Chapter 10

22 21 8
                                    

Sebuah postingan di Instagram Axel pagi ini membuat banyak pasang mata menatap pada Bia saat memasuki gerbang sekolah. Mereka saling berbisik dan memandang Bia dari atas sampai bawah, seolah mencari tahu hal menarik apa yang ada pada Bia.

Bia hanya berjalan melewati mereka, tidak tahu dan tidak ingin tahu apa yang terjadi. Dia hanya merasa risih saat semua orang menatapnya, sangat risih hingga rasanya Bia ingin segera menghilang dari sana. Isi kepalanya dipenuhi pertanyaan tentang orang-orang yang sedari tadi menatapnya. Bahakan Bia memeriksa pakaiannya, takut ada yang salah dengan pakaiannya.

Bia terus berjalan, berusaha mengabaikan orang-orang yang berbisik kesana-kemari saat melihatnya. Saat sudah sampai dilantai dua, Bia menoleh saat mendengar sebuah suara memanggilnya. Di sana ada Enjel yang tampak terburu-buru menghampirinya. Tapi, sebelum Enjel sampai pada Bia, seseorang menarik tangan Bia naik ke lantai tiga.

Enjel yang melihat itu mulai panik dan hendak menyusul, tapi dihalangi oleh seorang laki-laki yang tiba-tiba berdiri dihadapannya. Entah dia muncul darimana. "Heh Tuyul, mau kemana lo?" Tanya laki-laki itu yang tidak lain adalah Gavin.

"Gavin, minggir dulu. Bia lagi dibawah sama kak Mariska, Enjel takut kalau nanti Bia diapa-apain," ucap Enjel berusaha mendorong Gavin agar menyingkir dari hadapannya, namun tangan kecilnya tidak ada apa-apanya dibandingkan kekuatan Gavin yang tetap berdiri tegap.

"Lo tenang aja, Bia gak mungkin diapa-apain. Bia gak selemah itu sampai biarin dirinya dilukai orang lain, gue udah kenal dia dari lama. Jadi, Lo tenang aja dan balik ke kelas Lo sana," ucap Gavin kemudian memegang bahu Enjel dan mendorongnya untuk kembali ke kelas.

Sedangkan di lantai tiga, lebih tepatnya di belakang kantin. Bia memperhatikan sekitarnya, dia baru tahu kalau di lantai tiga ini ternyata ada tempat yang sangat menarik. Meskipun banyak kursi dan meja rusak tapi, semuanya ditata dengan rapi dan di dindingnya terdapat banyak lukisan yang menempel. Bia menyukai lukisan.

"Heh!" tubuh Bia sedikit terdorong ke belakang, pelakunya adalah seorang siswi perempuan yang tadi menariknya. Bia mengenal perempuan itu, Mariska Roberto merupakan siswi yang populer di sekolahnya. Dia ahli dalam bermain musik dan menari, sudah banyak penghargaan yang dia sumbangkan untuk sekolah. Dia adalah seorang gadis blasteran Indonesia-Belanda. "Lo siapa? Pacarnya Axel?" Mariska tampak mengejek.

"Kak Axel?" Tanya Bia bingung, Bia belum paham dengan apa yang sebenarnya terjadi. "Kenapa? Lo sengaja kan suruh Axel posting foto Lo dengan caption My Love. Menjijikkan," Mariska tampak jijik dan mengibaskan jarinya yang lentik.

Mendengar itu Bia jadi sedikit paham, kemarin Axel memintanya agar mempublikasikan tentang hubungan mereka. Bia tentu menolak, dengan beberapa alasan yang tidak dia utarakan. Tapi, sepertinya Axel tetap melakukannya.

"Yang perlu Lo tau! Sekuat apapun Lo ngejar Axel, dia akan tetap jadi milik gue, bukan Lo ataupun yang lainnya," ucap Mariska menatap tajam pada Bia kedua tangannya memegang bahu Bia, mencengkeramnya erat. "Bilang sama gue sekarang, kalau Lo gak pacaran sama Axel! Lo gak pacaran sama dia kan?"

Bia melepaskan tangan Mariska dari bahunya, menyentaknya sedikit kasar. "Kenapa kak Mariska tanya saya? Kak Axel yang posting foto itu, seharusnya kak Mariska bertanya pada kak Axel. Apa maksudnya memposting foto perempuan lain disaat dia milik kak Mariska," Bia menatap tajam pada Mariska. Bia menghargai Mariska sebagai seniornya, tapi Bia tidak suka ditindas.

Tidak ingin berlama-lama, Bia segera pergi dari sana meninggalkan Mariska. Sekarang sudah masuk jam pelajaran pertama, Bia tidak memiliki banyak waktu kalau hanya untuk meladeni orang seperti Mariska yang sok berkuasa.

