22 | Kutukan Sang Maharaja

422 97 5
                                    

BAB 22
KUTUKAN SANG MAHARAJA



***



Mataram, 1379 Masehi

Kebiasaan Wikramawardhana tak berbeda jauh dengan Kusumawardhani. Tunangan dari sang rajakumari itu selalu bekerja dengan keras, terlebih jika itu menyangkut masalah perdata di tanah tempatnya memerintah. Ia melakukan semua itu demi membuktikan kelayakannya bersanding di sisi calon rajaputri di masa depan tersebut. Terkadang ia baru tertidur larut malam, itu pun jika melupakan kebiasaannya bermeditasi dari tengah malam hingga matahari menyingsing. Dan malam ini, dengan pencahayaan yang remang-remang, pemuda itu membaca tumpukan lontar yang disusun oleh bawahannya.

Kegiatannya tak terhenti, meski bawahan kepercayaannya mengetuk pintu ruangan. Matanya tetap meniti aksara demi aksara yang terpatri di atas lontar, sedangkan bibirnya mengeluarkan sebuah suara. "Masuk."

Bawahannya tersebut memasuki ruangan dan menunduk dengan hormat. Wikramawardhana sama sekali tak mengalihkan pandangannya. "Ada apa?"

"Surat dari Taraksa sudah tiba, Paduka," jawabnya tegas, lalu segera meletakkan barang yang dimaksud di atas meja kerja Bhre Mataram. Ia pun tanpa banyak bicara, keluar dan meninggalkan Bhre Mataram seorang diri di ruangan pribadinya. Sementara itu, Wikramawardhana langsung menghentikan seluruh kegiatannya begitu mengetahui yang datang adalah surat dari Taraksa. Dari Kabalan. Yang berisi kabar terbaru dari kekasih hatinya. Kusumawardhani ia letakkan pertama, sebab pekerjaannya tak lebih penting dari sang tunangan. Tangannya cepat-cepat menyambar surat tersebut dan membacanya dengan sebuah senyuman. Bagaimanapun, segala sesuatu tentang Kusumawardhani mampu membuat rasa lelahnya menguap.

Dengan tak sabaran, Wikramawardhana membaca surat tersebut secara kilat. Perlahan, senyuman di wajahnya menghilang ketika mengetahui kabar yang didapatkannya bukanlah apa yang ia nanti. Rahangnya mengeras, tangannya mengepal kuat. Amarah bergelora di dadanya.

Sial. Ia kecolongan.

Selama ini yang Wikramawardhana kira, Nakula adalah kandidat terkuat yang mampu mendapatkan perhatian Kusumawardhani. Nyatanya, mereka berdua dikalahkan oleh seorang bocah yang hanya bekerja sebagai pande emas. Bagaimana bisa Kusumawardhani mau menjadi kekasih pemuda yang seperti itu? Bagaimana ceritanya Dananjaya bisa mendapatkan hati sang rajakumari, sedangkan Bhre Mataram telah bertahun-tahun mengalami cinta sepihak? Otaknya berputar keras, mencoba mencari sesuatu yang kurang dari dirinya. Namun, nihil. Wikramawardhana rasa, dirinya jauh lebih segalanya daripada Dananjaya.

Lalu, hanya ada dua kemungkinan kenapa Dananjaya sampai mau berpacaran dengan Kusumawardhani. Pemuda itu tak tahu diri atau memang tak tahu identitas asli dari gadis yang menjadi kekasihnya tersebut. Namun, rasanya tak mungkin jika Dananjaya masih mau berdekatan dengan Kusumawardhani jika mengetahui kekasihnya adalah seorang putri mahkota dan Bhre Kabalan. Rakyat biasa saja selalu segan ketika bertemu dengan putri sang maharaja, jarang mau berteman dengan dirinya. Seharusnya, para lelaki dari kasta selain kesatrian, merasa minder karena kedudukan mereka tak sebanding dengan gadis yang mereka kagumi. Maka, sudah bulat pemikirannya. Dananjaya tak tahu jika kekasihnya adalah cicit dari pendiri Wilwatikta.

Bhre Mataram pun memanggil sang bawahan terpercaya dengan sorot serius yang ditakuti oleh siapa pun yang melihat. Bibirnya mengucap sebuah perintah dengan tegas. "Cepat siapkan kuda! Kita berangkat ke Trowulan sekarang juga."



***


RajakumariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang