Chapter 17

19 13 7
                                    

"Jel, Kiki gak masuk?" Tanya Bia saat menyadari keberadaan Kiki yang tidak ada di dalam kelas. Biasanya Kiki selalu menyempatkan ada di ruang kelas meskipun sedang sibuk dengan kegiatan OSIS.

Enjel menoleh, baru menyadari keberadaan Bia. Sepertinya dia melamun sampai tidak menyadari keberadaan Bia yang sedari tadi sudah ada di dalam kelas saat jam pelajaran pertama hingga akan masuk jam pelajaran kedua.

"Ya?" Tanya Enjel, sepertinya dia tidak mendengar dengan baik apa yang dikatakan oleh Bia. Dia benar-benar melamun, hingga jam pelajaran telah selesai.

"Gue nanya, Kiki mana? Dia gak masuk?" Tanya Bia lagi mengulangi pertanyaannya. Sedangkan Enjel langsung mengangguk, "Maaf tadi Enjel nggak fokus, Kiki hari ini dan mungkin beberapa hari kedepannya gak masuk dulu. Dia izin katanya ada urusan yang urgent," ucap Enjel menjelaskan. "Bia kemarin-kemarin nya bolos sekolah sih jadinya gak liat Kiki untuk terakhir kali sebelum berpisah, padahal Enjel mau foto bareng," ucap Enjel cemberut.

Berbeda dengan Bia yang langsung menangkap satu kata dari ucapan Enjel, Bolos. "Dari mana lo tau kalau kemarin gue bolos sekolah?" Tanya Bia, seingatnya dia dan Angkasa tidak sempat melewati gerbang sekolah sehingga tidak ada yang melihatnya bolos sekolah.

"Kan Bia gak masuk sekolah berarti Bia bolos kan," ucap Enjel apa adanya. Bia mendengus, sebenarnya Bia sendiri tidak suka saat dikatakan dia bolos sekolah. Tapi mau bagaimana lagi, karena dia memang melakukannya. "Bisa aja kan gue izin, gak beneran bolos,"

"Tapi kata Gavin, Bia lagi bolos bareng Angkasa," ucap Enjel. Bia sudah ingin menyampaikan sumpah serapah pada Gavin, dari mana dia tahu kalau dirinya dan Angkasa bolos sekolah. Tidak mungkin kan dia juga ikutan bolos dan ada di bukit pelangi? Tidak mungkin lah, Gavin adalah sosok ketua OSIS yang menjadi pion penting dalam sekolah.

"Gavin Kam*pret! Jangan percaya sama omongan Gavin, dia sesat," ucap Bia kemudian pindah duduk ke depan, di samping Enjel untuk mata pelajaran selanjutnya. Berhubung Kiki tidak ada jadi tempatnya kosong, lagi pula Bia juga bosan duduk sendirian.

Setelah melewati waktu jam pelajaran kedua, sekarang masuk jam istirahat. Bia berdiri dan melakukan beberapa peragaan, sepertinya bokong nya tidak berisi lagi karena terlalu banyak duduk.

Bia kemudian menatap teman-teman kelasnya yang juga menatapnya. Bia jadi ingat saat Gavin memposting fotonya di akun Instagramnya, tatapan mereka sama, tatapan mata penasaran. "Kenapa Lo pada liatin gue?" Tanya Bia cuek kemudian kembali duduk.

"Jadi lo benar-benar gak pacaran sama kak Axel?"

"Cuma temen ternyata, kenapa gak bilang dari awal si Bia,"

"Iya nih, lo udah jadi trending topik padahal karena berita itu,"

"Lo bisa pada diam gak sih, berisik banget jadi manusia. Noh salahin kak Axel yang bikin caption seenaknya waktu posting foto Bia, ngapa lu pada sewot sama Bia. Orang bukan dia biang keroknya," ucap seorang siswa perempuan, dia kemudian menaikan beberapa buku ke atas meja untuk dijadikan bantal.

Setelah mendengar suara anak manusia yang menggelegar itu, teman-teman satu kelas Bia tidak ada lagi yang bertanya, mereka lebih memilih untuk keluar kelas dan pergi ke kantin untuk mengisi perut mereka yang sedari tadi sudah meminta asupan.

"Bia sebenarnya pacaran sama kak Axel atau tidak?" Tanya Enjel, dia mengeluarkan kotak bekal dari dalam tasnya. Beberapa potong sandwich terlihat menggiurkan. Dulu, Enjel memang sering membawa bekal, tapi sekarang sudah jarang, itu karena Gavin yang sering mengejeknya seperti anak kecil.

Bia dan Enjel makan sandwich bekal milik Enjel. "Gak, gue sama kak Axel gak pacaran. Kemarin kita cuma main-main doang," ucap Bia masih terdengar jelas meskipun sedang mengunyah.