Tentang Mariska, Bia sudah sering mendengar bahwa seniornya itu menindas dan mengancam para siswi yang berani dekat dengan kekasihnya. Tapi, tidak pernah ada yang mengatakan kalau kekasihnya yang dimaksud adalah Axel.

Bia berusaha untuk tidak peduli, sepertinya Bia hanya perlu dan harus bertemu dengan Axel sebentar. Tapi sebelum itu, Bia harus buru-buru ke kelas karena mata pelajaran pertama sudah dimulai dari dua puluh lima menit yang lalu. Bia berlari-lari kecil menuruni tangga.

Setelah dibiarkan masuk, Bia mengikuti mata pelajaran pertama dengan sedikit risih. Apalagi yang membuat Bia risih jika bukan teman-teman satu kelasnya yang terus-terusan menatapnya. Guru yang mengajar juga sesekali menoleh padanya. Bia tidak suka saat seperti ini, Bia lebih suka saat dia seperti tidak terlihat atau tidak dianggap ada sekalipun.

"Baik, saya rasa cukup. Ingat oleh-oleh yang ibu berikan, dikumpul Minggu depan sebelum ibu masuk kelas." ucap guru tersebut sebelum meninggalkan kelas.

Saat guru sudah benar-benar meninggalkan ruang kelas, hampir semua siswa menoleh dan menatap Bia. Meskipun beberapa siswa tampak tidak peduli dan lebih memilih keluar kelas sebelum masuk mata pelajaran selanjutnya.

Enjel langsung berbalik dan memegang tangan Bia, "Bia gak apa-apa kan? Bia gak diapa-apain kan sama kak Mariska?" Enjel tampak khawatir, berbeda dengan Kiki yang sedari tadi hanya diam tanpa menoleh ke belakang untuk melihat Bia.

"Bia, Lo beneran pacaran sama kak Axel?" Tanya salah satu siswa perempuan yang merupakan teman satu kelas Bia juga. Yang lain tampak menunggu jawaban Bia.

"Perlu banget gue jawab?" Bia berusaha untuk tetap cuek, Bia sendiri sebenarnya bingung. Hubungannya dengan Axel tergolong tidak jelas, Bia tidak bermaksud mengajak Axel berpacaran saat itu. Jadi Bia menganggapnya sebagai sebuah kesalahan dan tidak bisa dikatakan bahwa mereka menjalin hubungan resmi hanya karena Axel yang mengatakan mau menjadi pacar Bia sebagai jawaban dari keteledoran mulutnya yang bicara sembarangan.

Seorang siswa perempuan berdiri, memukul meja dan menimbulkan suara yang membuat seisi ruangan menoleh ke arahnya. Bila, diam beberapa saat sebelum berbicara. "Lo kenapa pada pusing si? Yang jadian siapa, yang heboh siapa. Memang kenapa kalau dia pacaran sama kak Axel? Kayak stok laki-laki di bumi bakal habis aja," masih ingin berbicara tapi para siswa yang tadi keluar kelas langsung berhamburan masuk menandakan bahwa guru mata pelajaran selanjutnya sudah datang.

Setelah jam pelajaran kedua selesai, Kiki langsung berdiri dan menarik tangan Bia agar ikut dengannya. Mereka berjalan keluar kelas dan turun ke lantai satu. Terus bejalan hingga mereka sampai di depan ruangan yang tertutup.

Kiki membuka pintu, ternyata di dalam ada seorang siswa laki-laki yang sedang sibuk dengan kertas-kertas yang menumpuk. "Vin, bisa keluar dulu gak?" Tanya Kiki, Gavin yang mendengar itu hanya mengangguk kemudian segera keluar.

Setelah Gavin keluar, Kiki menutup pintu dan menguncinya. Berdiri menatap lurus pada Bia. Sedangkan Bia sendiri bingung dengan Kiki yang tiba-tiba seperti ini, "Kenapa Ki?" Tanya Bia berusaha untuk bersikap santai seperti biasanya.

Kiki diam, begitu pula Bia yang ikut diam. Hanya terdengar suara jarum jam. Bia mengepalkan tangannya, terasa sangat dingin. Suhu AC yang diatur rendah membuat Bia kedinginan. Bia tidak terlalu tahan dengan suhu dingin.

"Kenapa Lo bisa pacaran sama kak Axel?" Kiki menatap Bia, begitupula Bia yang menatap Kiki. "Lo gak boleh pacaran sama kak Axel!"


•••••

Selamat Membaca 😽
Semoga kalian suka ceritanya 🐈
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen 😻

Nightmare ~17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang