Bia berdiri di sebuah halte, melindungi tubuhnya dari derasnya air hujan yang berlomba-lomba menyapa tanah. Aroma yang khas dan menenangkan membuat Bia memejamkan mata. Desak-desakan suara kendaraan yang menerobos hujan terdengar jelas, menyatu dengan derasnya suara hujan.
"Lo pacaran sama Axel? Kenapa?" Bia membuka matanya saat mendengar suara seseorang dari samping kirinya. Menoleh dan melihat seorang siswa laki-laki yang memakai seragam sama sepertinya, celananya terlihat basah.
Bia diam beberapa saat, sejak kapan dia berdiri di sana? Di samping Bia. Tadi Bia hanya duduk sendiri. "Gak, gak tau," Bia berucap pelan saat mengatakan tidak tahu sehingga tidak didengar jelas oleh laki-laki yang di sebelahnya.
"Lupakan. Lo nunggu Angkasa kan," Tanya laki-laki itu kemudian duduk di dekat Bia, melihat Bia yang tampak kedinginan membuatnya melepaskan jaket yang dikenakannya. "Pakai ini," ucap laki-laki itu kemudian memberikan jaketnya pada Bia. Permukaan jaket yang sedikit kasar menyentuh tangan Bia yang ada di atas pahanya.
"Makasih, Vin," Ucap Bia kemudian memasang jaket itu di tubuhnya. Mereka diam, menikmati suara bising kendaraan yang menyatu dengan suara derasnya air hujan. Bia merapatkan jaket yang sekarang dikenakannya, melindungi tubuhnya dari rasa dingin yang seakan menusuk-nusuk.
"Gue duluan," tanpa menoleh lagi, laki-laki dengan seragam SMA itu naik ke atas motornya. Derasnya air hujan menerpa tubuhnya, seketika seluruh tubuhnya basah. Namun, itu tidak jadi penghalang untuknya mengendarai motor yang perlahan melaju dengan kecepatan di atas rata-rata.
Bia menatap motor hitam yang sudah melaju menjauh. Mereka sering bercanda saat ada diantara teman-temannya, namun saat mereka hanya berdua maka akan tercipta kecanggungan yang membuat mereka sama-sama diam. Itu sekarang, dulu mereka tidak seperti itu.
"Lo udah nunggu lama? Gue kira mama yang mau jemput Lo tadi," Angkasa dengan pakaian yang basah menghampiri Bia, Dia menerobos hujan saat sudah tidak menemukan Bia di sekolah. Tadi, dia sudah ada di tempat tongkrongannya bersama teman-temannya yang lain. Namun sang Tante atau lebih tepatnya mama Bia menghubunginya, bahwa Bia belum dijemput karena sedang ada kesibukan. Karena itu Angkasa dengan cepat kembali ke sekolah walaupun harus menerobos derasnya air hujan yang terasa seperti tusukan-tusukan paku yang menghantam tubuhnya.
Angkasa melepaskan helmnya, rambutnya yang panjang sedikit basah. Angkasa masih merapikan rambutnya, mengibaskan nya. Kegiatannya itu terhenti saat sebuah tangan memeluknya dari belakang, memeluknya dengan erat. "Kenapa? Ada yang ganggu Lo?" Angkasa ingin memutar tubuhnya namun ditahan oleh Bia, "Biarkan begini beberapa saat,"
"Bia, baju Lo bisa ikutan basah," Angkasa berusaha melepaskan tangan Bia, namun Bia menolak dan semakin mengeratkan pelukannya. "Gak apa-apa, cuma sebentar doang Aka," suara Bia bergetar, sedari tadi air matanya sudah berjatuhan namun tidak disadari Angkasa.
Angkasa segera berbalik membuat tangan Bia yang memeluknya terlepas, "Lo kenapa? Siapa yang ganggu Lo?" Angkasa menghapus air mata yang terus keluar dari mata Bia, sedangkan Bia hanya menggeleng dan memaksakan diri untuk tersenyum, "Gak apa-apa, gue hanya kangen sama bapak," ucap Bia masih berusaha tersenyum, hidungnya sudah memerah dan matanya terlihat sembab.
Mendengar hal itu, Angkasa menarik Bia ke dalam pelukannya. "Gue gak larang Lo buat ingat om, tapi sekarang sudah mulai masuk musim hujan. Kalau Lo terusan nangis saat turun hujan, gue takutnya air mata Lo bakalan habis," ucap Angkasa membuat Bia tertawa dan memukul dada Angkasa yang masih memeluknya.
"Mama gak jemput Lo, katanya lagi ada kesibukan," ucap Angkasa meskipun dia tahu kalau tantenya itu pasti sudah lebih dulu mengatakannya pada Bia sebelum menghubunginya. Sedangkan Bia hanya mengangguk, ibunya juga mengatakan padanya kalau sedang ada kesibukan.
