Mimpi

513 62 0
                                    

Saat malam, atau saat sepulang ia bekerja. Mas Wisnu akan diam dirumah menemaniku. Menghiburku dengan segala tingkah konyolnya. Baru aku sadari, suamiku adalaah sosok yang cukup humoris. Setelah hampir genap 5bulan kami menikah.

Sakit sekali rasanya perutku dibuatnya, bukan sakit karena kontraksi. Tapi karena aku tak berhenti tertawa mendengar guyonannya. Mas Wisnu menceritakkan masa kecilnya, bagaimana mas Wisnu sering menimbun Tempe goreng dibawa nasi agar mendapat jatah lebih.

"Dulu ya Dek, saking senengnya mas sama Tempe. Setiap ambil nasi, Mas tumpuk tempe dipiring, baru nasinya."  ceritanya.

"Loh, kenapa harus diumpetin mas? Kan kalau mau nambah Tempe lagi tinggal ngambil?" tanyaku penasaran.

"Sauadara mas kan banyak Dek. Setiap Ibu goreng tempe, setiap orang itu sudah ada jatahnya. Mungkin kalau kelihatan, ditempenya sudah ibu kasi nama. Tempe yang ini punya siapa, ini punya siapa." jelasnya. Terkekeh ia mengingat masa kecilnya dulu.

Akupun ikut tertawa,
"Kalau ketahuan ngumpetin tempe, gimana mas?" tanyaku lagi.

"Mas kena jitak semua saudara mas," semakin kencang ia tertawa.

Betapa beruntungnya aku, memiliki suami se-sempurna mas Wisnu. Bahkan saat terbahak seperti ini pun, tak mengurangi ketampananya. Tentram sekali melihatnya. Setelah beberapa hari, untuk pertama kalinya mas Wisnu kembali ceria. Tak aku rasa lagi, senyum yang dipaksakan. Atau keceriaan yang dibuat-buat untuk menutupi raut kecemasan pada wajahnya.

Malampun semakin larut, mas Wisnu memintaku untuk segera beristirahat. Sebelum ia membaringkan badan disampingku. seperti biasa dikecupnya keningku. Hanya itu, untuk sementara waktu. Tak ada lagi ritual nge-teh bersama dini hari, dengan rambut basah dan tubuh menggigil. Anggap saja ini ikhtiar kami untuk sijabang bayi, karena begitulah pesan dari Dokter. Untuk sementara waktu, kami tidak boleh berhubungan suami istri. Sampai kandunganku benar-benar kuat. Dan, mas Wisnu pun tak pernah keberatan. Apapun, asal yang terbaik. Begitu katanya, lagi.

Dari kisah masa kecil mas Wisnu, betapa aku ingin menjadi Ibu dengan banyak anak. Melihat anak berebut tempe goreng,  atau masakan apapun yang akan aku buat. Aku tak pernah merasakan. Iya, karena aku anak perempuan satu satunya.

"Sehat ya nak, kuat. Sama-sama berjuang,"  Ku elus perutku yang masih datar.
Semoga, Tuhan mengabulkan yang jadi harapan kami semua. Sehat, dan lancar sampi waktunya melahirkan.

"Kuat ya anak ayah," Mas Wisnu mengikuti apa yang aku lakukan. Diciumnya perutku dengan penuh sayang.

"Mas belum tidur?" Tanyaku. Matanya yang terpejam membuatku mengira mas Wisnu telah terlelap.

"Belum Sayang, Mas belum bisa tidur kalau bidadari Mas belum juga tidur." Dibelainya pipiku yang memerah karena perlakuannya.

Aku tersipu malu. Iya, bahkan sampai saat ini aku masih sering salah tingkah dihadapannya. Mas Wisnuku, suami terbaik-ku. Kuharapkan, agar Tuhan tak akan pernah menjadikanku sebab kesedihan dan kekecewaan dalam hidupmu. Agar hanya aku yang akan selalu menjadi sebab bahagiamu. Hanya aku, dan anak anak kita kelak. Doa penghantar tidurku disetiap malam.

Malam ini, aku bermimpi sangat indah. Seoarang bayi Laki laki dalam gendonganku.

Namun, Seseorang berbaju putih yang tak begitu jelas wajahnya. Datang mendekat, lalu mengambil dan membawanya.

Aku berteriak, Memanggil dan Memintanya untuk jangan membawa bayi yang ada dalam gendonganku. Orang itu, tak memperdulikanku yang terus saja berteriak. Sampai sebuah tangan menggoncang tubuhku dengan keras, mas Wisnu membangunkanku.

Bersambung....

Selembar Jarit (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang