Chapter 13

20 18 6
                                    

"Bia," seseorang memanggil namanya membuat Bia menoleh, Melihat teman satu kelasnya yang baru muncul saat sudah jam pulang sekolah. Akhir-akhir ini Bia jarang bertemu dengan dia, Angga.

"Gue antar," ucap Angga. Bia menatap Angga yang hanya menampakkan wajah datarnya, bagaimana bisa ada manusia minim ekspresi sepertinya. "Aka mana?" Tanya Bia. Sama dengan Angga, Bia juga sudah jarang lagi bertemu dengan Angkasa, sepupunya itu.

Entahlah, Bia hanya merasa kalau semuanya menjauhi Bia. Terutama Kiki dan Angkasa, yang selama ini selalu ada di dekat Bia menyumbangkan suara-suara yang kadang menganggu tapi Bia menyukainya. Dan Angkasa, dia benar-benar memberi jarak pada Bia. Tidak adalagi Angkasa yang selalu menjadi penjemputnya untuk pergi dan pulang sekolah, tidak ada lagi Angkasa yang menumpang sarapan di rumahnya, tidak ada lagi Angkasa yang menemaninya di rumah saat sendirian dan tidak bisa tidur.

"Latihan," Bia mengangguk mengerti mendengar jawaban Angga. Angkasa dan dua temannya memang masuk kegiatan ekstrakurikuler, yaitu pencak silat. "Gue pulang bareng Enjel, mau ke suatu tempat dulu. Lo lanjut latihan aja, Tolong kasih tau Aka kal-,,," Bia tidak melanjutkan kalimatnya, diam sesaat tampak berpikir.

"Apa?" Tanya Angga saat melihat Bia yang masih diam. "Gak jadi, Lo duluan aja, gue mau nungguin Enjel dulu," Ucap Bia, kemudian Angga meninggalkannya sendirian di sana, di depan kelasnya menunggu Enjel kembali dari perpustakaan.

Tidak lama menunggu, Enjel sudah datang sembari bersenandung kecil. Dia berjalan sedikit berlompatan seperti seorang anak-anak di taman kanak-kanak. "Bia," ucap Enjel riang menghampiri Bia dengan senyum lebarnya. "Ayo," ajaknya kemudian menggandeng tangan Bia.

"Bia sama Kiki lagi bertengkar ya? Kok Enjel lihat-lihat kalian gak pernah saling bicara beberapa hari ini," ujar Enjel dengan polosnya. Bia hanya diam, tidak berniat menanggapi. Bia sendiri bingung, kata-kata Kiki waktu di ruang OSIS masih melekat di kepalanya, apakah Kiki benar-benar marah padanya karena berita tentang dirinya dengan Axel? Atau karena hal lain?

"Bia, Enjel lupa," Enjel menepuk keningnya, mereka sudah ada di luar sekolah. "Bia, maaf. Enjel lupa kalau mami Enjel udah pesan ojek online untuk menjemput Enjel, jadi kita tidak bisa pulang bareng," ucap Enjel, seorang tukang ojek sudah ada di hadapan mereka.

"Gak apa-apa Enjel, Lo duluan aja gue bisa naik angkot kok," ucap Bia disertai senyuman. Enjel memang tergolong sebagai orang yang pelupa, dan Bia sudah cukup tahu itu lagipula Bia juga tidak benar-benar berharap akan pulang bareng Enjel karena mengingat arah jalan pulang mereka yang berlawanan.

"Jadi tidak apa-apa kan kalau Enjel pulang duluan, Bia gak marah kan? Enjel beneran lupa, maafin Enjel" ucap Enjel membuat Bia sontak tertawa, Enjel selain murah senyum dia juga sangat tidak enakan pada orang lain terutama sahabatnya.

"Aneh banget sih Enjel, gak apa-apa gue udah biasa kali pulang sendiri. Tapi soal pelupa sepertinya Lo harus cari obat deh, Lo udah tingkat darurat soalnya. Gue takutnya nanti Lo gak sengaja bunuh gue karena gak tau kalau gue sahabat Lo," ucap Bia bercanda disertai tawanya.

Sedangkan Enjel cemberut, "Gak boleh tau bunuh-bunuh mahluk hidup, Bia sama Kiki aja itu yang suka bunuh nyamuk padahal kan dia cuma cari makan buat keluarganya juga. Kasihan ka jadinya, kalau nyamuknya mati ninggalin istri sama anak-anaknya," Bia memutar bola matanya jengah saat mendengar ucapan Enjel.