"Gue bakal sendiri lagi di rumah," ucap Bia tersenyum dengan lebar, tapi tidak dengan hatinya yang terasa sakit. "Ada gue," ucap Angkasa, "Mama sesibuk itu sampai gak bisa pulang? Perasaan setiap bulan ditanggal yang sama, Mama selalu sibuk dan ninggalin Lo sendirian selama tiga hari. Kenapa sih? Mama sibuk apa?" Sebenarnya sudah lama Angkasa ingin menanyakan hal ini,. Sejak satu tahun yang lalu, ibu Bia selalu menghilang selama tiga hari ditanggal yang sama, alasannya juga selalu sama.
"Sibuk kerja cari uang, sekarang kan Bia udah gak punya bapak yang bisa cari uang," ucap Bia membuat Angkasa merasa bersalah. Meskipun Bia dan Angkasa tumbuh bersama-sama sejak kecil, namun mereka sudah tidak lagi seperti dulu saat masih anak-anak yang bisa saling menyampaikan keluh kesah. Perlahan mereka jadi tertutup satu sama lain tentang hal-hal yang memang dianggap pribadi.
"Udah sedihnya, muka Lo jelek kalau lagi sedih" ucap Angkasa membuatnya mendapatkan pukulan di lengannya. Sakin kerasnya Bia memukulnya sampai bekas tangan Bia tampak di kulit putih Angkasa, cap lima jari. Angkasa hanya tersenyum pasrah, pukulan di lengannya sudah tidak terasa sakit karena sudah terbiasa mendapatkannya.
"Aka," seorang laki-laki dengan payung hitam turun dari sebuah mobil, kakinya yang hanya beralas sendal jepit terlihat basah saat menginjak beberapa genangan air. Sekarang hujan sudah tidak sederas tadi, mungkin sebentar lagi akan reda.
"Ngapain lo di sini?" Angkasa menatap laki-laki yang sekarang berdiri di depannya, laki-laki yang tampak tersenyum lebar saat mendengar nada sinis yang keluar dari mulutnya.
"Jemput Bia, aku telpon dari tadi tapi tidak diangkat," laki-laki itu kemudian menoleh pada Bia yang sedari tadi diam berdiri seperti patung. Kemudian menoleh dan tersenyum canggung saat menyadari kalau dua laki-laki yang berdiri di depannya sedang menatapnya.
"Maaf kak, hp aku lowbat," Ucap Bia. Sedangkan Angkasa langsung mendengus mendengar nada bicara Bia yang sok manis, "Giliran bicara sama gue udah kayak orang kerasukan," sindir Angkasa membuat Bia mendekat ke arahnya, dan kemudian berteriak kesakitan saat mendapat cubitan di perutnya. Tangan Bia memang sangat ahli dalam menyakiti tubuh Angkasa.
Sedangkan laki-laki yang masih menggunakan payung hanya tertawa kecil melihat tingkah keduanya, "Ayo pulang, sudah jam enam sore," melihat benda yang melingkar di pergelangan tangan kanannya.
"Aku pulang sama Aka aja, kak Axel bisa pulang duluan," ucap Bia tersenyum pada Axel. Sedangkan Axel langsung menolak dan mengatakan kalau hujan masih lumayan deras, mereka bisa demam jika pulang dengan hujan-hujanan.
"Aka, kamu bisa nitip motor dulu, kita pulang sama-sama," Ucap Axel memberi penawaran pada Angkasa, namun Angkasa menolak. "Lo pulang duluan aja, tolong anterin Bia sampai rumah, gue masih ada urusan," Angkasa kemudian mengambil helmnya.
Setelah memasang helmnya, Angkasa menatap Axel, "Hati-hati bawa mobil, ini lagi hujan," kemudian Angkasa beralih pada Bia, "Gue gak lama kok, jadi Lo duluan aja," ucap Angkasa kemudian mengacak-acak rambut Bia membuat Angkasa tertawa meskipun tangannya harus mendapatkan pukulan lagi dari Bia.
Tanpa mereka berdua sadari, ada mata yang menatap tidak suka pada tangan Angkasa saat melakukan itu. Axel tampak menghela napas dan meyakinkan diri bahwa dua orang di depannya adalah sepasang sepupu yang sudah seperti saudara.
"Gue duluan," Ucap Angkasa kemudian berjalan ke tempat motornya berada, tidak memperdulikan air hujan yang menerpa tubuhnya. "Hati-hati Aka, jangan ngebut kalau bawa motor" ucap Axel sebelum motor Angkasa meninggalkan halte yang tersisa Bia dan Axel di sana.
Axel mendekat pada Bia, merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. "Aku sudah bilang kan, jangan terlalu dekat sama cowok lain. Termasuk Angkasa, aku gak suka."
•••••
Hello, selamat Membaca dan menikmati tulisan aku yang amburadul ini😿Semoga kalian suka, dan jangan lupa tinggalkan jejak dengan vote dan komen. Kalau ada yang mau kasih saran bisa banget, saran kalian sangat berarti buat aku🐈
KAMU SEDANG MEMBACA
Nightmare ~17
Teen FictionTentang mimpi buruk yang tiba-tiba datang dalam hidup Bintang, menghadirkan segenap cerita yang pernah diimpikannya yang secara tidak kasat mata juga menghabisinya secara perlahan-lahan. "Aku lelah! Biarkan aku beristirahat, sejenak? Atau selamanya...