"Tapi kak Axel baik kan? Iya kan Bia?" Tanya Enjel antusias, ingin menyamakan pendapatnya tentang sosok yang bernama Axel itu. Bia menghela napas, selama beberapa hari dia dekat dengan Axel, Bia bisa tahu kalau Axel adalah sosok yang hangat dan penuh perhatian. "Kak Axel baik," ucap Bia pelan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri kalau apa yang diperlihatkan Axel di hadapannya adalah sosok dirinya yang sebenarnya.

Dibandingkan sosok manusia es batu dari kutub Utara atau apapun itu julukan yang disematkan untuknya, Bia lebih mengenal Axel dengan sosok yang hangat dan penuh perhatian, dan juga posesif. Meskipun Axel kadang menunjukkan sifat cueknya saat sudah berhadapan dengan cinta utamanya, tumpukan buku.

"Nah bener kan, Enjel juga mikirnya begitu tau. Kak Axel itu pasti baik dan penyayang, Kiki aja yang berpikir kalau kak Axel itu gak baik untuk Bia jadi Bia gak boleh pacaran dan dekat-dekat sama kak Axel," ucap Enjel membuat Bia mengernyit. Semenjak kejadian di ruang OSIS, Bia dan Kiki tidak pernah lagi terlibat komunikasi.

"Kiki ngomong apa aja?" Tanya Bia penasaran. Apakah Kiki memiliki perasaan lebih terhadap Axel? Itu adalah hal yang sering hinggap dipikiran Bia saat mengingat perubahan sikap Kiki terhadapnya.

"Kiki cuma bilang kalau Bia gak boleh pacaran sama kak Axel. Saat Enjel bertanya kenapa tidak boleh, Kiki hanya diam terus bilang kalau kak Axel gak boleh dekat sama Bia, kak Axel gak cocok sama Bia. Gitu," ucap Enjel seolah memperagakan interaksinya dengan Kiki saat berbicara.

"Cuma itu yang dia bilang?" Tanya Bia masih berusaha menggali informasi. Sedangkan Enjel hanya mengangguk membenarkan, "Kiki hanya bilang itu sama Enjel, selebihnya Kiki lebih sering menghabiskan waktunya di OSIS," ucap Enjel.

Mendengar itu Bia kembali diam. "Ada apa dengan Kiki? Apa yang sebenarnya dia ketahui? Atau ini bentuk tidak terimanya kalau kak Axel dekat dengan Bia karena dia sendiri juga menyimpan perasaan pada kak Axel?" Rasanya Bia pusing sendiri dengan isi kepalanya.

"Kiki gak bilang mau kemana?" Tanya Bia pada Enjel, sekarang hanya ada mereka berdua di dalam kelas. "Kiki gak bilang mau kemana, tapi yang Enjel tau Kiki ke luar negeri," ucap Enjel. Kiki memang memiliki keluarga besar di luar negeri, dia biasa menceritakan hal itu meskipun samar dan terkesan menggantung.

"Gini nih kalau cwk udah ketemu dengan cwk, kerjaannya ngerumpi Mulu. Biar apa coba, dapat dosa ia," ucap Angkasa yang entah sejak kapan sudah ada di dalam kelas. Bersama Iqbal yang tidak terlihat bersemangat, dia langsung duduk dan bersandar. Angga yang ke belakang, di bagian tempat duduknya. Dan Angkasa yang duduk di atas meja di depan Bia.

"Apaan cwk cwk, gak jelas Lo keong racun," ucap Bia mencibir. Sedangkan Angkasa hanya memajukan bibir bawahnya, mengejek Bia.

Sebuah susu kotak diletakkan di atas meja, siapa lagi pelakunya kalau bukan Angga. "Makasih ngga," ucap Bia, kebetulan tenggorokannya memang lagi serek karena belum sempat minum sehabis makan sandwich.

"Enjel, gimana?" Tanya Angkasa. Mendengar itu, Enjel yang terlihat gugup, saat pandangan matanya bertemu dengan mata yang berwarna hitam pekat itu, dia cepat-cepat mengalihkannya.

"Iya, Enjel mau jadi pacarnya kak Angkasa," cicit Enjel nyaris tidak terdengar. Sedangkan Angkasa sudah melompat kegirangan hingga mengangetkan Iqbal yang sedang melamun.

"Angkasa, gue kaget ban*sat," umpat Iqbal memegang dadanya yang bergemuruh. Sedangkan Angga masih tetap dengan wajah datarnya, berbeda dengan Bia yang berusaha mencerna dengan baik agar bisa benar-benar paham.

"Kalian pacaran?" Tanya Bia pelan sambil menatap bergantian pada Angkasa yang tampak kegirangan dengan Enjel yang tersipu malu.

•••••
Hello, saya kembali hehehe😸
Selamat membaca mantenan 🐈
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen 😻

See you chapter selanjutnya 😽

Nightmare ~17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang