Chapter 04

33 27 6
                                    

Kiki yang duduk bersama Enjel menoleh pada Bia yang duduk sendirian di belakang, Bia memang tidak memiliki teman duduk karena jumlah siswa yang ganjil, dan Bia juga tidak mempermasalahkan itu. Bia selalu nyaman saat sendiri.

"Kenapa?" Tanya Bia saat melihat kedua sahabatnya ini yang menatapnya dengan tatapan mengintimidasi, "Lo pacaran sama Angga?" Tanya Kiki, kemudian melihat ke arah pojok paling belakang, tempat Angga duduk.

"Bia gak bilang-bilang kalau pacaran sama Angga, Enjel sampai kaget tadi saat lihat kalian jalan gandengan tangan," ucap Enjel.

"Gak, gue gak pacaran sama Angga, tadi cuma kebetulan lihat mereka bertiga itu mau bolos lagi, makanya aku seret Angga ke sini biar mereka gak jadi bolos," ucap Bia menjelaskan alasan yang sebenarnya mengapa dia dan Angga bisa bergandengan tangan.

"Tapi kalian cocok kok, iya kan Ki," ucap Enjel yang bertopang dagu, tersenyum pada Bia yang langsung mengelak mendengar ucapan Enjel, " Gak, gak ada yang cocok. Kita itu teman gak boleh pacar-pacaran" Bia menatap Enjel, "Siapa yang meracuni otak kamu sampai mikir gitu," Bia memegang kedua pipi Enjel yang gembul seperti bayi.

"Kuiki," Enjel sedikit kesusahan saat menyebut nama Kiki karena kedua pipinya diapit oleh dua tangan Bia. "Kiki, jangan racuni otak adik gue," ucap Bia pada Kiki. "Gue emak kalian, yang sopan kalau ngomong sama emak," ucap Kiki seperti seorang ibu-ibu yang memarahi anak-anaknya, mereka kemudian tertawa.

"Angga, mau kemana lo? Ini udah masuk jam pelajaran pertama," teriak Bia saat melihat Angga yang sudah berdiri di dekat pintu, hendak keluar dari kelas. Angga menoleh, "Tas," setelah mengucapkan satu kata itu, Angga sudah benar-benar tidak terlihat lagi.

"Tas apaan?" Bia belum mengerti maksud Angga. "Mungkin maksud Angga dia mau ambil tas dulu, karena tadi waktu masuk kelas Angga kan gak bawa tas," ucap Enjel.

"Tumben otak Lo bisa paham Jel," ucap Bia seolah apa yang dikatakan Enjel merupakan keajaiban karena bisa mengerti maksud perkataan Angga yang hanya satu kata.

"Gue yakin sih, dia gak bakal balik lagi," ucap Kiki. Dan benar saja, Angga benar-benar tidak kembali ke kelas sampai jam pelajaran kedua sudah selesai, dan sekarang sudah masuk jam istirahat.

"Capek banget, dari jam pertama duduk mulu," ucap Bia, "iya sama, Enjel juga" ucap Enjel menyetujui. Mereka berdua sudah berdiri dan melakukan beberapa peregangan, sedangkan Kiki masih merapikan buku-bukunya.

"Yok, ke kantin," ucap Kiki setelah merapikan semua alat belajarnya. Sedangkan Bia kembali duduk, "Kalian duluan aja deh, gue udah makan nasi goreng tadi di kantin," ucap Bia.

Bia bukan anak dari keluarga kaya raya yang memiliki banyak uang. Bia hanya memiliki ibunya yang harus kerja banting tulang menjadi tulang punggung keluarga. Bia harus banyak menabung dan tidak boros, meskipun ibunya selalu memberinya uang lebih dan mengatakan pada Bia jika Bia ingin sesuatu Bia bisa minta pada ibunya, ibunya akan berusaha untuk memenuhi itu.

Tapi Bia juga tidak ingin membuat ibunya harus ekstra bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhannya, lagipula Bia masih punya kakak laki-laki yang sekarang sedang berkuliah, dan itu membutuhkan biaya lebih banyak sehingga Bia harus belajar menyisihkan sebagian uang jajannya untuk ditabung agar jika Bia ingin membeli sesuatu atau ada kebutuhan mendesak Bia bisa menggunakan uang itu.

"Gak apa-apa, hari ini kita makan di kantin atas. Aku mau makan cheesecake, aku yang bayar," ucap Enjel. "Yok," Kiki menggandeng tangan Bia dan mengajaknya untuk segera keluar dari kelas.

