tes tes
Jeno menghela nafas pelan, pemuda itu berdiri di koridor sepi. Tangan kirinya terjatuh apa adanya dengan map kertas dipegang begitu saja.
Ia mengepalkan tangan kanan, mengangkatnya bersiap akan mengetuk pintu kayu besar itu tepat saat hapenya berdering kencang di sunyinya koridor.
Pemuda itu reflek mendecak, merasa geram tak mematikan handphone di jam rawan, juga mengumpat dalam hati pada orang yang menelfon sekarang ini. Ia mendengus merogoh saku celana lalu terdiam sebentar melihat layar.
Ia menggeser dial hijau menunggu suara yang detik berikutnya malah sambungan terputus karena memang menelpon cuma ingin Jeno menotisnya.
Ia mengutak ponsel membaca pesan dengan alis naik sesaat lalu mengetikan jawaban sebelum mengantongi kembali hape ke dalam celana.
Jeno mengangkat tangan kanan lagi bersiap akan mengetuk pintu kembali.
"BANG JEN!"
Ia langsung mendengus keras. Ia mendesis memutar kepala dengan geraman kecil. "Apa?" Tanyanya tajam segera menatap pemuda yang mendekat.
Pemuda itu berhenti merapatkan bibir menunduk dengan nafas terengah sambil mencoba menegakan badannya. "Mereka turun lagi," katanya lalu menarik nafas dan membuang cepat, ia berusaha keras meredakan nafas ngos-ngosannya.
Jeno yang hanya menatap tak minat kini mendelik kecil memutar badannya. "Ck gue bilang rante semua temen lo," katanya langsung memprotes.
Ia menarik nafas dalam lalu menghembuskannya. Pemuda itu menatap cowok yang sudah berdiri tegak walau badannya masih terengah dengan bibir merapat tak dapat menjawab.
"Kalau emang kemarin udah lo bilangin biar gue yang urus ini lo tinggal buatin mereka surat ijin," kata Jeno memerintah menatap pemuda yang langsung tersentak dengan mata melotot kaget.
Pemuda itu mengontrol diri melihat Jeno menatapinya tak senang. Ia menipiskan bibir sesaat. "Iya," lirihnya pelan. "Tapi gimana kalau nanti orang tuanya nyari?" Tanyanya khawatir.
Jeno spontan terkekeh geli. "Oh gue diancem nih?" Tanyanya langsung merubah wajah jadi dingin kembali membuat adik kelasnya merapatkan bibir dan mengalihkan mata menghindari tatapan menusuk itu.
Ponselnya terasa bergetar membuat Jeno merogoh celana melihat layar display si penelpon, ia menarik tipis ujung bibirnya saat menatap layar. "Kasih jawaban yang bener," katanya membuat adik kelas itu tersentak kecil.
Ia mengangkat ponsel makin menunjukan layar ke arah pemuda itu. "Diangkat aja apa reject?" Tanyanya tenang membuat adik kelas hampir menjatuhkan rahang walau cuma bisa merapatkan bibir menahan.
"Eh," kata pemuda yang sudah berdiri tegak itu terkejut saat membaca nama di layar membuat Jeno menaikan alis memandangnya.
"Ck lama. Lo ikut gue," kata Jeno menarik ponsel yang sudah tak berdering mengantongi ke saku seragamnya.
Adik kelas itu ingin protes, tapi masih sayang dengan jiwanya jadi menahan diri juga menahan mata agar tak melirik tak suka kakak kelasnya ini. Padahal mau ditatap benci banget juga Jeno biasa-biasa saja.
Jeno menatap pemuda itu sebentar. Lalu menaikan alis tinggi. "Kenapa? Nggak suka?" Tanyanya tanpa intonasi berarti membuat pemuda di hadapannya tersentak merasa terkena tepat, ia makin ciut merasa hawa dingin langsung penuhi koridor.
KAMU SEDANG MEMBACA
stranger
FanfictionJeno si penguasa sekolah. Jabatannya Ketos tapi rokok tetap jalan. Kata orang berandal tapi kata temannya Jeno cuma mencoba nakal. Jaemin itu pindah cuma berniat sekolah. Kalau bukan jadi siswa yang berprestasi dia mau jadi cowok biasa saja. Tapi be...