Chapter 20

4 4 2
                                    

Suasana ramai dan berisik menghiasi suasana di dalam kantin saat waktu jam istirahat. Antri membeli makanan yang kiranya mampu meneteskan air liur, ataupun berebutan tempat untuk menyantap makanannya. Beberapa hanya membeli makanan ringan lalu kembali ke kelas.

Di tengah-tengah keramaian siswa yang berisik, di sebuah meja terdapat tiga orang di sana. Termasuk sepasang ke kasih yang sedang asik suap-suapan. Bia mendengus melihatnya, "Alay banget sih lu berdua," komentarnya.

"Iri? Cari pacar makanya," ucap sang lelaki yang kemudian menerima suapan bola-bola daging ke dalam mulutnya. "Geli banget gue liat lo berdua, sumpah," ucap Bia, saat ini gantian Angkasa yang menyerahkan sesendok mie ayam ke dalam mulut Enjel.

"Hei, aku cariin kamu di kelas ternyata udah di sini," suara lembut itu membuat Bia menoleh, tersenyum lebar tidak seperti biasanya. Melirik sekilas pada Angkasa yang menatapnya, lebih tepatnya dirinya dan sosok laki-laki yang sekarang duduk di dekatnya.

"Ngapain lo di sini? Bukannya lo gak ada hubungan apa-apa selain teman," Angkasa sudah tidak melanjutkan aksinya yang tadi bersama Enjel, sang kekasih yang sekarang diam tak bergeming.

"Belum resmi aja, aku lagi berjuang buat benar-benar dapatin hatinya," Axel. Dia menoleh, melihat Bia yang juga menatapnya. "Selamat buat hubungan kalian berdua, gue sama Bia segera nyusul," Bicara tanpa melihat Angkasa, malah asik memandangi Bia yang memasukkan beberapa sendok kuah hangat ke mulutnya.

Masih belum mengalihkan pandangannya, Axel suka melihat Bia yang salah tingkah saat ditatap seperti ini. Axel juga suka melihat pandangan mata yang menatapnya tidak saku saat melakukan ini.

Masih asik memandangi wajah Bia, sebuah lengan tiba-tiba memotong arah pandangnya. Sebuah tangan yang menyimpan sebuah susu kotak rasa coklat di meja, di dekat makanan Bia. Setelah meletakkan susu tersebut tanpa mengatakan apa pun, Angga kemudian bergabung bersama mereka.

"Hai Bia, ketemu lagi. Gue gabung kalian ya," Vano, tanpa menunggu persetujuan segera duduk di dekat Bia. Meletakkan makanannya di atas meja. "Minggir, itu kursi gue," Suara Iqbal mengalihkan atensi semua orang, Iqbal yang memegang nampang berisikan makanan miliknya dan juga milik Angga.

"Ck, tinggal ambil kursi yang lain repot amat Lo," ujar Vano tidak berniat menyingkir dari tempat duduknya, sudah nyaman menikmati makanannya. "Iqbal duduk di sini aja," ucap Enjel menarik kursi kosong yang ada di belakangnya, Iqbal kemudian duduk.

"Nih makanan Lo," ucap Iqbal, sepertinya moodnya sedang tidak bagus. Tidak biasanya dia seperti ini. Mereka kemudian memilih diam dan menikmati makanan masing-masing, kecuali Axel yang memang tidak memesan makanan sehingga dia hanya memandangi Bia yang makan.

"Lo kenapa sih Iqbal? Muka Lo asem banget kalau ditekuk kayak begitu, lagi dapet apa gimana?" Setelah cukup lama memperhatikan Iqbal yang tampak ogah-ogahan memasukkan makanan ke dalam mulutnya, akhirnya Vano berkomentar karena sudah tidak tahan.

"Iya, gue lagi dapet. Dapet traktiran dari Angga," ucap Iqbal membuat Vano langsung menoleh ke arah Angga, "Angga, Lo kalau mau traktir orang bilang-bilang dong, biar gue juga ngajuin diri buat ditraktir," ucap Vano.

"Gak traktir," dua kata yang keluar dari mulut Angga tapi mereka semua sudah paham, secara perlahan seseorang bisa saling memahami dan mengerti satu sama lain jika sudah sering bersama. "Iqbal bohong itu," ucap Angkasa, dia menarik beberapa tissue lalu menyerahkan pada Enjel yang baru saja menghabiskan makanannya.

"Gue gak bohong. Vano percaya sama gue, Angga beneran traktir gue makanya gue yang pergi pesan makanan, jadi buruan Lo minta traktiran juga," ucap Iqbal menghasut Vano.

"Gak, gue gak percaya. Percaya sama Lo itu mursyik," ucap Vano membuat yang lainnya mengerutkan kening. "Maksud kak Vano Bang Mursid? Yang biasa ada di TT?" Tanya Enjel.

Nightmare ~17Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang