Jeno menggerang pagi itu, ia mendengus membuka mata malas mendengar ketukan pintu yang makin mengganggu. Sebenarnya sudah bangun dari tadi tapi malas saja beranjak dari kasur karena ini hari libur.
Pikirannya berontak menyuruh tidur kembali dan acuh saja tapi otaknya secara lurus mengerti ketukan yang makin lama makin tak sabar itu kini diiringi umpatan.
Pemuda itu masih mendekap selimut kusutnya saat nada lembut wanita jadi terdengar seakan menengahi keributan yang datangnya pagi pagi itu.
"Jeno pulang jam berapa sih bun masa mau jam sembilan gini belum bangun?" Suara Haechan terdengar jelas bertanya dengan selipan nada protes.
"Berapa ya? Jam dua an kayaknya," kata suara lembut itu menjawab dengan halus. "Apa mau dititipin bunda aja?"
"Eh, saya harus ngobrol juga sama Jeno, jadi ketemu langsung aja," jawab suara itu sopan membuat Jeno menegakan badan terkejut mendengar suara wakil ketua osisnya yang kalem itu.
Ia berdehem serak sesaat sebelum menyahut, "bentar," katanya langsung turun ke pintu membukanya lebar.
Haechan menoleh langsung melihat Jeno yang berantakan dengan muka bantal yang sama sekali tak rapi, cowok itu langsung tertawa. "Hahahaha anjir apa apaan rambut lo?? Sangkar burung pindah?" Tanyanya meledek sambil mendekat.
Haechan meraih rambut itu mengusaknya gemas membuat Jeno menggerang malas berusaha menyingkir tapi karena masih mencari sisa sisa tenaga jadi pasrah rambutnya dibuat makin berantakan.
Soobin dengan map folio merah itu berdiri diam melihat dua sahabat yang malah bermesraan -Jeno yang pasrah dan Haechan yang semangat mengacak-acak Jeno-. Pemuda itu datang pagi-pagi mau menyerahkan berkas panitia buat pensi dies nathalies nanti.
Jeno makin pasrah terdorong Haechan sampai pelan-pelan beranjak masuk kamar. Membuat Soobin tersadar tertinggal jadi menoleh sebentar ke bunda dan mengangguk sopan sebelum menyusul ke dalam.
"Chann," kata Jeno dengan suara seraknya membuat Haechan spontan berhenti dengan terkejut agak melompat dengan muka shok.
Jeno yang diam saja daritadi membuatnya lupa suara temannya begitu bangun rendahya luar biasa, sebenarnya sih nggak jauh banget dari suara biasa cuman karena ketambahan serak jadi makin aja.
Jeno mendengus lalu menoleh pada cermin sambil menyisir rambut yang sudah mencelat tak rapi.
"Pagi bener dah," kata pemuda itu masih sibuk membenarkan rambut kecil yang mencuat. Dalam hati mengagumi kenapa saat bangun dia masih kelihatan menawan.
Jangan kaget, saat saat bangun itu adalah saat dimana otak belum benar berkerja sungguhan sehingga wajar masih ngelantur tak jelas.
"Siang anying jam sembilan loh sembilaaaannn, nggak usah mempagikan kesingan ya," kata Haechan langsung berseru tak setuju.
"Jen, ini," kata Soobin beda memberikan folder membuat Jeno awalnya melirik berikutnya membalik badan mengambil berkas dan bersandar.
Folder yang harusnya diberikan jumat pulang sekolah kalau Soobin tak lupa taruh dimana dan pulang duluan, Jeno yang sedang kabur-kaburan membuat Soobin menunggu saat dahulu.
Jeno melirik Haechan dengan alis terangkat. "Terus lo ngapain?" Tanyanya membuat Haechan yang bermain vas bunga langsung membalik badannya.
"Ikut aja sih," jawab Haechan begitu saja. Ngapain lagi, cowok itu emang cuma jalan keluar beli permen kaki saat liat Soobin di seberang warung keluarin motor dari rumahnya. Haechan tanpa basa-basi langsung lari mendekat lompat naik ke jok berseru mau ikut.
KAMU SEDANG MEMBACA
stranger
FanfictionJeno si penguasa sekolah. Jabatannya Ketos tapi rokok tetap jalan. Kata orang berandal tapi kata temannya Jeno cuma mencoba nakal. Jaemin itu pindah cuma berniat sekolah. Kalau bukan jadi siswa yang berprestasi dia mau jadi cowok biasa saja. Tapi be...