Enjel yang selalu tidak tega, bahkan untuk membunuh nyamuk yang sedang asik meminum darahnya saja dia tidak mau dengan alasan seperti yang baru saja dia katakan. "Udah mending lo pergi sana," usir Bia, lama-lama Bia bisa depresi kalau harus meladeni Enjel.

"Yaudah, Enjel pulang duluan yah. Bia jangan lupa kabarin Angkasa biar dia anterin Bia pulang," ucap Enjel setengah berteriak karena sudah dibawa menjauh oleh tukang ojek yang mengantarkannya pulang.

"Aka?" Bia mengecek hpnya, dia dan Angkasa jarang berhubungan melalu chat atau telpon kecuali itu hal yang penting. Menghela napas sesaat, Bia kembali menyimpan hpnya kemudian berjalan, Bia ingin ke supermarket dulu untuk membeli minuman dingin sebelum pulang.

Saat sudah keluar dari supermarket, Bia berhenti dan berdiri di pinggir jalan. Membuka penutup minuman dan meminumnya, untuk menghilangkan dahaga. Tapi, dari arah lain Bia tidak menyadari seorang anak remaja yang membawa sepeda dengan laju yang sangat cepat.

"Awas," teriak remaja tersebut, rem sepedanya tidak ada dan dia tidak bisa mengendalikannya. Bia yang melihat hal itu ikut panik, bukan sepedanya yang akan menabrak Bia. Tapi, tubuh anak remaja itu yang melayang menimpah Bia yang masih minum.

Dukk.

Suara nyaring itu keluar saat dua tubuh manusia itu mendarat di trotoar jalan. Minuman berwarna merah membasahi wajah Bia dan seragam sekolahnya. Keningnya mengeluarkan darah karena mendarat di atas trotoar yang keras, siku dan telapak tangannya ikut terluka, tampak putih kemudian perlahan mengeluarkan darah.

Anak remaja itu bangun dari atas tubuh Bia, rasa panik melandanya saat melihat warna merah yang membasahi wajah orang yang ada di bawah tubuhnya. Remaja dengan rambut yang diikat tinggi itu perlahan mengeluarkan air mata, saat orang yang ada di bawahnya masih tidak mengeluarkan suara meskipun sudah dia tepuk-tepuk pipinya.

"Kak bangun, kak.... Huahh... Bintang udah bunuh orang, mama bintang bunuh orang huahhh..." Tangis remaja itu pecah, orang-orang juga mulai mendatangi mereka. Melihat Bia yang masih terkapar tidak sadarkan diri.

"Dek, turun dulu itu anak orang gak bisa napas," ucap seorang wanita yang merupakan pegawai supermarket. Dia menegur anak remaja itu yang masih asik duduk di atas tubuh Bia yang sudah tidak berdaya.

Beberapa orang menenangkan anak remaja itu, sedangkan yang lainnya mengangkat Bia yang tidak sadarkan diri. Bia hanya luka di bagian keningnya yang mengeluarkan darah cukup banyak tapi lukanya tidak dalam sehingga tidak perlu di bawah ke rumah sakit.

Setelah dibantu duduk dan belakangnya ditepuk-tepuk beberapa kali, akhirnya Bia sadar dengan memuntahkan cairan berwarna merah yang keluar dari mulut dan hidungnya. Itu adalah minuman yang tadi di minumnya, sedangkan remaja itu kembali berteriak histeris karena mengira itu adalah darah.

Sebenarnya bukan luka ataupun tubuhnya yang tertimpa yang membuat Bia pingsang, tapi minuman itu yang salah masuk saluran dan tertahan di sana membuat dada Bia terasa sesak dan kewalahan untuk bernapas hingga tidak sadarkan diri.

"Lo Bia kan? Pacarnya Axel, bener gak sih? Tapi yang pasti Lo sepupunya Angkasa kan?" Laki-laki dengan rambut bergelombang itu terus mengoceh di hadapan Bia yang meringis karena mulai merasakan sakit di dahinya.

"Lo pulang bareng siapa? Angkasa lagi gak ada kan, biar gue yang anterin lo pulang," ucap laki-laki itu lagi. Rasanya Bia ingin memukulnya menggunakan sepatu karena tidak bisa diam, padahal Bia sudah berusaha untuk tidak menangis karena merasakan sakit yang berdenyut di keningnya.

•••••
Selamat Membaca 😽
Semoga kalian suka ceritanya 🐈
Jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen 😻

Nightmare ~17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang