24 | Calon Menantu

425 92 4
                                    

BAB 24
CALON MENANTU



***



Kabalan, 1379 Masehi

Sekitar dua minggu kemudian, Dananjaya dan keluarganya kembali ke kediaman mereka. Lelaki itu tiba dengan perasaan yang berbunga-bunga, meski kelelahan. Selama berada di Tumpang, lelaki itu tiada henti menjelajahi keindahan alam di sekitar sana. Jika boleh jujur, tempat-tempat di Tumpang jauh lebih mempesona dari apa yang ada di wilayah inti Kabalan. Sepanjang waktu di sana, Dananjaya tiada henti memikirkan Pusparasmi.

Bagaimana jika Pusparasmi ikut dengannya ke Tumpang?

Bagaimana reaksi Pusparasmi saat melihat pemandangan yang menyita napas mereka di Tumpang?

Bagaimana, bagaimana, bagaimana. Bagaimana jika Dananjaya mengenalkan Pusparasmi kepada kedua orangtuanya?

Agaknya itu adalah pertanyaan yang paling banyak menyita perhatian Dananjaya. Pemuda itu tidak berhenti memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi jika ia membawa sang kekasih ke hadapan sang ayah dan ibu. Karena selama ini Dananjaya tak pernah dekat dan memperkenalkan gadis mana pun, pemuda tersebut kesulitan untuk menebak isi hati kedua orangtua yang telah membesarkan dan memberinya kasih sayang.

Kini, sang ayah tengah menarik pedati dan menyusuri jalanan lenggang menuju kediaman mereka. Sawah membentang di kedua sisi mereka, burung-burung berkicau dan hinggap di pepadian, membuat petani yang berjaga segera mengusir makhluk bersayap itu. Orang-orangan sawah sudah tak lagi ditakuti, membuat para petani kepayahan. Meski begitu, Kusumawardhani menciptakan inovasi baru dengan memasang tali di sepanjang area persawahan, kemudian menggantungkan sebuah benda yang terbuat dari bambu. Ketika angin berembus, bambu tersebut akan berbunyi klontong-klontong, sehingga masyarakat menyebutnya sebagai kelontong bambu. Burung-burung akan pergi setelah mendengar suara tersebut, mengira manusia datang dan mengusir mereka. Ketika mendengar kabar tersebut, Dananjaya tersenyum. Sang Rajakumari yang dulu ia kira terlalu monoton, ternyata memiliki pemikiran segemilang itu.

Perjalanan mereka kembali berlanjut dan Dananjaya masih belum tahu bagaimana caranya untuk mempertemukan Pusparasmi dengan kedua orangtuanya. Mungkin ia harus meminta bantuan Gandhi, sebab pemuda itu hampir selalu memiliki solusi jika Dananjaya memiliki masalah.

"Bagaimana, Danan? Tumpang indah, bukan?" tanya ayah yang kebetulan melihat jika putranya melamun sembari menatap hamparan sawah hijau yang luas, seperti permadani di kaki langit.

"Hah?" Dananjaya sedikit terkejut saat ditanyai, kemudian dengan cepat menguasai keadaan. "Ya, Tumpang sangat indah. Terutama salah satu coban di sana. Aku ingin mengunjunginya lagi suatu saat nanti."

"Dengan siapa?" Kali ini giliran sang ibu yang bertanya. Perempuan paruh baya itu melirik suaminya dengan sebuah senyuman misterius. "Dengan kekasihmu?"

Dananjaya tergagap, tak menyangka jika kedua orangtuanya berkongkalikong untuk menanyakan hal tersebut. Akan tetapi, bukankah ini kesempatan emas untuk mengetahui isi hati kedua orangtuanya? "Ke-kekasih? Siapa? Aku tidak berkencan dengan siapa-siapa."

"Kalau begitu, kenapa selama di Tumpang pikiranmu terlihat tengah tertinggal di tempat lain? Sudah bisa ditebak kalau tempat di mana pikiranmu tertinggal adalah pada hati kekasihmu, Putraku," todong ayah jenaka. Pria paruh baya itu kembali melirik Dananjaya yang bersemu merah pipinya, seperti baru digigit semut raksasa dan sayang sekali tidak keluar benjolannya.

"Memangnya ayah dan ibu ingin aku memiliki kekasih yang seperti apa?" pancing Dananjaya. Jika kriteria yang disebutkan oleh kedua orangtuanya menggambarkan Pusparasmi, maka lelaki itu tidak akan ragu untuk memboyong kekasihnya untuk segera meminta restu dan menikah, memiliki keluarga bahagia bersama. Jika tidak, maka ia akan memutar otak untuk mendapatkan cara baru agar keluarganya menerima Pusparasmi.

RajakumariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang