Pernikahan Ayu

1.7K 116 7
                                    

"Ini kamu simpan," Ibu menyodorkan sebuah lipatan kain batik.

"ini apa?" tanyaku. Saat menerima pemberian dari Ibu.

"Itu, kain jarit. Dulu Nenek yang memberikan nya kepada Ibu,.."

"Semoga kamu dikaruniai anak banyak, nanti kalau kamu hamil dan tiba waktu melahirkan. Pakailah jarit ini, semoga dilancarkan prosesnya." ucapnya. Tanpa melihat ke arahku.

Aku, namaku Ayu. Anak perempuan satu-satunya ibu. Hari ini, hari pernikahanku. Hari dimana ibu mencurahkan segala keinginan dan kekhawatirannya. Ibu ingin memiliki cucu. Namun, aku tahu ibu begitu khawatir jika aku tak akan bisa mewujudkan keinginan nya.

Ibu, anak kedua, dari tiga bersaudara. Dan hanya Ibu lah yang memiliki keturunan. Kakak dan adik kandungnya? Iya, mereka dinyatakan mandul. Dan memang kenyataan nya mereka tak memiliki keturunan.

Nenek?
Nenek pun sama, hanya Nenek yang memiliki keturunan, memiliki tiga anak. Termasuk Ibuku. Saudara kandung nenek?
Iya, mereka tidak memiliki keturunan.

"Turunan mandul" Begitu para tetangga melabeli keluarga kami. Kejam?
Iya, akupun berfikir seperti itu. Mereka kejam, tak berempati. Membicarakan kami, seakan ini aib yang menjadikan dosa untuk keluarga kami.

Tak ada satupun dari mereka yang mengijinkan anak laki-lakinya untuk mendekatiku, apalagi menikahiku.
Lagi-lagi karena label yang mereka buat sendiri untuk keluarga kami "Turunan mandul".

Kenapa aku bisa menikah?
Dengan siapa?
Nanti akan aku ceritakan. Mungkin pernikahanku adalah satu dari ribuan kebaikan Tuhan kepadaku. Karena, Tuhan mengirimkan jodoh kepadaku disaat yang tepat, saat mereka mulai menjulukiku dengan sebutan perawan tua. Iya, diusiaku yang menginjak 28th, aku belum juga menikah.
Tapi itu bukan salahku, mereka sebabnya.

Semua mundur, siapapun yang mencoba mendekatiku. Saat kata mandul mereka dengar dari para tetangga.

Sampai akhirnya, Tuhan kirimkan satu laki-laki, yang mungkin sudah Dia tulikan. Tuli atas cibiran cibiran tetangga terhadapku.
Laki laki yang cukup tampan, yang hari ini sah menjadi suamiku.

Masih teringat jelas dalam ingatanku, tepatnya tiga bulan yang lalu. Ia dengan begitu gigihnya meyakinkanku untuk menjadi istrinya.

"Tapi kamu tahu kan?, keluargaku itu turunan mandul" Begitu jawabanku setiap kali aku dengar ajakan menikah darinya.

"Dan... " Tak ku lanjutkan ucapanku.

"Dan, kamu sudah jadi perawan tua?" sambungnya. Seakan hafal dengan apa yang akan aku katakan.

Aku hanya diam, karena memang begitu kenyataannya. Keluargaku turunan mandul, dan aku si perawan tua. Setidaknya, begitulah yang sering kudengar, tentang aku dan keluargaku.

"Ayu, bukan salah kamu atau keluargamu. Jika dikeluarga kalian ada yang tidak bisa memiliki keturunan," jelasnya. coba meyakinkan.

Aku hanya diam, sejujurnya akupun sependapat dengannya. Ini memang bukan salah kami. Tapi, cibiran cibiran itulah yang memaksaku untuk mempercayai bahwa ini dosa bagi keluarga kami, ini aib. Yang tak mungkin ada seorangpun mau menerima.

"Dan lagi, kamu bukan perawan tua. Usiamu masih 28th. Dan aku, 30th. Bukankah kita serasi?" Tuturnya padaku. Masih coba meyakinkan.

Aku masih saja diam, sejujurnya akupun sangat ingin menikah. Ingin membina rumah tangga dan memiliki keturunan. Tapi, segera kutepis. Tak mungkin bisa. Aku perawan tua, dan keluargaku turunan mandul. Mana mungkin ada yang mau menerimaku. Benar-benar tulus menerimaku. Sekalipun benar, bahwa aku ini mandul.

"Ayu, percaya lah. Aku akan menerima kamu. Sekalipun benar, kamu tidak bisa memberiku keturunan" Seakan dia tau apa yang tengah berkecamuk didalam fikiranku.

"Mari kita temui kedua orang tuamu, akan aku buktikan keseriusanku!," sedikit memaksa, ditariknya tanganku untuk ikut naik keatas motornya. Dan aku, hanya bisa nurut. Seperti kerbau yang dicucuk hidungnya.

=====

Tok tok tok, "Assalamualaikum" Ucapnya. Menyadarkanku bahwa sekarang kita berdua sudah sampai didepan Rumahku. Deg! Jantung berdetak begitu cepatnya. Entah perasaan apa ini. Gugup, dan serasa asing bagiku. Rasa yang entah.

"Assalamualaikum," Diulangnya salam yang tak kunjung ada yang menyahut.

"Waalaikumsalam," Terdengar suara ibu dari dalam rumah.

Kriekkk.. Dan pintupun terbuka, bersama dengan munculnya sosok wanita tua yang masih terlihat begitu cantiknya. Menurutku, ibu masih cantik diusianya yang sudah lebih dari 50th.

"Ayu, nak Wisnu. Sudah pulang? Ayuk masuk, bapak juga ada didalam." Sapa Ibu.

====

Wisnu, laki laki tampan yang sekarang sah menjadi suamiku. Laki laki yang lebih dari dua tahun menjadi teman kerjaku. Iya, kami bertemu dan berkenalan di Pabrik, tempat kami bekerja. Hampir setiap hari, kami selalu pergi dan pulang bersama.

Wisnu, benar benar menepati ucapan nya dihari itu. Menemui kedua orang tuaku untuk menyatakan keseriusannya melamarku. Tentu saja, kedua orang tuaku sangat bahagia. Mereka percaya Wisnu adalah pria yang baik. Namun keputusan mereka kembalikan lagi kepadaku. Aku yang menjalani. Begitu kata Bapak dan Ibu.

Dan aku, tak ada pilihan lain selain menerima. Bukankah ini suatu kebaikan Tuhan kepadaku?.

Tak lama, acara lamaran resmipun terselenggara. Hanya acara sederhana yang dihadiri keluarga dari kedua belah pihak. Acara lamaran selesai. Dan telah ditentukan acara akad dan resepsi. Tentunya yang akan digelar dengan sederhana pula.

Dan hari pernikahanpun tiba. Hari ini, aku dan mas Wisnu sah menjadi pasangan suami istri. "Mas" entahlah sejak kapan aku mulai memanggilnya dengan sebutan itu.

Bersambung...

Selembar Jarit (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang