Kepulangan Ibu

540 60 1
                                    

Hari ini, semuanya terasa seperti mimpi. Aku dan mas Wisnu pergi ke Rumah Sakit dimana Ibu di rawat. Bapak menyambut kami dengan mata yang merah dan berair,   aku belu percaya kabar yang aku dapat dalam perjalanan menuju ke sini.

"Di mana Ibu, Pak?" tanyaku.

"Yang sabar, Ayu
Ikhlaskan ya nak?" ucap bapak. Itu bukan jawaban bagiku, aku hanya ingin tahu sekarang Ibu ada di mana dan dalam kondisi baik-baik saja. Aku ingin memastikan bahwa kabar itu salah, pasti itu salah karena Ibu akan pulang bersamaku dengan kondisi yang telah sehat.

"Ibu mana, Pak?!" suaraku meninggi. Tak bisa aku tahan kesedihan yang menghantap begitu hebatnya, bergetar seluruh tubuhku. Aku menangis, meraung, dan entah apa lagi. Semua menjadi gelap, dan aku merasa sangat rileks, tenang seakan aku terlelap.

Seperti mimpi, mimpi yang sama malam tadi. Ibu datang dengan kebaya yang sangat anggun. Ibu tersenyum sangat manis, tubuhnya tak lagi kurus. Tidak ada tanda-tanda bahwa Ibu sedang sakit parah. Ingin sekali aku memeluknya, namun perlahan bayangan Ibu menjauh. Ku panggil sekuat tenagaku, namun Ibu tetap menjauh dan Ibupun hilang dari pandanganku.

"Ibu!!!!!" teriakku. Aku terbangun, aku sangat takut Ibu benar-benar meninggalkanku. Ku yakinkan diriku bahwa ini hanya mimpi.

"Sabar, Sayang. Yang kuat," ucap Mas Wisnu. Dengan berderai air mata, Mas Wisnu memelukku sangat erat. Dan terus saja memintaku untuk sabar, kuat dan ikhlas. Ada apa ini sebenarnya.

"Ibu mana, Mas? " tanyaku.

Bapak dan Mas Wisnu memelukku sangat erat. Semua menangis, hanya aku yang kebingungan. Ada apa sebenarnya, kenapa Ibu hanya diam saja. Kenapa wajah Ibu ditutup selimut, bagaimana kalau Ibu tidak bisa bernafas.

Aku berontak, berjalan menuju Ibu yang tetap saja diam. Entah kenapa badanku terasa sangat lemas, dengan lunglai ku hampiri Ibu yang sedang tidur dengan pulasnya. Ku buka selimut yang menutupi wajahnya, aku takut Ibu kesulitan untuk bernafas. Aku cium wajahnya, Dingin sekali.

"Mas Wisnu, tolong matikan AC nya. Ibu kedinginan." ucapku. Mas Wisnu bergeming, tangisnya kian menjadi. Ada apa sebenarnya, kenapa semua menangis padahal kondisi Ibu sudah membaik. Sudah tidak terpasang infus lagi, bukankah ini berati Ibu akan segera bisa pulang. Ibu sudah tidak merasakan sakit lagi.

"Ibu," panggilku. Tak ada jawaban, aku coba lagi untuk memanggilnya. Berulang kali, namun ibu masih saja diam. Matanya terpejam, aku mulai tidak sabar. Aku mulai ketakutan, apakah aku berbuat salah pada Ibu hinggga Ibu tak mau membuka matanya dan menjawab panggilanku.

"Ikhlaskan, Ayu. Biarkan Ibu mu tenang di sana" pinta Bapak. Apa maksudnya, aku sama sekali tidak paham. Bukankah Ibu tidak akan kemana-mana, Ibu akan pulang bersama kami.

"Tidak, Pak. Ibu akan pulang sama kita. Ibu tidak akan kemana-mana," jawabku. Entah apa yang membuatku kembali menangis, dan semuanya kembali menjadi gelap. Aku terlelap lagi.

Hingga kami pulang ke Rumah, Ibu masih saja terpejam. Sepanjang perjalanan, aku duduk disampingnya. Aku peluk tubuhnya yang tertutup kain putih. Entah, rasanya takut sekali. Aku takut, aku dan Ibu tak akan bisa bersama lagi. Aku benar-benar takut.

"Mas, kenapa Ibu enggak mau bangun?" tanyaku. Namun Mas Wisnu tidak juga memberiku jawaban, Mas Wisnu memelukku semakin erat.

Badanku semakin terasa lemas, hingga untuk menuruni mobil yang membawa kami aku harus dibantu beberapa orang.

Bersambung....

Selembar Jarit (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang