"Robek badge sekolah kalian,"
Barisan pemuda yang berdiri itu menunduk tak berani. Para siswa dengan badan lecet dan seragam rusak itu makin merasa nggak berani sambil di dalam hati menggerutu. Tau seperti ini mending disuruh jongkok saja sekalian biar nggak merasa terbebani. Karena sumpah entah tempat apa ini, bukan pinggir jalan ramai tapi panasnya terasa karena tak ada pepohonan di sekitar.
Jeno mendengus. "Maju satu-satu gue cabut sini," katanya tak membentak, nadanya kelewat datar dengan tatapan tajam yang tak dibuat-buat yang malah makin membuat pasukan kecil itu tak berani bicara.
Haechan berdiri di belakang pemuda itu. Ia melirik Yeonjun di sebelahnya yang asik mengunyah permen tanpa beban sama sekali bahkan satu tangannya terpasang pada pinggang berdiri santai.
Haechan menyenggol pelan Yeonjun dengan sikunya membuat Yeonjun menoleh dengan alis naik sekilas. Haechan menggerakkan dagu menunjuk dengan lirikan pada Jeno beberapa kali.
Yeonjun mendecak. "Bentar ah masih seru," katanya menolak kembali mengunyah membuat Haechan mendesis menyerah.
Eric mendekat pada Haechan. "Lo sendiri sana," bisiknya merapatkan diri.
Haechan menggeleng. "Mati gua kalo sendiri," katanya reflek menolak. "Sama lo ayo," ajaknya pada Eric.
"Kalo berdua aman?" Tanya Eric dengan lirirkan pada Jeno beberapa kali sambil berpikir temannya itu harus diatasi dengan cara bagaimana.
"Ya kaga lah, tapi kalo mati kan ada temennya," kata Haechan berceletuk asal membuat Eric melengos malas tak minat melanjutkan percakapan.
Satu pemuda melangkah dari jajaran belakang Jeno. Berjalan lalu berhenti di samping Jeno yang baru berhenti bicara. Pemuda itu meraih bahu Jeno seakan merangkul. "Udah Jen kasihan yang udah sampai sekolah kalo lo terus-terusin," katanya pelan berusaha menenangkan. Tentu saja sekolah yang dia maksud bukan sekolah asli melainkan rumah kosong dekat sekolah.
Jeno menoleh pada pemuda itu sebentar. Tepat saat pemuda di sampingnya tersenyum kecil padanya. Jeno menghela nafas pelan menggerakkan kepala ke depan. "Cabut dulu badgenya," katanya masih keras kepala membuat pemuda yang merangkulnya menipiskan bibir merasa tak berhasil.
"Gue udah bilang jangan gerombol banget, tunggu di tempat motor, siapa yang suruh cabut duluan?" Tanya Jeno masih tak puas karena pertanyaannya tak dijawab juga. "Kalau mau pamer nanti ada waktunya, gue sewain pick up buat ngarak lo semua," katanya mengakhiri dengan tajam.
Membawa atmosfer ngeri walau para pemuda di belakang Jeno justru menahan tawa membayangkan para peserta tawuran dimuat dalam pick up memutar satu kota.
"Di sini sampai pulang sekolah," kata Jeno serius dengan nada dingin memerintah. "Tunggu gue samperin, kalau gue lupa ya terima aja pokoknya,"
Semua langsung melotot bahkan ada yang memekik sewot sangat kaget. Yeonjun sampai menegakkan diri menatap Jeno dengan gelengan tak maklum.
"Jen jangan bikin setan merasa kalah gini dong," kata Yeonjun berceletuk reflek.
"Iya dah yang ngerasa kalah," balas Jeno juga asal dengan badan mulai melangkah akan beranjak pergi. Membuat Yeonjun mendelik, temannya ini marah saja masih bisa mikir. "Poto chan," sambung Jeno menepuk Haechan membuat semua langsung ternganga merasa tak bisa berbuat curang.
"Ey Jen serius ini mereka ditinggal di sini?" Tanya pemuda yang merangkul Jeno tadi mendekat.
"Nggak ada yang protes, ya nggak papa," kata Jeno benar-benar nggak merasa terbebani melanjutkan langkah yang membuat teman-temannya juga ikut melangkah pergi.
KAMU SEDANG MEMBACA
stranger
FanfictionJeno si penguasa sekolah. Jabatannya Ketos tapi rokok tetap jalan. Kata orang berandal tapi kata temannya Jeno cuma mencoba nakal. Jaemin itu pindah cuma berniat sekolah. Kalau bukan jadi siswa yang berprestasi dia mau jadi cowok biasa saja. Tapi be...