"Ibu sakit apa, Bu?" Tanyaku. Aku ingin tahu kondisi Ibu yang sebenarnya.
"Ibu tidak apa-apa, hanya sakit tua." jelas Ibu.
Tapi aku belum juga percaya. Biarlah nanti akan aku tanyakan langsung kepada Dokter yang menangani Ibu.
Mas Wisnu coba menenangkan keadaan, dengan kata-katanya yang selalu ampuh memberi rasa nyaman.
Hingga terdengar ribut-ribut diluar kamar perawatan Ibu, suara yang khas yang sangat kami hafal siapa pemiliknya.Bu Lasmi. Itu suara Bu Lasmi, yang selalu berisik dan tidak mengenal tempat.
Tak lama, munculah segerombol Ibu-Ibu di dalam kamar tempat ibu dirawat.Bu Lasmi, Bu RT dan para tetangga yang lainnya datang membesuk Ibu.
"Assalamualaikum," ucap semua yang datang.
"Waalaikumsalam" Ibu menjawab. Lalu mempersilahkan semua yang hadir. Ibu memang selalu ramah dalam kondisi apapun. Tak pernah mencari masalah dengan siapapun. Tetap diam saat seseorang coba menjatuhkan atau bahkan mempermalukannya. Begitulah Ibu.
Bapak dan mas Wisnu permisi untuk ke luar ruangan karena tak cukup luas ruangan itu untuk kami semua. Takut mengganggu pasien yang lainnya.
"Bagaimana keadaannya, Bu?" tanya Bu RT. Mengawali obrolan.
"Alhamdulillah, sudah baikan Bu RT. Sepertinya besok Dokter sudah membolehkan pulang." jawab Ibu.
"Ini semua gara-gara kamu Ayu, kamu sih ngasih harapan palsu sama Ibumu." celetuk Bu Lasmi. Seperti biasa, aku tak bisa menjawab apa yang diucapkan Bu Lasmi padaku.
"Jangan sembarangan ngomong Bu. Terimaksih sudah menyempatkan membesuk saya disini. Tapi jika kedatangan Ibu hanya ingin melukai hati saya dan Ayu, saya mohon maaf. Sebaiknya Bu Lasmi pergi dari sini," ucap Ibu. Membuat kami semua yang berada di dalam ruangan terbengong.
Ibu membalikan badannya, menghadap tembok."Masih sakit sombong.!!" ucapnya lagi. Membuat suasana dalam ruangan ini menjadi semakin tidak enak.
"Cukup,Bu Lasmi. Sebaiknya kita semua pergi, biarkan Ibunya Ayu beristirahat. Jangan sampai kita mengganggu yang lainnya juga, ini Rumah Sakit Bu Lasmi. Tidak pantas seperti itu," ucap Bu RT. Terpanncing juga emosi beliau.
Setelah mengucapkan Doa agar Ibu segerah pulih, semua rombongan pulang. Hanya Bu Lasmi yang pergi tanpa pamit.
Hari semakin gelap, Ibupun memintaku untuk segera pulang. Aku ingin menolak. Aku ingin tetap disini, menjaga Ibu. Tapi Ibu melarangku, dengan alasan kondisiku yang belum pulih betul dan masih butuh istirahat. Bapak meyakinkanku, bahwa beliau akan menjaga Ibu dengan baik dan akan segera menelpon jika Ibu dan Bapak butuh sesuatu. Tidak ada lagi alasan untuk aku tetap tinggal.
"Ayo Dek, sebelum semakin gelap," ajak mas Wisnu.
"Ayu sama mas Wisnu pulang dulu ya?" Pamitku kepada Bapak juga Ibu.
Kami segera meninggalkan Rumah Sakit, sebelum semakin gelap karena jarak Rumah Sakit yang lumayan jauh. Di tengah perjalanan mas Wisnu menepikan motor kami, berhenti di depan sebuah warung tegal.
"Mau makan apa Dek?" Tanyanya. Aku lupa, tidak ada makanan apapun di Rumah untuk makan malam kami. Beruntung mas Wisnu mengingatkan.
"Apa saja mas." jawabku. Karena memang aku tak begitu berselera untuk makan.
Kami membugkus nasi dengan lauk capcai juga gorengan. Dan bergegas melanjutkan perjalanan agar segera tiba di Rumah.
Sampai dipekarangan, terlihat seseorang yang mondar-mandir di depan teras Rumah kami.
"Siapa itu mas?" tanyaku. Suasana yang gelap membuat aku tak begitu mengenali siapa sosok orang itu.
"Enggak tahu, Dek. Ayo kita turun." jawabnya. Mas Wisnupun sama sepertiku, tak dapat melihat dengan jelas siapakah orang tersebut.
"Assalamualaikum" ucap kami.
"Enggak usah salam-salam. Saya kesini cuma mau bilang sama kamu Ayu. Jangan mentang-mentang kamu dan Ibumu dibelain sama Bu RT saya jadi takut sama kalian ya!!" ucapnya begitu keras. Aku masih tidak paham dengan apa yang dikatakannya. Bu Lasmi, sengaja menunggu kami dan langsung memaki kami.
"Maksudnya apa ya,Bu?" tanyaku masih kebingungan.
"Tenang Bu, ini ada apa?" mas Wisnu coba menenangkan Bu Lasmi.
"Anak, Ibu, sama menantu sama saja." ucapnya lagi.
"Ibu jangan seenaknya teriak-teriak di Rumah orang ya?" mas Wisnu coba mengingatkan.
"Enggak usah banyak omong, kamu disini itu cuma numpang. Sok-sok an ngatur saya!!!" maki Bu Lasmi. Entah, sungguh ajaib tetanggaku yang satu ini. Marah-marah tidak jelas oleh masalah yang tidak jelas juga. Sampai Bu Lasmi meninggalkan Rumah kami, aku dan mas Wisnu belum juga paham apa masalah yang membuat Bu Lasmi melabrak kami. Bukankah di Rumah Sakit justru dia yang buat masalah. Entahlah, aku tak mau semakin pusing dibuatnya.
Mas Wisnu hendak menyiapkan piring untuk kami makan, namun aku melarangnya. Aku memintanya untuk segera mandi dan pergi salat Isya. Mas Wisnu menurut. Sementara menunggu mas Wisnu selesai, aku menyiapkan piring dan menunggu giliran untuk mandi. Iya, karena hanya ada satu kamar mandi di Rumah kami.
Selesai makan, aku dan mas Wisnu pergi ke Kamar untuk segera istirahat.
"Mas, Ibu enggak apa-apa kan?" tanyaku. Saat mata tak juga mau terpejam. Kondisi Ibu memenuhi pikiranku, membuatku tidak bisa tidur.
"kita doakan saja semoga Ibu segera pulih ya, Dek." ucap mas Wisnu.
"aamiin, Mas." jawabku.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Selembar Jarit (TAMAT)
General FictionSelembar Jarit, Hadiah pernikahan dari seorang ibu untuk anaknya yang bernama Ayu. Berharap agar Ayu bisa hamil dan memiliki keturunan. Mungkinkah Ayu hamil dan memiliki keturunan? Sementara ia berasal dari keluarga "Turunan Mandul"? inilah kisahnya...