BAB 16
MENAMBAH SEKUTU
***
Kabalan, 1378 Masehi
Satu sukrapaksa dan satu krenapaksa berlalu setelah Wikramawardhana mengunjungi Kabalan. Pemuda itu kembali ke Mataram setelah sepuluh hari menetap di keraton sang tunangan. Ia ingin tinggal lebih lama, tetapi kewajibannya di Mataram melambai-lambai, meminta dirampungkan. Merasa hubungannya dengan Kusumawardhani sudah semakin berkembang, Wikramawardhana pun berani meninggalkan tunangannya dengan harapan di lain waktu dapat kembali berjumpa. Sementara itu, Kusumawardhani sendiri kembali pada kesehariannya. Perempuan itu tetap memerintah dengan bijaksana seperti yang diajarkan sang ayahanda, juga tetap menengok keseharian rakyatnya di beberapa pagi. Setiap menyelinap keluar sebagai Pusparasmi, dirinya bertemu dengan Dananjaya. Keduanya saling menyapa. Kadang terlihat semburat merah di pipi Dananjaya yang kerap menghindari tatapan mata sang rajakumari.
Dan jujur saja, Kusumawardhani gemas saat melihat pipi merah Dananjaya setiap bertemu dengannya. Sang rajakumari juga kagum atas ketelatenan Dananjaya yang di usia semuda itu bisa menghasilkan sebuah mahakarya. Anting-anting pemberian Naradhiptawardhana yang ternyata dibuat oleh sang pengrajin emas muda itu pun masih menjadi kesukaan Bhre Kabalan.
Pada pagi hari yang cerah, biasanya Kusumawardhani disibukkan dengan tumpukan laporan di atas daun lontar mengenai urusan perdata di Kabalan. Namun, kali ini sang rajakumari memilih bersantai di atas kursi kesukaannya dan menatap pemandangan Gunung Kawi dan Gunung Arjuna yang menjulang tinggi di balik jendela ruangan.
Tustika dengan telaten memijat bahu Kusumawardhani. Sang dayang yakin jika Bhre Kabalan menderita pegal linu karena setiap harinya harus menyelesaikan permasalahan di nagarinya hingga larut malam. Memang, masalah yang ditemui sang rajakumari cenderung sepele, tak seberat masalah di nagari vassal yang lain. para leluhurnya membicarakan kebenaran. Takkan banyak kesulitan yang dihadapi sang putri mahkota selama memerintah di Kabalan. Kabalan adalah kerajaan bawahan Wilwatikta yang amat tenteram, jika dibandingkan dengan yang lain. Hanya saja, Kusumawardhani hingga saat ini masih memutar otak agar keinginannya untuk membangun bendungan dapat terwujud. Seperti biasa, setiap malam bulan purnama, dirinya akan menimba ilmu spiritual dan supranatural kepada Resi Makara. Bhre Kabalan yakin jika dirinya terus berusaha, maka impiannya bisa terwujud dalam waktu yang dekat. Mungkin satu atau dua tahun lagi, sang rajakumari sudah memiliki kemampuan yang mumpuni untuk berhadapan dengan sang penunggu Sungai Amprong.
"Paduka sedang memikirkan apa?" tanya Tustika, membuyarkan lamunan Kusumawardhani yang tengah membayangkan megahnya bendungan di Sungai Amprong agar rakyatnya yang berada di sebelah selatan bisa hidup dengan makmur.
"Bukan apa-apa," sahut sang rajakumari dengan cepat. Impiannya, biarlah menjadi rahasia untuk sementara waktu. Sebelum ia mampu mewujudkannya, Kusumawardhani takkan mengatakan sepatah kata mengenainya.
Tustika yang tadi melihat senyuman Kusumawardhani saat tengah melamun, langsung menyimpulkan sesuatu. "Apakah Paduka tengah mengingat kunjungan Paduka Wikramawardhana kemari? Aish, baru saja beberapa waktu yang lalu Bhre Mataram kembali, rupanya Paduka Rajakumari sudah merindu."
"Sepertinya tingkah laku Dananjaya yang malu-malu kucing, lebih membekas di ingatan daripada kunjungan Kangmas Wikramawardhana yang mendadak kemarin." Alis Kusumawardhani naik-turun, berniat menggoda dayangnya yang selalu saja membicarakan Wikramawardhana tanpa henti. Ia ingin tahu reaksi Tustika ketika dirinya membicarakan lelaki selain tunangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rajakumari
Historyczne[Cakrawala Mandala Series #4] Hayam Wuruk tak rela melepas putri kesayangannya untuk memerintah di Kabalan, mengurung sang putri mahkota selama tujuh belas tahun lamanya di dalam Keraton Trowulan. Setelah diberikan kebebasan, Kusumawardhani ingin me...