dua puluh lima: gak punya rumah

1.1K 74 5
                                    









"Ini nggak ada nasi gitu? Ngode genit perut gue," kata Han berbaring di ambal bulu tebal menyangga kepala dengan tas merahnya dengan tangan menekan stik ps.

"Ke bawah sana," jawab Jeno di sudut kamar duduk pada meja belajarnya dengan jemari mengetikkan keyboard.

"Ah yodah nggak jadi," kata Han menggulingkan badan ke samping meraih handphonenya.

Pemuda itu habis pergi memcari objek foto pencemaran lingkungan, asik jalan terus motornya mogok dan bengkelnya di deket rumah Jeno, sekalian lah mampir.

"Udah itu motor lo," kata Jeno masih nenatap layar laptop mendengar Han mengerang malas.

"Lagi betah," balas Han menaruh handphone kembali berguling menekan stik ps dengan mata kusyuk melihat layar besar kamar Jeno. "Ah lu punya rumah cakep pelit, nggak pernah undang sekelas main,"

"Ya menurut lo aja kenapa," kata Jeno menyandarkan punggung dengan bibir menguap kecil.

"Lo jarang di rumah sih ya, lagian rumah adem luas gini diabaiin, jadi elu gue betah Jen nggak keluar rumah orang apa aja udah available," cerocos Han dengan bibir mengerucut khas mwmbuat Jeno tak setuju.

"Ihunutng pas itu hape gue kebawa elu," tambah Han mengingat pertama kalinya daitau rumah Jeno yang besarnya mengejutkan seperti ini, Jeno juga tanpa protes bukatas kasihin telepon genggamnya buat Han sungkan mau ngebahas rumah dia di depanyang lain. Bahkan nggak berani main ke sini sampai Jeno beberapa kali negur dichat biar mampir. Tapi mlah setelahh itu enak banget main ke sini numpang makan.

"Ga-"

Suara gedubrak memotong kalimat Jeno, Han terlonjak sampai menegak menoleh kaget pada pintu. Suara teriakan saling serang terdengar keras walay nggak jelas, makin lama seperti menjauh.

"Yakin bener betahnya," sindir Jeno membuat Han meringis bersalah.

Han menaruh stik ps lalu berdiri, melangkah ke sudut kemar pada Jwno yang tak terusik sama sekali malah memangku tangan pada satu telapak tanganberpose malas menataplaptop.

Jeno nelirik menyipitkan mata sinis melihat Han makin mendekat. "Apa?" tanyanya curiga. Lalu melotot melihat Han tak berhenti juga.

"Yang tabah ya Jenjen," kata Han meraih kepala Jeno mendekapnya hangat. "Mungkin bakal berat tapi ada gue kok," katanya menumpukan kepala pada Jeno masih mendekap erat.

"Bau sampah nyet!" kata Jeno mendorong Han yang lanvsung menjauh melepas pelukan menatapnya kecewa dengan hidung mengendus merasa iya.

"Gue lagi iba loh," kata Han melengkungkan bibir turun.

"Nggak tersentuh samsek gue," kata Jeno sinis kembali menatap layar laptop.

"Mental lo pasti udah keganggu ya?" Tanya Han dengan nada pelan dengan raut sedih dibuat.

"Lo yang perlu reparasi," judes Jeno menyingjap poni ke qtas dengan kesal.

Ketukan pintu kasaf membuat keduanya mrnoleh. Kembali terdengar teriakan kencang dan bantahan membuat Jeno menarik napas dalam. Begitu suara terseret menjauh lagi dengan gaduh suara bantingan.

"Lo pulang duli aja Han," katanya berdiri meraih kunci dan dompet.

"Nemenin lo aja lah, nggak enak ntar lo sendiri," tolak Han kikuk membuat Jeno menggeleng melangkah ke pintu.

"Nggak enak gue tiap lo main begini, makanya nggak pernah ngajak kelas," kata Jeno menekan nyala saklar lampu.

Han beranjak, meraih ranselnya di ambal lanjut berjalan menyusul Jeno yang menusuk lubang kunci membuka kunci lalu menggeser pintu ke dalam dinding. Pintu kamar pemuds itu memang bukan tipe pintu engsel.

strangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang