BAB 26
PETIR DI SIANG TAK BERAWAN
***
Kabalan, 1379 Masehi
Setelah bekerja mati-matian selama dua pekan, hari yang ditunggu oleh Dananjaya dan keluarganya tiba. Perhiasan yang mereka buat sudah selesai sepenuhnya dua hari yang lalu, kemudian mereka memastikan kembali apakah ada yang cacat atau tidak. Merasa semua sudah sempurna, Dananjaya dan ayahnya memasukkan perhiasan berharga tersebut ke dalam peti yang sudah disediakan oleh bawahan Bhre Mataram. Segera saja mereka menyimpannya di tempat yang aman, tak ingin mengganti rugi jika sampai ada bandit yang mencurinya. Ada beberapa penjaga yang dikirimkan Wikramawardhana untuk menambah pengamanan di kediaman Dananjaya. Sekonyong-konyong Dananjaya memikirkan apa seperti ini rasanya hidup di dalam keraton atau kediaman para pejabat lainnya yang memiliki pengawal pribadi. Lelaki itu masih belum terbiasa dengan kehadiran banyak prajurit kekar yang menjaga di depan gapura rumahnya. Di gudang penyimpanan emas milik orangtuanya memang ada penjaganya, tapi di rumah mereka tidak. Itulah yang membuat Dananjaya merasa asing.
Bersama para pegawai kepercayaan keluarganya, Dananjaya berangkat menuju Keraton Kabalan. Prajurit yang dikirimkan oleh Wikramawardhana masih bersama mereka. Dalam hati, pemuda tersebut menyenandungkan sebuah kidung cinta. Hatinya berbunga-bunga, sebab setelah tugasnya rampung nanti, dirinya bisa menyelinap mengelilingi keraton untuk melihat sang kekasih hati yang tengah mengabdi. Jika ditanya oleh para prajurit, Dananjaya bisa berdalih jika dirinya tersesat dan tidak bisa menemukan gapura utama di Keraton Kabalan yang tak kalah luas dengan keraton milik sang maharaja di Trowulan.
Pemuda itu tiada henti tersenyum kala membayangkan bagaimana reaksi Pusparasmi ketika melihatnya nanti. Terkejutkah gadis tersebut? Atau malah sang dayang berlari tunggang langgang dan memeluknya, mengabaikan tugasnya sebagai pendamping sang rajakumari?
Meski senyumannya tak luntur, Dananjaya masih gondok setengah mati ketika mengingat perdebatannya dengan Gandhi tempo hari. Dananjaya memang masih muda, tapi ia mengerti apa itu cinta. Kata kebanyakan orang dewasa, cinta adalah pengorbanan. Sang pengerajin emas siap mengorbankan mimpinya sebagai salah satu penempa terbaik di Jawadwipa demi bisa bersama dengan Pusparasmi. Jika harus kembali ke titik nol, Dananjaya rela. Bersama Pusparasmi, ia akan membangun masa depan baru di Ayutthaya. Seperti yang dibayangkannya pada setiap malam, Dananjaya mungkin akan bekerja sebagai kuli kasar untuk mencari modal dan Pusparasminya akan menjadi pengasuh bagi putra-putri bangsawan, secara gadis itu tumbuh besar sebagai pendamping Kusumawardhani yang tak diragukan lagi kepiawaiannya. Jika para bangsawan di Ayutthaya mengetahui profesi Pusparasmi sebelum pindah ke sana, pastilah mereka berebut untuk merekrut Pusparasmi sebagai pengasuh keturunan mereka agar bisa tumbuh besar seperti putri sang maharaja. Dan jika kekayaan pasutri tersebut sudah terkumpul, Dananjaya akan membuka bisnisnya sebagai pengerajin emas. Nama Mbah Kebalon akan tetap harum, juga bisa saja Dananjaya lebih bersinar jika berkarya di tanah asing tersebut.
"Tuan, lewat gerbang manakah kita memasuki keraton nanti jika sudah tiba?" Pertanyaan salah satu bawahannya membawa Dananjaya kembali ke kenyataan.
Menyadari seluruh orang yang menyertainya hari ini menatap ke arahnya, termasuk lelaki yang menemani utusan Wikramawardhana, Dananjaya langsung memasang raut serius. Bagaimanapun bisnis tetaplah bisnis. Meski lelaki tersebut memiliki pemikiran nakal untuk menyelinap dan bertemu dengan kekasihnya, sebisa mungkin Dananjaya tetap berlaku profesional hingga perhiasan-perhiasan mahal yang mereka bawa sampai ke tangan pengurus properti Keraton Kabalan sebelum dikirimkan langsung ke ruangan pribadi Kusumawardhani.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rajakumari
Ficción histórica[Cakrawala Mandala Series #4] Hayam Wuruk tak rela melepas putri kesayangannya untuk memerintah di Kabalan, mengurung sang putri mahkota selama tujuh belas tahun lamanya di dalam Keraton Trowulan. Setelah diberikan kebebasan, Kusumawardhani ingin me...