Kantin di sekolah ini ada dua tempat, ada di lantai tiga dan juga ada di lantai satu. Sedangkan di lantai dua tidak ada kantin, hanya ada perpustakaan sehingga yang ingin ke perpustakaan baik yang kelas sepuluh ataupun kelas dua belas harus ke lantai dua.

Saat mereka sudah ada di depan pintu, mereka bertiga berhenti berjalan saat seorang laki-laki berdiri di depan mereka. Beberapa siswa perempuan ikut berdiri di depan kelas melihat sosok laki-laki yang mereka damba-dambakan.

Tanpa mengucapkan satu katapun, laki-laki itu menarik tangan Bia dan pergi meninggalkan kedua temannya yang tampak cengo, juga siswa-siswi perempuan lainnya yang tampak kaget.

"Bia dicuri kak Axel," Enjel sudah mau mengejar tapi langsung ditahan oleh Kiki, "Biarkan mereka menyelesaikan urusannya yang kemarin, kita tunggu di kantin aja," Kiki berbisik pada Enjel karena banyak siswa lain yang ada di dekat mereka.

Enjel mengangguk mengerti, mereka berdua kemudian berjalan dan naik ke lantai tiga, menuju kantin. "Kak Axel gak akan ngapa-ngapain Bia kan?" Tanya Enjel menoleh pada Kiki yang di sampingnya. "Gak lah," ucap Kiki yakin.

Sedangkan di tempat lain, lebih tepatnya di rooftop sekolah Di sana ada Axel dan Bia. Axel menatap Bia, sedangkan Bia yang sedikit canggung mengalihkan pandangannya dan matanya langsung melihat pemandangan indah dari taman yang ada di belakang sekolah, Bia melangkah ke pinggir untuk melihatnya lebih jelas.

"Wah," Bia menatap takjub hamparan bunga-bunga yang ada di bawah sana, saat melihat taman ini secara langsung, tidak ada yang menarik dan terkesan biasa saja. Tapi melihatnya dari atas sini benar-benar indah.

Axel melangkah mendekat pada Bia, ikut melihat taman di bawah sana. Taman ini memang tidak terlalu terawat lagi karena terletak di belakang sekolah, dan tidak banyak juga yang pergi ke taman belakang karena lebih tertarik dengan taman yang ada di halaman sekolah yang lebih terawat dan tertata dengan rapi, juga ada air mancur dan kolam ikan.

"Ngapain gandengan tangan sama Angga tadi pagi?" Axel menoleh pada Bia yang pandangan matanya masih fokus ke bawah sana. Mendengar hal itu Bia menoleh pada Axel, "Hah?" Bia tampak belum paham.

"Jangan terlalu dekat sama Angga, dia suka sama kamu. Juga cowok yang lainnya, jangan dekat-dekat apalagi sampai gandeng tangan," ucap Axel menatap Bia yang juga menatapnya.

"Kenapa? Terserah gue lah mau dekat sama siapa aja," ucap Bia mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak tahan menatap Axel terlalu lama dalam keadaan sedekat ini.

"Aku pacar kamu," ucap Axel mengingatkan Bia, sedangkan Bia langsung melotot dan kembali menoleh pada Axel, "Siapa bilang? Gak ada, gue gak punya pacar," ucap Bia.

"Kemarin kamu ngajak aku buat jadi pacar kamu," ucap Axel mengingatkan Bia, sedangkan Bia langsung menepuk keningnya saat mengingat tentang kegilaannya kemarin. "Itu salah paham, gue cuma main Truth or Dare sama teman-teman gue dan tantangannya gue harus ngajak kak Axel jalan hari Minggu nanti," ucap Bia menjelaskan agar tidak ada lagi kesalahpahaman.

"Tapi kamu malah ngajak aku buat jadi pacar kamu, berarti sekarang kita pacaran, kamu pacar aku dan aku gak suka lihat kamu dekat sama laki-laki lain," ucap Axel seolah apa yang dikatakannya tidak bisa dibantah lagi.

"Karena tantangannya kamu ngajak aku jalan hari Minggu nanti, jadi ayo jalan hari Minggu nanti," Axel merapikan beberapa helai rambut Bia yang menutupi wajahnya karena terkena angin.

"Juga, jangan bicara gue Lo, aku gak suka. Terdengar kasar, jadi pakai aku kamu," ucap Axel dengan senyuman tipis yang terukir di bibirnya. Tolong siapapun selamatkan Bia, jantungnya terasa ingin melompat keluar dari tubuhnya.

•••••
Gue kehabisan kata-kata, hal menyedihkan kalau orang jomblo harus memikirkan hal uwuuwu, tolong beri saya tissue😿

See you part selanjutnya 🐈😽

Nightmare ~17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang