsung ternganga kaget. Seumur-umur dia belum pernah bertemu seseorang yang sangat tidak sopan seperti anak dari teman ayahnnya ini.

Dengan rasa dongkol yang meluap-luap, Reksa berlari kecil ke arah tempat tidur Sadine lalu kemudian menaikinya dan tanpa banyak bicara lagi dia langsung meraih bahu Sadine agar mereka bisa duduk berhadapan. Awalnya Sadine masih terus bertahan di posisinya karena dia sama sekali tidak ingin berinteraksi dengan siapapun kecuali mami dan papi. Sudah hampir sebulan dia tinggal bersama keluarga Reksa namun dia masih belum juga terbiasa dengan keadaan di sana meski mami, papi dan juga mas Kendra telah melimpahkan kasih sayang mereka padanya.

Sadine sama sekali tidak tahu harus bersikap seperti apa. Dia merasa sangat asing dan juga kesepian. Ditinggal pergi untuk selama-lamanya oleh ketiga anggota keluarga intinya benar-benar meninggalkan trauma yang cukup besar di dalam dirinya.

"Heh, aku lagi ngomong sama kamu nih! Kamu denger nggak?!" seru Reksa lagi membuat Sadine harus mati-matian menahan diri untuk tidak memaki bocah laki-laki yang masih setia menarik-narik bahunya itu. "Papi bilang aku harus sering-sering ngajak kamu ngobrol sama main! Tapi kamunya nggak mau mulu! Emang ada apa sih di luar sana?! Apa yang kamu takutin?!"

Masih belum ada respon juga. Reksa menghela nafas lelah sekaligus pasrah. Selama satu bulan ini dia berusaha untuk beramah-tamah pada Sadine namun sampai sekarang perkembangan hubungan mereka sebagai teman masih belum ada peningkatan juga. Tak jarang Reksa sering kali mengeluhkan ini ke mami dan papinya, namun mereka berdua justru malah tertawa dan memintanya untuk lebih bersabar lagi dalam berinteraksi dengan Sadine.

"Kamu kenapa sih nggak mau main sama aku?" kali ini Reksa bertanya dengan suara yang lebih lunak. "Aku keliatan jahat di mata kamu ya?"

Sadine menolehkan kepalanya lalu kemudian menggeleng.

"Terus kenapa dong?" Reksa meraih bahu Sadine lagi dan kali ini gadis kecil itu mau membalikkan tubuhnya. "Sini cerita sama aku aja! Aku bakalan dengerin kok!"

Sepasang mata Sadine menatap nanar pada wajah polos Reksa yang nampak begitu bersemangat untuk mendengar keluh kesahnya. Sejujurnya Sadine masih belum yakin untuk menceritakan hal ini pada Reksa yang notabene adalah orang yang masih terasa asing baginya, tapi entah kenapa, kesungguhan yang tergambar di wajah tampan bocah laki-laki itu memberikan sedikit keberanian untuknya agar bisa bicara dengan lebih terus terang.

PRETENSE (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang